Chapter 44 - Drama Musikal

1.7K 233 75
                                    

"Menangis sesukamu, tapi hanya di pelukan ku."

*****

Salma meneguk salivanya kasar, memandang wajah Astro yang sangat serius disertai pandangan tidak main-main, ia jadi menyadari sesuatu, "Astro.."

"Hm?" Astro tetap pada posisinya.

"Lu juga suka sama gue?"

Mendengar itu, Astro menjauhkan kepalanya dari wajah Salma, "kenapa tanya kayak gitu?"

"Gue cemburu karena gue suka sama lu, tapi lu cemburu kenapa? Lu suka juga sama gue?" Salma berdehem agak tidak enak mengutarakan pertanyaan tersebut. Pasti Astro kesusahan menyampaikan jawabannya.

Dan ekspetasi Salma benar, bukannya menjawab, Astro nampak kaku dan tidak berani mengungkapkan satu kata sekalipun.

Melihat Astro yang membeku, Salma mengangguk, merasa kalau ia sudah tahu apa jawabannya. Perempuan itu tersenyum serta berusaha menguatkan hati, "nggak papa kalau lu belum suka sama gue, gue bakalan tunggu kok, asal jangan lama-lama, keburu gue lumutan," canda Salma di ujung kalimat untuk menghindari rasa canggung diantara mereka.

Yang diberi permintaan tetap diam, membuat Salma makin bingung, "hm Astro, kalau nggak ada yang mau dibicarain lagi, kita kebawah aja ya, pasti yang lain udah pada nunggu!" Kata Salma lalu memutuskan pergi darisana.

Sebelum benar-benar menuruni tangga, Astro mendesah berat melihat perempuan yang baru saja melenggang pergi, "Salma!"

Mata Salma membulat besar mendengar nama aslinya dipanggil oleh Astro, faktanya, Astro hanya memanggil nama itu sesekali saja. Sungguh, jika tidak dikendalikan, jantung Salma bisa saja meledak sekarang.

Dengan keberanian penuh, Salma menghadap ke belakang disertai senyuman lebar, "kenapa?"

Astro segera menghampiri perempuan itu, "gue mau bilang sesuatu.."

"Apa?" Entah mengapa jantung Salma berdegup cepat.

Yang ingin menyampaikan berdiam diri beberapa detik, sampai ia memutuskan untuk mengeluarkan suara, "semangat buat besok."

*****
Di pagi harinya, SMA Republika nampak sangat ramai, terutama di bagian lapangan dekat panggung, sudah banyak siswa-siswi berkumpul disana, termasuk pun para guru berbondong-bondong memenuhi lapangan beratap tenda besar tersebut.

Disisi lain, tepatnya di belakang panggung, semua penghibur pentas seni sibuk menata diri masing-masing. Dari menyiapkan kostum, merias wajah, sampai latihan kecil-kecilan.

Tetapi berbeda dengan Salma, bisa dilihat dari jalan perempuan itu tampak gelisah, alasannya karena ia tidak menemukan bando dipenuhi daun miliknya, padahal kemarin ia sudah buat sendiri dan menaruhnya di ruangan ini.

"Cakra, ketemu nggak!?" Tanya Salma disertai kepanikan luar biasa.

Cakra menggeleng, "nggak! Lu inget-inget lagi coba, kemaren taro mana?"

Salma mendecak, "gue tuh inget banget, kemaren sebelum pulang gue udah taro disitu." Tunjuk Salma ke arah meja rias.

"Terus sekarang kok nggak ada? Kayaknya lu salah naro dah," jawab Cakra lagi mengatur napasnya karena sedari tadi ia sudah mengecek semua meja rias sampai 3 kali tapi tidak menemukannya juga.

"Masa iya masih di ruang seni," Salma mulai menduga-duga.

"Gawat! Ruang seni masih dikunci kalau pagi-pagi gini!" Cakra menepuk jidatnya ikut panik.

Salma mulai mondar-mandir, "kuncinya ada di OB kan?" Tanyanya berusaha tenang namun hampir tidak bisa.

Cakra mendesah berat, "walaupun gue masih baru, gue tahu OB di SMA ini ada 20 orang, lu mau kita cari semua OB, terus nanya satu-satu gitu? Kita pentas 30 menit lagi, Meh."

AstronomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang