"We're here."
Suara Tian membuatku terlonjak, kembali ke dunia nyata. Dalam kekagetanku mendapati dua sahabatku ternyata saling suka, aku mengiyakan Tian ajak aku ke tempatnya.
And here we are, di parkiran sebuah gedung kecil bertingkat dengan gaya modern, dinding kaca besar dan pintu otomatis."Kamu tinggal di sini?" tanyaku gak percaya. Lebih mirip kantor high-tech daripada tempat tinggal.
"Di lantai 5..." Tian mematikan mobil.Sejujurnya, aku gak tau mesti bersikap apa. Dalam waktu kurang dari seminggu, mendadak aku menghabiskan hampir setiap hari bersama lelaki yang baru kukenal...dan sekarang aku naik lift ke rumahnya!
Aku bukan penganut paham one night stand dan friends with benefits, meski gak suci-suci amat. Tapi aku gak pernah kayak gini sebelumnya. Dengan perasaan acak-acakan aku mengikuti Tian.
"Stop giving me that look," Tian akhirnya berkata saat kami berdiri di depan sebuah pintu besar, "Kamu bikin aku ngerasa jadi penjahat. Kalau kamu mau pulang ke Bandung sekarang, ayo."
Aku menghembuskan nafas, "Aku belum pernah tiba-tiba dibawa pulang sama orang yang baru kukenal ke rumahnya, Yan."
Ia memandangku kaget dan tiba-tiba ketawa.
"I won't do anything you don't want. Kita masuk, aku mau mandi, ganti baju tidur, dan kamu juga boleh kalau kamu mau. Setelahnya, aku buka sofabed, tidur di sana. Kamu pakai kasur aku. Besok pagi, habis aku lari, kita sarapan, balik Bandung. Gimana?" tanyanya."Okay." akhirnya aku memutuskan, meskipun gak yakin.
Tian memasukkan kunci, membuka pintu, menyalakan lampu... Dan aku melongo melihat pemandangan yang mirip sama apartemen di majalah-majalah interior design di hadapanku.
Bergaya industrial, didominasi warna hitam putih dan abu-abu dari dinding semen, apartemen studio Tian adalah sebuah ruangan besar dengan tempat tidur di satu sisi, sofa dan tv di sisi lain, area kerja dengan PC dan rak buku, dapur sederhana mirip pantry bermeja makan, serta satu ruangan tertutup yang kayaknya adalah kamar mandi.
It's not just a small studio apartement.
It's a huge loft."Aku beresin tempat tidur, kamu mandi duluan..." Tian memberiku handuk dan pakaian bersih yang diambilnya dari salah satu dinding sebelah kamar mandi/lemari geser. Dengan cepat aku mandi air panas dan sikat gigi, lalu keluar dalam kaos dan sweatpants Tian, dan tentu saja lensa kontak yang sudah berganti kacamata.
"This is really nice. Aku gak ngerti kenapa kamu mesti pindah ke Stanna, padahal rumah kamu senyaman ini..." aku duduk di sofa.
"Aku malah pengen pindah ke tempat yang lebih kecil. Aku sebetulnya gak suka ruangan luas kalau sendirian. Tapi di sini dekat dari kantor manajemen, gym, Ubastech, ada toko buku gak jauh, tempat makan... So, I stay."
Tian menjelaskan, menghampiri dengan gelas di tangannya. Aku baru sadar aku haus banget. Barusan di bandara, pesananku ditenggak Dalin sampai habis gara-gara dia kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
ChickLitLaras Sada bercita-cita hidup tenang, sendirian...selamanya, kalau bisa. Dia gak butuh pasangan dan cerita romantis lagi. Pekerjaannya yang sibuk sebagai Manajer Reservasi di Hotel Stanna membuat hidupnya yang soliter terasa seimbang. Dia punya dua...