Song Jaemin itu memang pribadi yang berisik. Selalu mengoceh tanpa jeda kalau mood nya sedang bagus, apapun yang terlihat oleh matanya tidak akan lepas dari ocehan bibirnya.
Mino bahkan mengakui sifat putra nya itu menurun dari Irene. Jaemin dan cerewetnya itu persis seperti mantan istrinya. Mengingat kembali kalimat barusan mau tidak mau membuat nafasnya sesak.
Ia baru sadar kalau perubahan sebuah status itu akan terasa menyakitkan saat terjadi secara nyata dihidupmu.
Sore itu Song Mino bersiap dengan dua buah koper besar yang sudah ia pastikan segala isinya sesuai dengan yang ia dan Jaemin butuhkan. Pria tampan itu menolehkan kepalanya dan terdiam begitu melihat putra nya juga diam.
Sesuatu yang jarang sekali terjadi. Jaemin yang pendiam adalah sebuah keanehan bagi hidupnya jadi mau tidak mau Mino yang terlihat menarik nafasnya itu kemudian mendekati putranya dan menepuk pundaknya dengan pelan.
"Hey, jangan melamun" Tegurnya dengan suara pelan. Song Jaemin mendongak perlahan kearahnya dan memaksakan sebuah seringai halus diujung bibirnya sebelum akhirnya ia kembali menunduk menatap layar ponselnya yang menampilkan arena game yang menjadi salah satu favoritnya. Mino mendesah melihatnya.
"Come on Jaemin, papi tau ini sulit buatmu tapi bisakah kamu berada di sisi papi kali ini aja" Ujar Mino mencoba membuka sesi obrolan karena jadwal keberangkatan mereka delay beberapa jam.
Baru saja Jaemin hendak membuka suara sebuah suara lain mengusik pembicaraan keduanya. Atensi Mino berubah dari putra nya ke perempuan itu, perempuan yang kini terlihat kesulitan menarik koper besarnya. Mino yang melihatnya buru-buru membantu perempuan itu menarik kopernya dan menaruhnya di sisi koper mereka. Jaemin yang sekali lagi tidak sengaja melihatnya hanya mendengus dan mendecak diam-diam.
"Jaemin, maaf Bibi terlambat... Kalian tidak menunggu lama kan?" Tanya nya dengan suara yang sebenarnya ramah tapi terasa menyakitkan ditelinga Jaemin. Mino yang mendengarnya buru-buru menggelengkan kepalanya dan sontak meraih tangan perempuan itu dengan pelan, yang lagi-lagi membuat Jaemin mendecak.
"Engga Soo ... Kita baru sampai, iya kan Jaemin?" Tanya Mino yang sengaja mengeraskan nama Jaemin diakhir kalimatnya. Kim Jisoo yang kemudian tersenyum ikut menoleh kearah Jaemin dan duduk disamping anak muda itu tanpa permisi.
"Delay berapa jam No?" Tanya Jisoo lagi, sementara Mino yang kemudian ikut duduk di sisi Jaemin yang lainnya hanya menunduk menatap arloji yang melingkar ditangannya.
"3 jam ... Lumayan lama, bagaimana kalau kita makan dulu?" Tawarnya yang kemudian dibalas anggukan oleh Jisoo. Satu tangannya terulur pada Mino yang dengan sigap diraih oleh pria itu. Jaemin yang berusaha tidak melihatnya mendecih sejadinya dalam hati. Setelah kedua orang dewasa itu berdiri Jisoo yang kemudian menoleh kearah Jaemin mengedikkan bahunya.
"Sayang ... Ayo" Ajaknya pada Jaemin. Mino yang melihatnya hanya tersenyum sedangkan Jaemin yang kemudian mendongak menyeringai kearah keduanya.
"Thank you, aku masih kenyang"
"Jaemin, Papi tau kamu belum makan---" Ucapan Mino terhenti begitu saja ketika tangan putranya itu teracung kearahnya sementara Jisoo hanya terdiam melihat bungkusan kotak makan yang ia tahu siapa pemiliknya.
"Owh oke .... Mami kamu emang yang terbaik" Sahut Jisoo yang murni penuh dengan ketulusan, Mino yang mendengarnya kemudian mengulas senyuman tipisnya dan kemudian menarik bahu Jisoo untuk pergi mencari kafe terdekat setelah memberi tanda pada Jaemin untuk menunggu ditempatnya.
Sepeninggal keduanya Song Jaemin mematikan ponselnya, melepas headset yang sejak tadi hanya menempel begitu saja ditelinga dan menarik satu bibirnya keatas mendecih sejadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf