Chapter 66 - Tak Berdaya

2.5K 242 266
                                    

"Gue sering banget mikir, kematian adalah hal yang menakutkan, tapi, kalau mati karena orang yang kita sayang, mungkin kematian adalah kenangan paling indah di hidup gue."

*****

"Maaf, gue nggak bisa nyelametin lu."

Setelah beberapa detik kata sadis itu terlontar dari mulut Astro, tubuh Salma tiba-tiba lemah seketika, bahkan tangannya yang tadi berada di genggaman Astro ikut terlepas.

Salma menatap Astro seperti tak percaya perkataan Astro, "lu.. ngomong apa?"

Napas Astro memburu, ia sangat tidak ingin mengatakan semua hal menyakitkan kepada Salma. Tapi, keadaan seolah memaksa Astro untuk memberikan cambukan amat keras kepada Salma dengan perantara kalimatnya.

"Mesin penambah umur ternyata punya ikatan sama Papa, jadi kalau gue ngehancurin mesin itu, Papa juga bakal.." Astro tidak bisa melanjutkan ucapannya, semua terlalu sakit untuk diutarakan.

Salma terdiam sesaat untuk mencerna perkataan Astro. Ia bisa melihat ekspresi Astro saat ini yang terluka, Salma bisa merasakan kepedihannya.

"Gue nggak mau lu hilang, tapi.." Astro dilanda kebingungan sangat besar. Disatu sisi ia tidak ingin kehilangan Salma, dia baru saja merasakan apa itu kasih sayang sekaligus cinta dalam waktu bersamaan, dan Astro juga sudah janji akan menyelamatkan Salma apapun caranya. Tetapi di sisi lain ia tidak bisa membuat Papanya hancur bersama mesin penambah umur, hal besar tersebut bukan menyangkut dirinya saja, tapi keluarga juga pasti akan merasakan dampaknya, terutama Bintang dan Bulan. Terlihat jelas si kembar tersebut sangat menyayangi Jeremi. Apakah ia tega mempertaruhkan nyawa Jeremi dan membuat adik kembarnya bersedih karena kehilangan?

Salma menunduk, ia menghapus jejak air mata di pipi, dengan sebuah keterpaksaan, Salma memilih untuk tersenyum, seperti memperlihatkan kepada Astro kalau ia tidak apa-apa.

"Gue ngerti Tro, mungkin itu yang terbaik."

"Ha? Lu bilang apa!?" Astro terkejut mendengar perkataan Salma terkesan sangat santai.

Diiringi helaan napas, kepala Salma mengangguk, "gue sering banget mikir, kematian adalah hal yang menakutkan, tapi, kalau mati karena orang yang kita sayang, mungkin kematian adalah kenangan paling indah di hidup gue."

Astro menggeleng cepat, tangan Astro mengusap pipi kanan Salma, "jangan, jangan ngomong kayak gitu!"

Tangan Salma ikut memegang tangan Astro di pipinya, "makasih Astro atas semuanya. Gue rela berkorban demi lu."

"Gue bilang jangan ngomong kayak gitu!" kini tangan Astro memegang kedua pipi Salma, ia tidak bisa membiarkan perempuannya berkata sembarangan.

Melihat Astro frustasi, air mata Salma keluar tiba-tiba, ia tidak sanggup menatap wajah Astro yang tak berdaya.

Astro menundukkan kepalanya, laki-laki itu seolah sedang menyalahi diri sendiri, "semua ini salah gue, coba aja gue nggak biarin lu masuk ke kehidupan gue."

"Nggak, lu nggak salah," lirih Salma melepaskan tangan Astro di pipinya dan menggemgam tangan itu untuk memberikan kekuatan, "gue malah berterimakasih banget udah bisa jadi bagian hidup lu."

"Sal.."

"Tro, gue pamit pulang ya," ucap Salma akhirnya, "kayaknya lu butuh waktu sendiri."

"Di waktu kayak gini, lu masih mikir buat gue sendirian?"

Kepala Salma mengangguk, "iya, gue pulang ya.." ijin Salma, dan tanpa berbasa-basi lagi perempuan itu langsung menuju pagar untuk pulang ke rumah.

Astro yang melihat Salma berjalan dengan tertatih-tatih, segera menyusul, "lu bener mau pulang?"

AstronomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang