Akhirnya aku beli buku yang kubaca di RL barusan. Di rumah, setelah mandi dan ganti daster tidur, aku melanjutkan baca di kasur...
Dan tiba-tiba alarmku bunyi.Nelpon Uli.
Oh iya. Aku padahal sudah sukses menghilangkan bayangan Tian tadi sore di RL, menggantikannya dengan John Yossarian.
Tapi keburu janji mau nelpon Uli. Ya okelah. Panggilan pertama, lama gak diangkat, sampai masuk ke pengalihan. Sekali lagi deh."Lars." suara Tian menjawab.
Ah shit! Aku pengen banget nutup telepon. But it's such a childish, childish move."Ulinya ada?"
Rasanya kayak nelpon di tahun 90an dimana kita cuma bisa bicara pakai telepon rumah."Dia lagi keluar, telponnya ketinggalan di kamar." Tian menjawab dingin.
Oh. Oke. Aku tahu mestinya aku dadah-dadah aja ya kan. Uli-nya juga gak ada. Tapi...suara Tian bikin aku sadar, aku sudah lama gak dengar dia bicara langsung.
"I saw you today." entah kenapa aku berkata.
"Oh ya?" Tian kaget.
"Di RL. Dan aku ketemu Uli di kasir. Lalu dia minta diajakin jalan-jalan keliling kota besok, ke bonbin dan naik bandros...""Ah. Si bocah. Sudah gak bilang-bilang ketemu kamu, besok niat ninggalin aku sendirian dan ngerepotin..." Tian berkata sambil tertawa kecil. Damn. Aku bisa membayangkan semua bagian wajahnya saat ia tertawa, mulai dari matanya yang menyipit, semua lesung pipinya muncul, dan bibirnya...
"Apa kabar, Lars?" ia bertanya.
"Baik-baik. Aku sering lihat muka kamu dimana-mana sekarang." jawabku sok asyik, mencoba menghilangkan kegugupan. Padahal tanganku sudah dingin dan jantungku berdebar-debar."Sebaliknya, aku sudah lama gak lihat kamu," ia berkomentar, "How long was it?"
Aku mengambil kalender di meja samping tempat tidur. "Mmm...sebulanan?" aku membalik dan mencari tanggal terakhir kami ketemu. Di Jakarta. Sebulan lalu.
Lalu aku menyadari sesuatu. Aku membuka-buka halaman kalender. Bulan sebelumnya. Lalu sebelumnya lagi.
"Dapat buku apa dari RL hari ini?" kudengar Tian bertanya. Tapi pikiranku sudah keburu penuh dengan pertanyaan-pertanyaan dari diriku sendiri.
"Catch 22. Yan, I gotta go. Bye." aku menutup telepon dan setengah berlari ke kamar mandi. Membuka kotak obat. Lanjut lari ke lemari persediaan, memeriksa...
Ponsel di tanganku berdering. Aku bahkan gak sadar aku masih pegang handphone.
"Lars. Is everything okay?" ia menelponku balik dari nomernya sendiri."No." jawabku lemas, merosot ke lantai saat menyadari sesuatu.
"Kamu di rumah? Aku ke sana sekarang."***
Rasanya cuma sekejap banget, aku masih ndelosor di lantai dan tiba-tiba ada ketukan di pintu. Aku membukanya dan Tian berdiri di depanku, seperti mimpi. Aku mengedipkan mataku, memastikan kalau ini beneran. He's really here. In his sleeping pants and tee and sandals.
"Lars. What is it?" ia bertanya, memegang kedua pundakku. Terlihat serius dan sedikit panik.
Mungkin gara-gara aku kedip-kedip.Aku menariknya masuk, menutup pintu dan mendudukkannya di sofa.
Menarik nafas dalam-dalam. Here it goes."Yan. I think I'm pregnant."
His first expression is pure shock.
"What? How? When?" adalah kata-kata yang keluar dari mulutnya."Barusan kamu tanya kapan kita terakhir ketemu, dan aku ngecek kalender, dan aku baru sadar kalau... I haven't had my period for almost 2 months." jawabku, masih gak percaya.
![](https://img.wattpad.com/cover/218226363-288-k239843.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
ChickLitLaras Sada bercita-cita hidup tenang, sendirian...selamanya, kalau bisa. Dia gak butuh pasangan dan cerita romantis lagi. Pekerjaannya yang sibuk sebagai Manajer Reservasi di Hotel Stanna membuat hidupnya yang soliter terasa seimbang. Dia punya dua...