"Okay, now open your eyes." aku memberi instruksi.
Tian duduk di depan meja penuh mangkuk dan piring berisi makanan yang kami bikin dua jam terakhir.
"Wow."
"Proper birthday dinner at home, as you wish." aku menambahkan, menyimpan piring kosong di hadapan Tian.
Sesuai permintaan Tian sebagai the-birthday-boy, dia pengen makanan rumahan yang paling aku suka. I know. It's absurd. Tapi baiklah. Jadi menu malam ini adalah sayur lodeh dengan kecombrang, tempe goreng, ayam kemangi, perkedel jagung dan nasi liwet plus sambal tomat. And also, a peach cheesecake.
Aku bisa makan semua menu ini tiap hari selama sebulan, malahan.Tian menarikku duduk di pangkuannya, "Terimakasih, Lars." ia berkata serius.
"Sure." Well, to be honest, I can't stop smiling. Meskipun pegel-pegel banget, nyetir plus belanja lanjut masak-masak... But it's all worth the struggle, seeing how excited Tian is, right now."Aku mau foto makanan ini, semuanya." Tian mengumumkan, "I'm going to show the world how lucky I am!"
***
Setelah selesai makan, selesai cuci piring dan beresin dapur, kami duduk-duduk di kursi, kekenyangan dan ngobrol-ngobrol gak jelas. Tian mesti balik Jakarta, dan aku juga belum packing dan siap-siap berangkat pakai kereta jam lima pagiku besok.
Saat berdebat soal Nicholas Flamel, mendadak terdengar bunyi dengungan keras dari meja. Ponsel Tian dalam vibrate mode. Ia meraihnya malas-malasan, sebelum tertawa dan menerima panggilan.
Videocall.
"Haiiiii Bastian! Dimana? Baru ingat Omak ini hari lahir kau! Selamat ulang tahun, akhirnya tidak party-party! Kau masak apa itu, tempe sama lodeh? Bisa dimakan gak?" sebuah suara keras terdengar."Gak party, Mak. Tian dimasakin sama perempuan manis di Bandung. Sebentar..." Tian menjawab sambil ketawa, menarikku mendekat.
Oh no. Ini ibunya Tian! Belum sempat mikir apalagi kabur, tiba-tiba ponsel Tian dan sosok wanita cantik di dalamnya sudah di hadapanku."Hey, manis kali kau! Masak buat Bastian? Terimakasih ya!"
Aaw. Aku langsung luluh. Meski bicaranya kayak marah-marah, tapi wajahnya ramah banget!"Sama-sama, Tante." jawabku, masih agak jiper.
"Ini yang kau cerita Laras itu, Tian?"
"Iya, Mak. Ini Laras yang Tian cerita kemarin."
"Nanti kasih Omak nomer telponnya ya!"Mati aku.
"Ya sudah. Laras, nanti ketemu di Jakarta ya kalau sempat. Tian, pulang kau Nak, ya! Jangan nakal-nakal!"
Whaaat? Nakal-nakal. Duh. Emang ya, firasat buibu..."Iya Mak. Ini Tian mau pulang ke Jakarta. Nanti dikabarin kalau berangkat dan sampai rumah ya." Tian menjawab, masih merangkulku santai.
"Sebentar ini Papa mau ngomong."
Dan sejurus kemudian, seorang lelaki berambut gondrong panjang, lurus, putih, lengkap dengan jenggot menutupi leher dan wajah mirip Saruman di Lord of The Rings berpeci, muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
Chick-LitLaras Sada bercita-cita hidup tenang, sendirian...selamanya, kalau bisa. Dia gak butuh pasangan dan cerita romantis lagi. Pekerjaannya yang sibuk sebagai Manajer Reservasi di Hotel Stanna membuat hidupnya yang soliter terasa seimbang. Dia punya dua...