Kim Jisoo mematung begitu lampu emergensi yang menyala kemudian redup. Semua atensi perlahan terarah pada pintu ruangan yang terbuka. Menampilkan seorang petugas medis dengan pakaian tertutupnya, beberapa perawat kemudian berjalan di belakangnya mengiringi langkah petugas laki-laki yang Jisoo tahu dia seorang dokter.
Mino yang masih memeluk Irene membawa perempuan yang masih menangis itu berdiri, berjalan tertatih menghampiri dokter yang kini perlahan membuka masker nya. Jeno yang sudah ada diantara mereka berdiri tegang.
Percakapan diantara mereka sayup-sayup terdengar ditelinga Jisoo. Ia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dokter itu katakan tapi melihat bagaimana tubuh Irene akhirnya merosot kelantai sudah cukup membuatnya mengerti.
Air mata perlahan melesak, memenuhi rongga matanya yang sejak tadi memang menangis.
Walaupun jaraknya lumayan jauh ia bisa dengan mudah mengerti kalau keadaan Nana lebih parah dari yang mereka bayangkan. Jisoo tahu, karena ia melihat dengan kepalanya sendiri bagaimana mobil dengan kecepatan tinggi itu melesat menghantam tubuh kurus nya, menghantam sepeda nya dan melemparkan Nana jauh dari tempat nya semula. Jisoo yang panik saat itu hanya bisa berteriak-teriak tidak tentu arah, mencoba mencari pertolongan pada siapapun yang mendengarnya. Pada Jaehyun dan Rose yang akhirnya tiba, Jisoo bahkan terus histeris dalam pelukan Rose begitu Jaehyun mendekati tubuh Nana yang bersimbah darah.
Jisoo tahu tubuh pria muda itu pasti berada dalam kondisi yang mengerikan saat ini karena kejadiannya begitu menakutkan.
Tangisan Irene yang lirih menjadi bukti bahwa Nana berada dalam batas ambang kehidupannya. Tubuh Jeno yang menempel pada dinding bahkan membuat semuanya sadar.
Bagaimana mengerikannya cobaan Tuhan pada keluarga ini.
Setelah kepergian para petugas medis, semua yang ada di depan ruangan emergensi itu hanya terpekur. Mematung dengan pikiran dan lamunannya masing-masing sampai kemudian Irene beranjak, bangun dengan langkahnya yang lunglai. Mino yang masih berusaha memeganginya mendongak menatap kearah mana tujuan perempuan itu. Kang Seulgi dan Lee Seunghoon yang ada di dekat Jisoo buru-buru mencoba menghadang Irene yang beringsut berjalan mendekati Jisoo yang masih menangis.
Mino bahkan sudah bersiap menarik kedua bahu Irene, menjaga agar perempuan itu tidak melepaskan emosinya saat ini yang pasti sudah menggunung diatas kepala. Tapi langkah Irene yang tegas kemudian membuat mereka tidak berdaya.
Jisoo yang menunduk mendongak dengan air mata yang berderai deras dari kedua ujung matanya. Ia memberanikan diri menatap wajah Irene yang kini menatapnya.
Wajah seorang ibu yang hancur dan rapuh. Jisoo tahu itu.
"Rene .... Aku, aku minta maaf seandainya aku ----"
Ucapan Jisoo terhenti. Semua mata kecuali Jeno bahkan mematung melihat bagaimana Irene memeluk erat tubuh Kim Jisoo, terlebih Kang Seulgi yang kemudian melebarkan kedua matanya. Tapi tarikan pada bahunya membuat Seulgi bertahan pada posisinya.
Tangisan Jisoo meledak, ia tidak bisa lagi menahannya. Ia sudah pasrah kalau Irene memarahinya. Ia memang salah. Ia teledor. Dan Jisoo tahu ini kesalahan yang tidak bisa ia maafkan.
Demi Tuhan ia hanya ingin Nana mendengarkan penjelasannya. Ia tidak berniat membuat pemuda itu celaka.
Pelukan Irene terlepas. Perempuan itu menghela nafasnya dengan lelah.
"Terima kasih sudah membawa anakku ke rumah sakit, Kim Jisoo---"
"Rene ...."
"Aku tahu kau bisa saja mengabaikan Nana, kau bisa saja berpura-pura tidak perduli pada nya ... Pada Nana, kau bisa saja meninggalkan anakku disana ....-hikss" Ucapannya terhenti, berganti dengan tangisan. Ia bisa membayangkan bagaimana kondisi anaknya, kondisi Jaeminnya kalau saja Jisoo dengan tega membiarkannya begitu saja. Irene bahkan tidak bisa membayangkan semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OHANA [ FIN ]
FantasyKeluarga bagaikan cabang-cabang disetiap pohon, kita tumbuh ke arah yang berbeda-beda namun akar kita tetap satu -OHANA- a Minrene and Nomin story ©ziewaldorf