Jantung Mino bergemuruh, detaknya bahkan naik berkali-kali lipat. Ada setitik perasaan aneh yang kini merasuk kedalam dirinya.
Bodoh! Apa yang baru saja aku lakukan-umpatnya.
Mino memejamkan kedua matanya dan kemudian mengusap ujung dahinya sementara layar ponsel masih menempel erat di telinga kiri. Tidak ada balasan apapun dari sana, ia tahu Irene masih ada diujung panggilan. Mino mengenal betul tabiat perempuan itu.
Hidup bertahun-tahun dengan Irene membuat Mino bahkan hafal semua hal, sekecil apapun yang biasanya akan Irene lakukan. Dan Mino tahu ia sudah salah bicara. Giginya menyatu, membentuk suara gemelutuk menahan geraman keluar dari bibir.
Kenapa sih mulutnya ini tidak pernah berhenti mengucapkan hal-hal yang aneh?.
Sial.
"Rene ... Maaf, ah aku --"
'Sudah malam No, aku tutup ya' balas suara lembut itu. Mino yang baru saja hendak membuka suaranya terdiam begitu panggilan ditutup secara sebelah pihak.
Kebiasaan?!.
"No, gimana? Udah tanya Irene?" Tanya sebuah suara yang kemudian berhasil membuyarkan lamunan-lamunan tidak tentu arah dari kepala milik Song Mino. Pria Song yang masih mencengkeram erat ponselnya itu hanya memandang layar ponsel miliknya yang membisu. Sementara Jisoo yang melihatnya hanya mendesah, gamang.
"No ..."
"Udah, Nana ada disana"
Bolehkan Kim Jisoo marah untuk saat ini? Lihat saja bagaimana caranya anak muda itu mempermainkan emosi dan kesabaran Mino dan dirinya. Tidak masalah bagaimana Jaemin bersikap padanya, Jisoo tidak perduli. Ia bisa dengan sabar menunggu pria muda itu bersikap sedikit bijak padanya. Tapi melakukan hal sekonyol ini pada Mino? Pada ayah kandungnya sendiri.
Jisoo sungguh tidak bisa menerima semua ini. Ia sungguh tidak mengerti jalan fikiran anak muda itu. Mempermainkan kecemasan dan kekhawatiran orang yang jelas-jelas paling menyayanginya.
"Ayo kita pulang No ... Ke Korea" Ajak Jisoo lagi. Berusaha menahan sabar yang semakin menipis. Ia tidak mungkin meledakkan emosinya dihadapan Mino untuk saat ini. Setidaknya ada waktu lain untuk sekedar menumpahkan segala keluh nya.
"Soo... Pengobatan kamu?"
"Its okay, aku bisa melanjutkan pengobatan ku di Seoul. Disana juga bagus--"
"Tapi tidak ada dokter Jantung sebagus Dokter Hashimoto--"
"Nana lebih penting No ..."
Song Mino menarik nafasnya lagi. Tidak percaya mendengar ajakan Jisoo barusan. Ia tahu Jisoo begitu menyayangi Jaemin, bahkan mungkin melebihi Mino sendiri. Tapi ia tidak menyangka Jisoo akan mengorbankan kesehatannya diatas Jaemin.
Dan itu membuat Mino sedikit merasa bersalah karena sudah menunjukan kerinduannya yang tidak bertuan pada Irene.
Sebenarnya apa sih yang ia inginkan? Kenapa Mino bisa seceroboh itu bicara rindu pada Irene. Kenapa tubuhnya seperti tidak bisa menahan luapan rasa rindu yang naik walaupun hanya sekedar mendengar suara Irene.
Suara mantan istrinya.
"Terima kasih Kim Jisoo... Kau selalu mengerti aku" Sahut Mino akhirnya, sedikit menutupi rasa bersalahnya karena sudah membuat hati nya sendiri goyah lagi karena Irene.
Jisoo yang mendengarnya menganggukan kepalanya. Tersenyum merekah sembari menahan deburan emosi yang mati-matian ia tahan.
Bahkan Mino tidak sadar kalau ia sudah ada dibelakangnya sejak pertama kali pria itu menelpon Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf