🌈 4 🌈

483 41 18
                                    


Tak ada ukuran untuk kuat, jika ada ukuran besar maupun kecil. Maka ukuran itu bisa habis dan kekuatan yang dimiliki ini akan menjadi kelemahan jika adanya ukuran kekuatan.

🌈🌈🌈

Setelah di pikir-pikir, Qiana menyetujui permohonan Umar yang mengajaknya bicara. Tapi tidak dengan bu Ucu, karena bu Ucu sudah pulang kerumah jam 14.15 tadi. Karena tugas mengajarnya hari ini telah selesai.

Tapi dengan Syarat yang Qiana kasih ke Umar, untuk tidak berbicara disekolah. Umar yang mengerti, lalu mengajaknya di tempat cafe milik orang tuanya. Qiana setuju saja dan menurut. Karena cafe pasti ramai dan Umar juga bisa memilih tempat agar perbincangan mereka tidak terdengar dengan orang lain.

Qiana pergi bersama supir rumah dan mengikuti motor Umar. Jujur saja Qiana sangat gugup sekali memberi tahukan rahasianya, ia takut jika rahasianya tidak bisa di jaga oleh Umar. Dalam perjalanan menuju cafe, Qiana terus berdoa demi kebaikkannya nanti.

Akhirnya mereka sudah sampai, Qiana keluar dari mobil. Umar mendekati mobil Qiana dan memberikan jarak.

"Ayo masuk."

Qiana hanya menganggukkan kepala saja dan mengikuti langakah Umar sembari menundukkan kepala. Umar memilih tempat  paling pojok dekat dengan jendela.

"Kamu duduklah dulu, aku kesana dulu sebentar."

Lagi-lagi Qiana menganggukkan kepala, setelah itu menundukkan kepalanya. Benar saja, belum dua menit menunggu. Umar sudah datang dan duduk berhadapan dengan Qiana yang sedang menundukkan kepalanya.

"Qiana aku mau bertanya sama kamu."

Tidak ada jawaban dan Umar anggap Qiana mempersilahkan dirinya untuk bertanya ke Qiana.

"Kenapa wajahmu kau tutup dan menjadi jelek?"

Lagi-lagi tidak ada jawaban. Umar mengeluarkan Al-Quran kecil di saku bajunya.

"Aku bersumpah demi Al-Quran ini, tidak akan memberitahu rahasiamu."

Sungguh kedua mata Qiana membulat mendengarkan sumpah yang umar ucapkan. Umar bersumpah tanpa berpikir lagi apa yang akan terjadi nantinya dengan ucapannya itu.

Qiana menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab, lalu menghela napas.

"Tarik sumpah mu itu."

"Aku tidak akan menariknya, ayo jawablah Qiana."

Qiana menghela napas, ini pertama kalinya ia berhadapan dengan pria yang seumuran dengannya. Sedangkan Umar menahan sabarnya menunggu jawaban Qiana.

"A-aku."

Qiana menghela napas lagi, ini lah akibatnya kalo dirinya akan memberitahukan rahasia kepada pria. Bahkan sekarang Qiana merasa lidahnya berat sekali untuk bergerak.

"Aku tidak bisa memberitahukanmu."

"Kenapa?"

"Aku mohon Umar, jika memang kau mengetahui rahasia ku. Tolong simpan rahasia itu, aku belum bisa memberitahukanmu. Aku mohon, jangan kasih tahu ke siap-siapa."

Bidadari Berwajah DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang