Menghabiskan waktu bersama Dalin dan keluarganya, adalah salah satu dari sedikit hal yang bikin aku merasa gak kesepian.
Dalin tinggal di sebuah rumah besar yang selalu ramai, sejak awal kami berteman, sampai sekarang. Aku diomelin, dinasehati, diinterogasi, dibully sama semua anggota keluarganya. Aku menghabiskan banyak liburan di sini, termasuk hari pertama Lebaran.
"Laras! MAKAN!" Mande, panggilan sayang mamanya Linta, mendorongku ke meja makan saat melihatku.
"Nde, nantilaaah. Laras mau temenin aku packing dulu. Besok aku ama Laras pergi nginep ke Jakarta." Dalin menarikku naik tangga sebelum aku sempat menjawab.
"Eh? Eh? Kalau ke Jakarta, Mande nitip sesuatu untuk si Umak. Gak jauh kok, rumahnya dia Alam Sutera. Deket laaaaa..."
Mande selalu punya sesuatu untuk dititipin kalau ada siapapun yang ke luar kota. Aku dan Dalin pernah ngtrip ke pelosok Kamboja demi lihat Angkor, dan masih tetap ada saudara atau temannya Mande di sana untuk dibawain dendeng kering atau sekedar keripik sanjai!"Mande, Jakarta itu beda kota ama Alam Sutera!" Dalin menjawab sebelum menutup pintu kamarnya.
Kamar Dalin adalah kamar impian semua cewek. Dia punya balkon, punya lemari dinding besar dengan cermin-cermin di seluruh bagiannya, ranjang besar bertiang dengan kanopi, dinding berwarna ungu lembut, rak berisi sepatu-sepatu dan lemari kaca berisi koleksi tas."Gue pakai apa buat jemput Prama? Lo pake apa?" ia bertanya padaku, membuka lemari dinding yang menampilkan deretan pakaian tersusun sesuai warna.
Aku gak pernah mikirin pakai baju apa tiap pagi. Isi lemariku 80%nya kaos warna hitam dan putih, jeans, sedikit sundresses dan beberapa outer. Meskipun, harus diakui, aku punya terlalu banyak scarf di bagian atas lemariku."Kaos. Jeans. Birkenstock. Usual stuff." aku mengangkat bahu. Juga dengan sepatu. Aku cuma punya empat alas kaki: oxford shoes untuk kerja, Birkenstock untuk sehari-hari, flatshoes abu-abu gelap super casual dan sepasang nude pumps 5cm untuk acara resmi.
Dalin, on the other hand... Aku tahu sejak SMA dulu, dia hampir selalu terlihat manis banget tiap kali kami bertiga hang-out bareng.
"Gue dandan tuh buat tiga orang, karena kalian berdua selalu kelihatan kaya gelandangan tiap kali kita pergi bareng..." jelasnya suatu waktu. And she always did. Makanya dalam foto-foto kami bersama, Dalin selalu kelihatan jadi yang paling good-looking, sementara aku dan Prama konsisten dalam kaos dan jeans. Belakangan, aku mulai suka pakai scarf, dan Prama makin rapi, kalau lihat dari foto-fotonya."Ini? Gimana?" Dalin mengacungkan sebuah dress bunga-bunga yang super cantik.
"Buat jemput Prama doang?" aku meliriknya gak percaya.
"Gue nanti pasti ngambek, atau mungkin nangis... Gue harus kompensasi dengan sesuatu yang cantik dilihat. My face could be ugly but overall I still have to looked pretty."My BFF, ladies and gents.
Jangan salah, meskipun kadang Dalin kasih impresi sedikit dangkal, tapi sejujurnya, dia salah satu perempuan tercantik dan terpintar yang pernah kukenal. Saat semua orang di SMA kami berpikir dia cuma siswi cantik biasa, Dalin mendadak jadi juara umum di sekolah. Setelahnya, dia masuk kelas unggulan. Lalu menjelang kelulusan, Dalin diprediksi jadi anak Fikom yang gaul dan kece, dia masuk FKG. Lulus cepat, koas dengan pujian, ambil spesialis... Dia rajin, pintar dan berkomitmen. Sayangnya, rata-rata orang akan dengan cepat menilai, "Cakep sih, tapi kayaknya bakalan high-maintenance dan sibuk dandan mulu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
Literatura FemininaLaras Sada bercita-cita hidup tenang, sendirian...selamanya, kalau bisa. Dia gak butuh pasangan dan cerita romantis lagi. Pekerjaannya yang sibuk sebagai Manajer Reservasi di Hotel Stanna membuat hidupnya yang soliter terasa seimbang. Dia punya dua...