Move Closer

17.1K 2.9K 78
                                    

Sambil berjalan menyusuri setapak yang konon mengitari seluruh hutan di resort menuju gedung tempatku menginap, aku menyadari banyak hal.

1. Aku butuh lebih banyak pohon di B&Bku kelak. Rumah pohon buat anak-anak is a must.
2. Ide bikin kolam-kolam pemandian tersembunyi di hutan, jenius banget, tapi ngeri juga kalau dipakai mesum tamu random. Dan...it's maintenance's nightmare!
3. Harus cari tahu tentang lampu yang ditanam di jalan setapak. Dia gak selalu menyala sepenuhnya, tapi pakai sensor. Would be a nice addition for Stanna as well...

Dan tiba-tiba aku sudah sampai di depan pintu kamarku. Barulah aku diserang panik...aku gak tau mesti bicara apa sama Tian. Is there actually anything to talk about? I canceled our contract.

Aku masih berdiri saat tiba-tiba pintu terbuka, dan Tian berseru kaget sambil lompat ke belakang.

"LARS! You scared me! Kamu ngapain di depan pintu gak pake ketuk?" pekiknya, sementara aku gak bisa menahan tawaku melihatnya masih kaget.

"Kamu mau keluar?"
"It's 20 minutes already." Tian menunjuk jam tangannya. Oh. I didn't realize.

"Kamu mau duduk di dalam atau..."
"Let's walk. Aku tadi baca ada menara pengawas keren di sini, aku pengen lihat!" jawabnya super excited, menularkan antusiasme.
Aku juga! Salah satu fasilitas yang bikin aku penasaran pas aku lihat di web. Tamu bisa naik ke satu menara tinggi dan tidur pakai sleeping bag di antara pepohonan.

Meski jadinya mirip communal camping tapi buat orang yang tiap hari berkegiatan di kota besar, ini menyenangkan banget! And also, for kids

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meski jadinya mirip communal camping tapi buat orang yang tiap hari berkegiatan di kota besar, ini menyenangkan banget! And also, for kids.

Tian menutup pintu dan memberiku kunci kamar.
"Is everything okay?" tanyanya serius.
"It's fine."
"He owed you a big apology."
Aku menggandeng lengan Tian, berjalan bersamanya, "Forgiven. Not forgotten."

***

Pembicaraan dengan Tian selalu diawali dengan ringan. It's better karena ngobrolnya sambil berjalan menyusuri pepohonan. Untungnya, ternyata lumayan banyak orang yang punya ide keliling resort malam-malam, menghilangkan kesan horor dan sepi.

 Untungnya, ternyata lumayan banyak orang yang punya ide keliling resort malam-malam, menghilangkan kesan horor dan sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"...jadi aku mulai syuting minggu depan. Sepertinya cuma 3 mingguan aja, mengingat lokasinya pun gak ada yang jauh." Tian lagi cerita soal kerjaan bikin film. Semingguan ini dia reading dan pra-produksi, makanya dia gak sempat balik Bandung lagi.

"Jadi udah oke ya Aldo?" tanyaku, mengingat pertama kali kami ketemu, itu urusan mewujudkan karakter lelaki desperate dari novel romance.

"Oke. Should be. Aku akhirnya tau rasanya 'digantungin' orang." jawabnya, "And it sucks. I can't eat, almost can't sleep... Tapi berita bagusnya, selama seminggu kamu hilang kemarin, aku turun berat badan 6 kilo."

Aku berhenti sebentar dan mengamati Tian. He's still gorgeous. Nothing changed.

"Aku datang buat brief, dan Erwin, sutradaranya, bilang: 'Woooow. Kamu persis bucin depresi. Good job, man.' I was really happy, but it's kinda sad... Aku jadi bingung sendiri." Tian menggelengkan kepala.
Tapi sejujurnya, aku senang dia mencapai tujuan awal kami bikin kontrak waktu itu.

"So. What's with the refund?"
There we go. Now we're really talking.

Aku menarik nafas.
"Good news. I got promoted."

"Really? And become what?"

"Ms. Laras Sada, General Manager of Stanna Bandung." jawabku dramatis.

"WAOW, LARS. THAT'S COOL!" Tian berkomentar sungguh-sungguh, memanggil kembali perasaan bangga yang kurasakan beberapa hari lalu.
"You deserve it. Stanna deserves you." ia memelukku sekejap, "Bagus banget buat latihan sebelum buka B&B kamu sendiri."

He's the only person who's realizing it!

"I know right. Dan, aku dapat kenaikan gaji, lumayan signifikan yang bisa kutabung banyak sampai tahun depan." aku menambahkan, "So I don't need your money anymore. And you, already know how it feels to be pathetic. We both reached our goals."

Tian berhenti berjalan.
"You're canceling our contract." ia menyadari.

Aku mengangguk. Cemas dengan reaksi Tian yang tampak...kecewa? Kaget? Terguncang? Aku gak bisa lihat terlalu jelas.

"What would make you stay with me, then?" Tian bertanya.

"Because I want to." jawabku tanpa berpikir, dan dalam sekejap Tian terlihat lega.
"We shouldn't start anything based on those two super shallow stuff you hate so much, right?"

Tian menggelengkan kepala, sementara senyumnya melebar.
"So we're starting something here?"

"Only if you want to."
Aku mengangkat bahu. I don't wanna look to eager, but what the hell! I'm telling him what I want. "I'd love to see you more. And maybe spend lots of time reading and talking with you."

"Sure." Tian berdiri di hadapanku, kedua tangannya mengelilingi pinggangku, dengan senyumnya yang menawan dan tatapan manis.

"Tapi aku punya pengganti untuk poin pertama perjanjian kita."
"Shoot."

"Komunikasi yang jujur dan apa adanya." tegasku.
"Lars, come ooon. I won't lie to you. Plus, kamu yang gak komunikasi jujur dan apa adanya, terakhir kali." ia memutar mata dengan kesal.

Ha. Iya sih, emang aku yang ngaco kemaren tuh.

"Itu aja?" Tian bertanya lagi.
Hmmm.
"Jangan lama-lama mikirnya. I need to kiss you badly, since I first saw you tonight."
Oh!

Tian tertawa kecil sebelum meraih wajahku yang sekarang pastilah kelihatan salah tingkah, dan menciumku dalam-dalam.
Mmmhmm.
This is really nice. Yes.

***

Somehow, kami berhasil nyampe ke menara. Meskipun sekarang sudah jam 23, but we did! Ada satu petugas yang membagikan selimut, bantal besar buat duduk dan minuman hangat (bandrek/hot chocolate/teh/kopi). Sudah ada satu keluarga dengan dua anak kecil tertidur di satu pojok, dan segerombolan perempuan muda terkikik-kikik di sudut lain.

Kami duduk di area yang masih kosong. Memanjat cukup tinggi barusan, pemandangan citylights Subang (atau Bandung?) terlihat dari jauh. Sisanya adalah kanopi hutan.

"Besok aku balik Jakarta." Tian memberitahu sementara kami mengatur posisi bantal-bantal besar untuk duduk.
"Okay."
"I need a proper dinner. And I want you to cook."
"Dan sejak kapan aku harus ngikutin semua keinginan kamu?" aku mengerutkan kening sambil duduk di sampingnya.
Tian menarikku masuk ke rangkulannya dengan selimut di atas pundak kami, dan tertawa.

"Besok hari ulang tahunku. And I get to celebrate my new girlfriend." jawabnya.

Whoa. "I'm not your girlfriend. We're just...being together." aku berkata buru-buru. Aku gak mau cepat-cepat menjalin hubungan apapun sama siapapun!

"Yeah. Absolutely." Tian menjawab, mengedipkan sebelah mata, "You're my girl."

"Not. Yet." aku bersikeras.

"Fine. Gebetan, then."
That old word. Aku gak bisa menahan tawaku. Tian mencium pipiku, "We'll make it work, gebetanku."

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang