"Na .... Kalau nanti kita udah gede, kamu janji ya sama aku. Apapun yang kamu lakuin, kamu ga boleh lakuin semuanya sendirian" Ucap Jeno kecil. Mereka sedang duduk disebuah taman bermain sekolah tepatnya di sebuah ayunan. Taman nya sepi karena beberapa anak sudah dijemput oleh orang tua nya masing-masing. Hanya tinggal mereka berdua.
Sudah biasa. Mami pasti terlambat menjemput karena sibuk dengan pekerjaan rumah dan kedua anak kembar itu biasanya menghabiskan waktu dilapangan atau di taman bermain.
Hari ini panas. Jadi Nana yang tadinya ingin bermain bola ditolak oleh Jeno. Alhasil keduanya hanya duduk diatas ayunan menunggu jemputan.
"Dih, emang kenapa No? Masa iya kita kudu sama-sama terus sih. Suatu saat nanti kita kudu menggapai mimpi kita masing-masing No"
Song Jeno menggeleng. Ia menghabiskan es krim nya dan melepaskan topi sekolahnya.
"Enggak. Pokoknya ga boleh. Nana ga boleh ninggalin Jeno"
"Iya Jeno"
"Nana janji yah" Sahut Jeno yang mengangsurkan satu jemari kelingkingnya kearah Nana yang menyeringai. Pria manis itu membalas kaitan jemari Jeno yang akhirnya tersenyum.
🌼
"Nana mau jadi pemain bola"
Jeno tersenyum mendengarnya. Pria manis itu menjawab pertanyaan papi Mino dengan begitu antusias. Lalu, ketika papi Mino menoleh kearahnya, wajah itu tersenyum.
"Jeno ... Mau jadi apa?"
Nana dan Irene sontak menoleh kearah anak kecil itu dengan pandangan yang sama-sama antusias.
"Jeno mau jadi dokter ahli"
Nana cemberut mendengarnya. Ia melipat kedua tangannya didada, tidak terima dengan jawaban yang ia dengar. "Katanya kita harus sama-sama ko kamu malah mau jadi dokter sih No! Kamu mah gitu"
"Nana ..." Tegur Mino yang kemudian saling menoleh dengan Irene yang tersenyum hangat.
"Kalo Jeno jadi dokter nanti kalo Nana kenapa-kenapa, Jeno yang ngobatin Na. Nana gimana sih" Balas Jeno. Polos. Tapi sanggup membuat senyuman haru tercipta diwajah kedua orang tuanya.
"Bagus!!! Seorang pemain sepak bola emang harus punya dokter pribadi" Puji Nana tidak mau kalah.
🌼
"Jeno mau beli helm sepeda pi"
Mino yang sedang sibuk dengan macbook nya menoleh kearah putra bungsunya.
"Loh, Jeno kan udah punya helm? Masih kurang"
"Buat Nana... Biar Nana juga bisa main sepeda bareng Jeno" Sahut Jeno pelan. Mino yang mendengarnya hanya mengulas senyum nya lalu berjongkok dihadapan putranya. Mensejajarkan wajah keduanya.
"Nanti papi beliin yah. Tapi janji... Kalo mau sepedaan, jangan sendirian. Jangan jauh-jauh"
Jeno mengangguk dan tersenyum ketika Mino mengusak rambutnya dengan lembut.
🌼
Bagi Jeno, Nana adalah belahan jiwa nya. Separuh hidupnya, mereka bahkan sudah bersama-sama semenjak dalam rahim Irene. Dan mungkin pada saat bayi dulu, saking sayangnya Jeno pada Nana, ia bahkan rela membiarkan Nana terlebih dulu lahir ke dunia. Membiarkan saudara kandungnya itu terlebih dahulu melihat indahnya dunia, memastikan Nana selamat lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf