3; His condition

11.4K 1.7K 94
                                    

Doy memarkirkan mobilnya di dalam garasi rumahnya. Sesekali ia membuang nafasnya kasar. Sebelum ia turun dari mobilnya, ia melamun sejenak. Memikirkan berbagai macam hal.

Mulai dari pekerjaannya, biaya pernikahan, biaya mahar belum lagi untuk seserahan, dan Ara.

Ia berpikir, pikirannya sudah siap untuk mengatur hal-hal seperti itu, tapi nyatanya itu semua sangat sulit di hadapi. Satu persatu hal serasa gak selesai dengan mudah.

Apalagi perihal pernikahan dan mahar. Doy memijat pelipisnya. Menyalakan layar hapenya dan melihat mobile banking.

Lagi-lagi, ia menghela nafasnya. Terasa berat dan sesak.

Pikirannya kembali mengulang kejadian pasca malam lamaran dirinya dengan Ara. Saat prosesi lamaran selesai, keluarga kedua belah pihak mendiskusikan waktu kapan yang tepat untuk pernikahan Doy dan Ara berlangsung.

Mamah Ara berkata, "Sudah jadi tradisi kami ya bapak, ibu sekalian, kalau ada anak perempuan di keluarga kami akan menikah, segala biaya harus di tanggung oleh pihak laki-laki, makanya sekarang kami ingin bertanya dulu, apakah nak Dhika samggup? Kalaupun tidak sanggupnya, kita juga pasti akan membantu namun dalam persentase yang berbeda."

Doy diam sejenak, lalu ia menoleh ke arah umi dan abinya. Seakan sanggup Doy menganggukkan kepalanya, "InsyaAllah mah, Dhika sanggup. Dhika mau menikahi Ara adalah niat baik, pasti Allah bakal bantu setiap niat baik seseorang. InsyaAllah pasti rezeki mah ada aja untuk niat baik."

Doy meletakkan kepalanya di stir mobil. Memikirkan kebodohan dan kepolosan dirinya tempo lalu. Sekarang, apa yang harus dilakukannya?

Hari ini, Ara meminta waktunya untuk menemani dirinya menyiapkan pernikahan. Doy sebetulnya gak tega melihat wajah Ara tadi yang memelas untuk minta di temani. Tapi, sekarang Doy benar-benar gak ada waktu selain untuk mencari pundi-pundi modal pernikahan.

Hari senin-jumat ia pakai untuk mengajar di sekolah international yang memiliki jam sekolah full day. Setelahnya, ia lanjut mengajar menjadi tutor di les privat orang-orang elit. Bagaimana dengan hari weekend? Ia pakai lagi untuk kelas tambahan jika ada murid yang meminta untuk belajar tambahan di luar jam sekolah.

Doy juga ingin merasakan, menemani calon istri menyiapkan beberapa hal pernikahan. Ia merasa menjadi lelaki payah. Ia merasa bodoh. Seharusnya, ia menjadi lelaki yang punya banyak uang. Agar tidak seperti ini.

Doy memasuki rumahnya.

"Assalamualaikum.."

"Walaikumsalam, udah pulang nak?" Kata umi nya yang habis keluar dari ruang mushola

"Iya mi, udah. Umi udah makan?"

"Alhamdulillah udah... kamu kok keliatan lemes banget nak?"

Doy memilih untuk duduk di sofa. Umi nya mengikuti anaknya duduk di sampingnya sambil mengelus-ngelus punggung anaknya yang terlihat lemah.

"Mi.."

"Hm? Kenapa?"

"Tadi, Doy sama Ara ngomongin mahar."

"Iya , lalu gimana?"

Doy diam sejenak, melihat uminya ragu, "Ara minta mahar 40 gram mi.."

Uminya diam sejenak, dan seperti memikirkan sambil melihat anak semata wayangnya itu, "Kamu ada uangnya?"

Doy menghela nafasnya, "Doy harus extra kerja keras lagi.."

"Anakku..."

Doy menatap uminya. "Kamu itu anak umi, biarin umi bantu kamu secara finansial.. yah?"

Calon Imam • Kim Doyoung vol.2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang