Our Little Contract

19.8K 2.9K 48
                                    

"...Aku akan selalu kejar kamu, tapi...kamu gak boleh balik jatuh cinta apalagi punya harapan apapun sama aku." Tian memandangku serius, suaranya rendah dan dalam, pelan-pelan.

"I would never falling for you. No worries." aku menjawab tegas, mengambil gelas dan minum lagi.

Aku mengamati wajah Tian berubah kaget. Hanya sedetik saja. Lagi-lagi aku melukai kepercayaan dirinya. Entah kenapa aku merasa super excited, senang banget rasanya bisa bikin jelmaan dewa Yunani ini kaget-kaget terus.

"Tapi aku boleh gak, bereaksi kalau kamu...well, deketin aku?" tiba-tiba aku kepikiran. Aku bukan tipe perempuan yang bisa judes atau bersikap gak sopan. Dan mengingat kami bakalan menghabiskan waktu bareng, pasti lebih menyenangkan kalau kami bersikap baik satu sama lain, kan. Well. Sort of.

"Reaksi gimana?" Tian balik bertanya.

"Seperti... I'm fine being with you now. You're fun. You're cool. Let's have some good times together. I will flirt and being coy. But I wouldn't take you as someone special."

Tian berpikir-pikir, "Ya. Oke. Bolehlah."
Ia lalu mencatat lagi di notebooknya, "Ini kayak, friends with benefits gitu gak sih?" tiba-tiba dia mengangkat kepala.

"Erm... Aku gak masalah dengan bagian 'friends'nya..."
Tian kelihatannya cukup seru buat dijadikan teman. Aku juga belum pernah punya teman artis. Ha.

"I don't mind the benefits part, though." Tian memberiku senyum bandel sambil menaikkan sebelah alis.

"Tapi kalau kita sampai tidur bareng, it'll kill the curiosity right away." jawabku buru-buru, "You need those, right?"

Tian berpikir, mengangguk dan menambahkan, "It'll be pointless if you like me back."
Ha. As if!

"Trus kita ada penjelasan apa ke orang-orang sekitar?" mendadak aku parno. Aku gak bakalan bisa menyembunyikan Tian dari Dalin. Dan sebentar lagi si Jupram balik.

"Hmmm. Nice point..." Tian mengusap dagunya, bikin aku gak sengaja fokus liat bibirnya. Dsmn, it's perfect.

"Gebetan?" ia mengusulkan.
"Man, how old are you?" aku mengerutkan kening dan bertanya gak percaya. GEBETAN DONG. Terakhir aku dengar kata itu, mungkin jaman-jaman aku masih pakai seragam sekolah.
"34." Tian mengangkat bahu. Jeez. He's 34! I thought he's 30.

"Kamu?" ia bertanya padaku.
"32."
"Really? I thought you're 26! Riiiight. Kamu tau dong kata 'gebetan'! We're 90s kids!" ia tertawa sampai gigi taringnya terlihat lagi, mengangkat tangan, mengajakku ber-high five. And me, being 90s kids, dengan otomatis menepuk tangan Tian.
"Oke ya. Gebetan." ia menegaskan. Fine.

"Gimana kalau aku mesti pergi-pergi?" tanyaku lagi. Gebetan biasanya ikut kalau ada acara bukan sih?
"Aku ikut. Dan sebaliknya." Tian menjawab yakin.
"Nothing fancy, ya." aku memperingatkan.
"I'll make you fancy if I should go to that kind of event..." Tian menjawab. Aku langsung bergidik membayangkan kemungkinan mesti pergi ke acara rame penuh orang yang sok-sok akrab...

"Sampai kapan kita begini?"
"Sampai aku ngerasa cukup."
"Indikatornya terlalu subjektif. Mention the date."

Lalu mulailah Tian menjabarkan jadwal persiapan pra-produksi bikin filmnya. Which...pretty tense. Kami akhirnya menyepakati satu tanggal, 3 bulan dari hari ini.

Percakapan paling absurd dalam sejarah hidupku: kesepakatan untuk mengejar (Tian) dan dikejar (aku), dan perjanjian serius di atas kertas untuk gak bakalan saling jatuh cinta, jadi gebetan 3 bulan, and hopefully will having some fun doing it.

I wonder if this is how Tom & Jerry got their deals for decades.

"Oke. Jadi ini perjanjian kita..." Tian memutar notebooknya padaku.

Perjanjian Kerja Sama

Lars :
- Tidak berharap punya hubungan apapun sama Tian
- Bersikap baik agar Tian selalu penasaran
- Tidak baper
- Menjaga rahasia kerja sama
- Mau pergi bareng Tian ke berbagai tempat

Tian :
- Membayar DP 50% dan sisanya dilunasi setelah perjanjian selesai
- Bersikap baik, tidak memaksa dan tidak kurang ajar pada Lars dalam proses kerja sama
- Tidak marah kecuali untuk hal-hal keterlaluan yang akan dibicarakan kemudian
- Menjaga rahasia kerja sama
- Mau pergi bareng Lars ke berbagai tempat

"Nama aku tuh Laras, Yan." aku meralat.
"Buat aku, nama kamu Lars." Tian menjawab.

"Kenapa namaku boleh diganti tapi nama kamu enggak?" tanyaku.
"Because it's special for me."
Whoa. Those words! Cukup bikin aku sedikit deg-deg'an. Ga membantu, aku duduk di tempat dengan lampu sedikit remang, dikelilingi rak buku dan memandang tatapan Tian yang...menghipnotis.

Tapi kemudian aku ingat kalau tuh dibayar (gak sedikit) buat menerima perlakuan gombalismus dan sok sweet dari lelaki di hadapanku.
It's all pure business.
Salah nyebut nama doang mah gak ada apa-apanya.

Aku mengambil pulpen dan menandatangani kertas di notebook Tian. Ia melakukan hal yang sama.

"Aku transfer kamu sekarang, kirimi aku detail rekening kamu."
So I did. In few minutes, I'm 15mio richer.

"We're definitely doing this..." ucapku gak percaya.
"Definitely." Tian mengulurkan tangannya.
Aku menarik nafas dalam-dalam, membalas jabatannya mantap.

Aku menarik nafas dalam-dalam, membalas jabatannya mantap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It's on.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang