Arrival of Love

17.3K 2.9K 267
                                    

Road trip is not something you expected happen on your first date. Tapi sekarang, duduk di kursi penumpang dengan Tian yang menyetir sambil makan, aku mendadak sadar kalau mungkin ide bagus jalan-jalan berkendara ke suatu tempat jauh di kencan pertama.

You get to talk. A lot. No distractions. No phone. No other things to do except sit and ride.

Saat kami masuk jalan tol menuju bandara, aku sudah tahu banyak soal hobinya Tian (baca buku, outdoor activities, tennis, game) dan anjing di rumah ibunya, makanan kesukaannya, guilty pleasurenya dengar lagu-lagu top 40 tahun 90an akhir dan 2000an

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat kami masuk jalan tol menuju bandara, aku sudah tahu banyak soal hobinya Tian (baca buku, outdoor activities, tennis, game) dan anjing di rumah ibunya, makanan kesukaannya, guilty pleasurenya dengar lagu-lagu top 40 tahun 90an akhir dan 2000an...

"Termasuk lagu-lagu mellow?" tanyaku sambil tertawa.
"Aku cuma kasihtau kamu nih, ya... Jadi kalau sampai ada cerita di akun gosip, pasti dari kamu sumbernya...." Tian meraih ponselnya, dan dalam beberapa detik, lagu super ear-catchy dari masa remajaku terdengar dari speaker mobil. It's Backstreet Boys. As Long As You Love Me.

Aku menutup mulutku, "Oh my God. Kamu jaman abege baca Olenka sambil dengerin boyband..."
Ia terkikik, "Gak lah. Temennya baca buku serius sih, Michael Learns to Rock!"
Kami ketawa bareng.

"Aku juga suka sih itu. Kayaknya sampai sekarang masih belum move on..." komentarku. Musik tahun 90 akhir sampai 2000 awal di hidupku adalah lagu-lagu easy-listening bergenre bubble-gum pop dan boy/girlbands, alternative rock macam No Doubt dan Coldplay, dan R&B yang manis. The musics are good symphony. The lyrics are poetry.

"Di banyak wawancara, kalau ditanya, aku biasanya cerita suka lagu-lagu 90s dan secara otomatis interviewer bakalan ingat Nirvana, Oasis, Blur, Radiohead, Weezer..."
"Padahal kamu dengerin Paint My Love..."
"Actor." ralatnya sambil ketawa geli, menyebut satu judul yang juga masuk ke playlist Spotify-ku.

Selain fakta menyenangkan kalau Tian dan aku punya playlist yang berasal dari era yang sama, aku juga dapat kejelasan kalau dia single. Pacar terakhirnya dua tahun lalu, omak-nya punya peran penting dalam kehidupan asmaranya, dan kayaknya dia beneran gak pernah ditolak cinta.

"Hmmm. Terakhir nge-date mungkin 9-10 bulan lalu sama salah satu pemain film juga. Diaturin sama teman. Cuma dua kali jalan bareng. Makan. Nonton. That's all. Habis itu jadwalku penuh, susah punya waktu bahkan buat main game."
"Is she pretty?"
"Yes. Tapi kami gak terlalu cocok. Aku suka yang bisa diajak seru-seruan, dan dia terlalu khawatir soal banyak hal. I'm very picky, indeed." Tian menjawab sambil menggerak-gerakkan alisnya sok cakep, bikin aku mendorong pundaknya sebel.

"What about you?" ia bertanya setelah tawanya mereda.
"What about me?" aku balik bertanya, mengulur waktu. Aku gak siap dengan pertanyaan ini.

"Kenapa kamu belum punya pacar?"
"Gak mau. Sudah pernah." jawabku singkat.

Tian menoleh, memandangku beberapa saat, dan tiba-tiba tangannya yang besar mengusap pipiku.
"It's okay now..." nada suaranya terdengar pengertian dan lembut banget, sampai aku malah pengen cerita semuanya.
But I shouldn't. No.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang