"The highest level of admiration is that you shut your mouth without any words but can describe your beautiful feelings."
*****
Bel pulang akhirnya berbunyi, semua siswa-siswi harus segera menyelesaikan pelajarannya. Begitupun guru yang sedang mengajar. Termasuk Salma juga memasukkan tempat pensil dan bukunya ke dalam tas dengan buru-buru. Entah mengapa ia bisa sesemangat itu.
Cakra yang melihat pergerakan Salma tertawa kecil, "ada angin apa nih Jagoan senyum-senyum gini?"
Salma melirik Cakra sebentar, lalu berdiri dari bangkunya, "ayo! Kita harus latihan drama musikal kan? Nanti telat lho!"
Mendengar perkataan teman sebangkunya itu, Cakra mengernyitkan dahi, ia tidak mengerti sama sekali kemana jalan pikiran Salma. "Jagoan, apaan sih! Jangan ngaco! Lu emang mau jadi pohon doang?"
Salma menggigit bibir, ia menundukkan kepalanya, lalu mengangkat kembali dengan kedua senyum terbit di wajah, "ya terus kenapa?"
"Ha? Terus kenapa?" Cakra mengulangi pertanyaan Salma, kini ia ikut berdiri.
"Udah lah, yang penting gue ikut, toh jadi pohon itu asik kok, nggak ngomong, nggak bergerak, nggak nari, nggak nyanyi, tapi bisa ada di atas panggung. Pak Kusuma emang baik banget ngasih peran gue sesantuy itu!"
Cakra menggelengkan kepala sambil menatap ekspresi Salma lamat-lamat, "Meh, lu nggak sakit kan?"
Salma tertawa kecil, "Cak, udahlah nggak usah banyak tanya, ayo ke ruang seni! Pak Kusuma udah nungguin pasti!" Kata perempuan itu lagi kemudian tanpa permisi lagi ia segera keluar untuk mengejar Kiki dan Juju yang sedang berada di luar juga. Pasti mereka ingin ke ruang seni.
*****
Salma, Kiki, dan Juju kini sudah berada di ruangan seni, tampak banyak orang disana. Dari Noval, Angga, beberapa guru seni, sampai pemain figuran sudah bersiap dengan kertas dialognya."Meh, lu beneran pengen jadi pohon? Gimana ya ngomongnya.." setelah mereka berjalan bersama, akhirnya Juju menanyakan hal itu kepada Salma. Karena sedaritadi ia terus saja memikirkannya, tapi selalu ia tahan untuk tidak dilontarkan.
Mendengar pertanyaan tersebut, Salma mengangguk tanpa ragu, "iya, kenapa?"
"Nggak papa sih, cuma.."
"Nyepam."
Salma dan Juju menatap ke arah Kiki yang tiba-tiba memotong ucapan Juju dengan tawa kecilnya.
"Bercanda, nggak usah baper," Tambah Kiki lagi lalu melenggang ke arah Pak Kusuma untuk meminta kertas dialog.
Juju menatap Kiki sudah menjauhi mereka, ia memegang bahu Salma dengan tatapan sendu, "Meh, gue bukannya ngelarang lu, tapi gue nggak suka kalau lu malah diremehin sama semua orang, apalagi jadi pohon. Tapi, kalau itu udah keputusan lu nggak papa, gue harap lu pikir baik-baik lagi ya," ucap Juju dengan nada lembutnya lalu mengikuti langkah Kiki ke arah Pak Kusuma.
Salma mengembuskan napas menatap kedua temannya itu sudah pergi, ia memaksakan senyumannya kembali. Benar, tadi malam ia sudah memutuskannya baik-baik, bahwa ia akan ikut. Walaupun jadi pohon ia tidak apa-apa, yang terpenting ia bisa ikut berpartisipasi dalam drama ini.
Ditengah diamnya, ia teringat sesuatu, matanya mengedar ke kanan dan kiri, seseorang yang dicarinya tidak terlihat sampai sekarang. Padahal ia sudah cukup lama di ruang seni ini. Apa jangan-jangan keputusannya semalam untuk tidak ikut benar?
"Jagoan! Lu nyampe duluan? Cepet juga!" Sapa Cakra yang baru masuk dari luar, Salma kira orang lain.
"Iya udah!" Jawab Salma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astronomi
Teen Fiction"Kenapa sih gue nggak jatuh cinta sama temen lu aja, yang pastinya jauh cantiknya daripada lu? Kenapa gue harus jatuh cintanya sama lu coba!? Udah jelek, pendek, anak IPS lagi!" *** Pernahkah kamu mengalami ada di posisi orang terjelek diantara tema...