"Bagaimana kabar kamu Jaemin?" Tanya Leo yang akhirnya duduk disamping Jeno. Kedua mata elang nya mendongak menatap sosok Nana yang duduk dikursi roda dengan wajah lusuh.
"Buruk" Balas Jaemin pelan. Song Jeno yang mendengarnya hanya menghempaskan nafasnya lalu merebahkan kepalanya diujung pembatas kursi taman.
"Hatimu yang buruk, tubuhmu masih sehat kan?" Tanya Leo akhirnya. Senyuman kecil yang kemudian terukir di bibirnya mau tidak mau membuat senyuman miris akhirnya muncul di bibir manis Jaemin. Jung Leo kemudian menoleh kearah Jeno dan Jaemin bergantian lalu menggelengkan kepalanya.
"Ini masih terlalu pagi untuk sekedar menyesali kenapa kalian harus hidup"
"Om..."
"Ayolah ... Nyata nya memang hidup kalian bukanlah yang paling buruk kan?"
Jeno yang mendengarnya mendecak. Mudah memang kalau hanya sekedar bicara, bagi Om Leo yang sudah memiliki segalanya dan terlihat hidup menyenangkan pasti masalah mereka hanya masalah kecil.
Orang dewasa kadang selalu menganggap sepele permasalahan yang dialami anak kecil seperti mereka. Seolah apa yang mereka rasakan bukan apa-apa, hanya masalah sederhana yang tidak ada artinya.
Padahal Jeno hampir saja putus asa.
"Kita tau om, masih banyak yang lebih buruk kehidupannya. Tapi nyata nya kan kita yang rasain, kalian, papi mami, bahkan Om Leo sekalipun ga akan ngerti apa yang aku sama Nana rasain" Ketus Jeno akhirnya.
Jengah.
Tatapan Leo kemudian menyipit begitu ia mendongak menatap Jaemin yang terdiam. Pria Jung itu hanya menyeringai lalu menepuk pundak Jeno dengan pelan.
"Kita ini laki-laki, dan bagi seorang laki-laki, masalah itu adalah sahabat terbesar dalam kehidupan. Sebagai laki-laki, kita harus terbiasa dengan adanya sebuah masalah"
"Jeno ga ngerti" Elak Jeno dengan sebal. Jaemin menyeringai mendengarnya, ia bahkan menahan nafasnya ketika rasa nyeri lagi-lagi mendera bagian belakang tubuhnya. Ia ingin bergerak tapi punggungnya seperti kaku layaknya ada sebuah besi yang masuk kedalam nya. Tapi pria muda itu hanya berusaha menahannya, ia tahu kedua mata Jeno selalu menatapnya sesekali.
Tatapannya. Waspada, penuh kecemasan dan Jaemin tidak ingin melihat ada air mata lagi yang Jeno keluarkan untuknya.
Lagipula Jaemin laki-laki kan? Harus bisa menahan rasa sakit walaupun rasanya seperti tengah meregang nyawa.
Itu kan yang diharapkan oleh para orang dewasa dari anak kecil seperti mereka?.
"Nana ngerti ko maksudnya Om itu apa, sesakit apapun masalah yang kita hadapi, seberat apapun cobaan hidup yang Jeno dan Nana rasain, kita berdua harus kuat. Itu kan ... Maksudnya?" Tebak Jaemin dengan wajah datar nya.
Jeno menatap kearah Jaemin sekilas lalu mengangguk, menandakan persetujuannya atas kalimat saudara nya barusan.
Jung Leo memandang keduanya dan menarik nafasnya dengan berat. Ia merebahkan punggungnya lalu menyeringai.
"Bukan itu maksudku, kalian manusia, wajar sakit hati. Wajar kalau kalian merasa dunia ini tidak adil pada hidup kalian. Kalian .. Punya hati yang mungkin bisa setiap saat merasa lelah dengan hidup yang kalian jalani. Aku tidak meminta kalian untuk kuat, setiap saat. Bukan itu maksudku" Ucap Leo panjang lebar. Kedua pasang mata yang mendengarnya sontak mengarah kepadanya.
Layaknya para murid yang kini menjatuhkan atensi mereka pada sang guru.
Jung Leo menyeringai lalu mengakhiri seringai di bibirnya dengan senyuman kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf