Friends and Their Benefits

28.8K 3.5K 260
                                    

Makan siangku yang terlambat hari ini dimulai jam 15.30, sendirian di ruang kerja, ditemani chat call dari Prama di Estonia.

Let me tell you about my two closest friends in the whole world. Dalinta dan Prama. Keduanya kukenal sejak SMA, aku sekelas dengan Dalin, sementara Prama adalah kakak kelasku yang bikin klub astronomi di sekolah, klub yang cuma punya dua anggota: dia dan aku.

Setelah lulus ITB, Prama lalu dapat beasiswa ke Amerika, lalu sekarang kerja di Estonia, di sebuah observatorium bintang yang super keren. Astronomy is his passion.

Sementara akuu...
Aku gak tega banget bilang sama Prama kalau aku tadinya mengira klub astronomi itu isinya orang-orang yang percaya zodiak dan nulis ramalan bintang di Mading Sekolah.

Aku gak tega banget bilang sama Prama kalau aku tadinya mengira klub astronomi itu isinya orang-orang yang percaya zodiak dan nulis ramalan bintang di Mading Sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Anyway.
Akhirnya aku jadi paham soal astronomi, sedikit, gara-gara Prama dan hasrat menggebu-gebunya menelaah langit. He's such a contagious geek. Dalin yang gak percaya pada alien pun, mengakui kalau teman kami satu ini sangat menghibur kalau sudah bercerita tentang antariksa.

"Jadi...apa kabarnya dunia astronomi, Pram?"
"Hmmm. Aku sudah cerita tentang quasar yang ditemukan tahun 2018? Satu cluster galaksi yang punya 690 triliun matahari... Bandingkan sama galaksi kita, Milky Way, yang cuma punya sekitar 400 milyar tata surya. It's huge. Like, uber huge...!"
Right? Right?

Bayangkan. Manusia tuh betulan cuma setitik debu di lautan benda-benda semesta. We talked about something higher beyond our blue sky, and it should makes our feet (and ego) stays on the ground. Gak bisa sombong, gak bisa ngerasa paling pinter, gak bisa culas. Prama is someone who helps you learn to be humble, and I kept him close.

"Makan sore apa kamu?" ia bertanya, setelah kami diskusi soal kemungkinan adanya blackhole di quasar bersinar.

Menu makan siangku hari ini adalah tumisan sayur, tim ikan dori dan kremesan yang sengaja kubuat untuk ganti kerupuk. Aku menyebutkan semuanya, dan ia mengerang di ujung telepon.
"I'd kill a star for those fooooood!"

"Di sana gak ada makanan enak, emangnya?"
"Roti. Kentang. Bubur gandum. Bit. Telur rebus. Sosis. NGGA ADA LAH, RAS. Aku udah bosen banget makan makanan sini! Aku sampe kurus!"

Kami sama-sama ketawa. Aku dan Prama punya nickname jaman SMA dulu.
Aku adalah Mars gara-gara suka warna merah dan...being a highschool, teenage, annoying girl, semua printilanku harus matching lah ya. Bisa dibilang, aku sudah kayak anggota parpol lagi kampanye. All red!
Sementara Prama dipanggil Jupiter, karena dia tinggi dan super besarrrrr. Mungkin waktu itu beratnya 100 kg. Dia suka banget makan, aku suka banget masak. Panggilan sayangku dan Dalin untuknya adalah Jupram.

"Kalau kamu pulang, aku masakin apapun makanan yang kamu mau!" janjiku. Terakhir dia pulang ke Indonesia, 5 tahun lalu.
Aku cuma bisa bersyukur sih, di hari terburuk dalam hidupku, ada dia dan Dalin dan Agas. My three big rocks.

"Mau pulang. Tapi lagi tunggu tanggal ngantor dari LIPI."

WAIT. WHAT?
Suapanku terhenti di depan mulut.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang