The Closure

16.2K 2.8K 108
                                    

Aku dan Tian ke luar hall, yang ternyata cukup sepi dari riuhnya musik, dengan pemandangan hutan dan udara yang jauh lebih dingin.

"Kamu kenapa?" ia baru ngeh dengan sisa-sisa air mataku, menghapusnya dari pipiku pelan-pelan. "Aku kasar ya? Maaf. Are you okay?" Tian bertanya dengan lembut.
I miss him. I realized I miss him like crazy.

Aku menggelengkan kepala sambil berusaha mengenyahkan ide mencium bibirnya, dan menanyakan hal paling masuk akal saat ini, "What are you doing here?"

"I went to Stanna. And to your house. Tapi kamu gak ada. Akhirnya aku nelpon Dalin, dan dia kasihtau kamu disini malam ini... Reuni SMA."
Ah. Tentu saja. Mereka sempat tukar-tukaran nomer di bandara.

"Kenapa gak telpon aku dulu?"
"Aku perlunya ngobrol langsung."

Oh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oh. Oke. Aku menunggu Tian bicara, memperhatikannya dalam cahaya remang koridor yang berbatasan dengan area hutan. He's gorgeous, as always. Jeans, sneakers, sweater, jaket... Dia kelihatan casual dibandingkan semua orang lain di dalam hall, tapi somehow kelihatan paling good looking. Meskipun mukanya judes.

Kami masih berdiri, saling berpandangan dengan canggung.
"Yan, mau ngobrol apa?" tanyaku.
Dia memandangku beberapa detik lagi, lalu mengeluarkan ponselnya, dan memperlihatkannya padaku. Foto bukti transfer yang kukirim padanya hari Jumat.

"You're trying to get rid of me!" ia berkata dengan nada kesal.
"I'm not! I'm paying you back." jawabku jujur.

"Kamu pergi gitu aja, minta aku jaga jarak, menghilang dan tiba-tiba...ini. How come? And why?" Tian mengacungkan empat jarinya dengan dramatis.

"Yan, kamu check-out aja sama orang lain. I thought you've had enough of me."
"You've said you need some space!" Tian menyusupkan sebelah tangan ke rambutnya, berseru frustasi.

Well. I did.
And...he's actually did what I asked.

"So you're not ghosting me?" aku bertanya, tanpa bisa kutahan. Tian memandangku dengan wajah judes dan tatapan sinis. I shouldn't ask.
Should I say sorry now?
And, what's next?
Perasaanku yang kemarin seperti potongan puzzle berantakan, perlahan mulai tersusun rapi. One thing I'm sure of, I want this guy more than I ever want anything before.

Not in some sort of relationship. But, still...

Mendadak, pintu terbuka.
Radya keluar dari hall, dan memandangku9. Melirik Tian. Menatapku lebih lama.

"Ya? Ada apa?" Tian yang bersuara, bergerak ke sampingku saat melihat gelagat Radya yang gak jelas.

"Ya? Ada apa?" Tian yang bersuara, bergerak ke sampingku saat melihat gelagat Radya yang gak jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang