Siapapun akan mengerti seperti apa rasanya kalau orang yang kita sukai justru menyukai orang lain.
Sakit. Sekali, dan Jisoo benar-benar sedih. Tidak bisakah ia bahagia, sedikit saja. Tidak bisa kah Tuhan memberikan dirinya kebahagiaan. Rasanya ia sia-sia saja berjuang untuk hidup kalau Tuhan selalu saja mengujinya dengan keadaan yang jelas-jelas tidak pernah berpihak padanya.
Jisoo bahkan merasa mungkin hidupnya sama sekali tidak berguna. Untuk apa ia lahir, untuk apa Tuhan masih memberinya nyawa sampai hari ini kalau hidupnya selalu saja seperti neraka.
Memiliki penyakit jantung bawaan sejak lahir, Mengetahui kalau katup jantungnya memang rusak akibat kelalaian yang terjadi saat kehamilan ibunya, Jisoo menerima semuanya. Penyakit nya, hidupnya yang selalu berkutat antara obat dan rumah sakit, harus berjuang menghadapi hidup yang membosankan. Jisoo bisa melewati semuanya.
Tapi menerima kalau pria yang ia sukai justru menyukai sahabatnya sendiri. Rasanya ia tidak bisa. Penyakit atau beban hidup masih sanggup ia pikul tapi sakit hati karena ia ditolak bahkan sebelum ia menyatakan perasaannya lah yang justru membuat Jisoo semakin terpukul.
Lagi-lagi Irene, lagi dan lagi. Selalu Irene. Ia bahkan tidak tahu kalau hidupnya yang menyedihkan harus selalu di kompetisikan dengan kehidupan Irene yang sempurna. Tuhan memang tidak adil.
Apa kurangnya hidup Irene. Dia memiliki segalanya, keluarga yang harmonis, tubuh yang sehat dan hidup yang ceria. Kenapa Tuhan harus selalu membuat Irene bahagia dengan mengambil kebahagiaan miliknya juga.
Jisoo tidak ingin apapun. Biarlah penyakitnya ini menempel pada tubuhnya seperti virus yang melekat pada sang inang tapi tidak bisa kah ia memiliki cinta nya.
Demi Tuhan, pria itu adalah satu-satunya pria yang Jisoo sukai seumur ia hidup.
Cinta pertama nya.
Dan Irene mengambilnya.
🌼
Kamis sore, pukul lima lebih lima belas menit.
Song Mino memandang kearah langit yang perlahan berubah warna. Mendung, awan bahkan sudah mengarai membentuk beberapa gumpalan yang seolah siap memuntahkan isinya ke dasar bumi. Hanya menunggu beberapa detik perlahan tetesan air turun membasahi jalanan Kota Seoul yang seharian ini diterpa terik nya panas matahari.
Rintik gerimis itu berubah tempo menjadi deras. Mengucurkan hujan yang sebenarnya. Pria Song itu menarik nafasnya, ia terlambat untuk berlari ke parkiran jadi ia hanya terjebak didepan pintu mini market dengan kopi ditangannya. Sial, seharusnya tadi ia langsung naik mobil saja.
"Mino-oppa..."
Jantung Mino berdesir, seperti terkena terpaan angin hujan tapi rasanya hangat. Perlahan pria Song itu menolehkan kepalanya dan tidak bisa tidak mengulas senyum.
Demi Tuhan perempuan ini bahkan sudah mencuri hatinya dari semenjak mereka bertemu.
Senyumnya cerah, satu hal yang Mino sukai dari Irene. Gadis ini selalu tersenyum dengan lepas ketika mereka bertemu. Awalnya Mino fikir Irene itu tipe perempuan yang judes dan suka memilah teman tapi semakin jauh ia mengenalnya penilaian itu berubah seratus delapan puluh derajat.
Gadis ini menyenangkan. Sesuai dengan tipe nya.
"Oppa..." Panggil Irene lagi. Satu tangannya diangkat melambai dihadapan wajah Mino yang langsung membuat Mino gelagapan.
Sial ia melamun.
"Oh hai Rene .. Kamu sendirian aja?" Tanya Mino, kaku. Padahal ia gugup setengah mati, jantung Mino melompat begitu sepasang obsidian indah itu kembali menatapnya. Bibir indahnya terpout sempurna ketika kalimat terakhir Mino ia dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf