Delapan belas

30.1K 1.6K 12
                                    

Lia membantu Al berdiri dan membawa Al ke kamarnya untuk mengobati luka pria itu sebelum anak-anaknya melihat.

"Al, maafin ayah," ujar Lia.

Al menatap wajah Lia yang tengah fokus mengobati lukanya. "Aku baik-baik saja, Lee."

Di kamar Frenky, Meira berusaha menenangkan sang suami.

"Sayang, kamu kenapa, sih? Saat ini anak kita sedang bersama pria yang sudah membuatnya menderita. Intinya aku tidak akan merestui hubungan mereka!"

"Beri Al kesempatan. Bunda yakin kalau Al sudah berubah," ucap Meira berusaha meyakinkan Frenky.

Frenky menghela napasnya pasrah sembari mengangguk.

Frenky dan Meira bergegas menuju ruang keluarga untuk membicarakan semuanya.

•••

Ketukan pintu menghentikan kegiatan Lia yang tengah mengobati luka Al. Ia berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya.

"Bunda, ada apa?"

"Kalian ke ruang keluarga sekarang, ya. Ada yang mau di bicarain."

Lia mengangguk. "Nanti Lia nyusul, Bun."

Lia kembali menutup pintu dan kembali pada Al. Menatap Al dengan tatapan cemas. "Al, jangan turun," pinta Lia.

Aldren menangkup wajah Lia. "Sayang, dengarkan aku. Kita harus turun. Bagaimana pun nanti perlakukan ayah sama aku, aku akan tetap menerima konsekuensinya. Anggap saja saat ini aku tengah berjuang untuk mendapatkanmu," ujar Al berusaha meyakinkan wanitanya.

Meira menunduk. "Aku tidak mau kau terluka, Al," ujarnya lirih.

Al menangkup wajah Lia. "Luka yang ayah beri tidak sebanding dengan luka yang aku berikan padamu."

Aldren mengecup kening Lia. "Ayo turun, semuanya baik-baik aja. Percaya sama aku."

•••

"Apa kau yakin ingin menikahi putriku?" tanya Frenky to the point.

"Iya, Saya sangat mencintai dan menyayangi Lia. Saya juga sangat menyayangi anak-anak kami, Om," ujar Al mantap.

"Apa kau yakin tidak akan menyakiti putriku serta cucu kesayanganku?"

"Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan putri om, serta ketiga malaikat kami. Berusaha untuk tidak mengulang kesalahan yang sama."

"Saya beri kamu satu kesempatan dan merestui hubungan kalian, tapi ingat. Jika sekali saja kau menyakiti putriku, kau akan tau akibatnya!"

Aldren mengangguk mantap. "Terima kasih, Om."

Al juga menjelaskan tentang orang tuanya yang tidak bisa menghadiri acara pernikahannya nanti.

Frenky marah. Tidak menyangka jika Ikmal masih sama seperti dulu.

"Mari kita makan malam. Al, tolong bangunkan anak-anak, ya, biar Lia bisa bantu Bunda."

Aldren mengangguk dan bergegas membangunkan anak-anaknya yang tertidur di ruang bermain.

Sesampainya di dalam ruangan itu, Al di buat tertawa karena posisi tidur ketiganya yang sangat menggemaskan. Al mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi kamera.

Setelah puas memfoto, Al bergegas membangunkan ketiganya dan membawa ketiganya turun.

Acara makan malam berjalan dengan tenang, tidak ada yang berbicara sedikitpun. Hanya dentingan alat-alat makan yang terdengar.

•••

Setelah makan malam, Lia dan Al menemani anak-anaknya bermain di ruang bermain.

Key berjalan menghampiri Al. "Daddy, wajah daddy kenapa?" tanya Key yang sedari tadi memperhatikan wajah sang ayah yang terasa aneh menurut gadis kecil itu.

Merasa tidak ada jawaban. Key beralih menatap sang ibu. "Mom, daddy kenapa?" tanya Key dengan suara bergetar.

"Daddy habis mencari tikus, Key. Tikus di sini banyak, sih," sahut Al seadanya.

"Really, Dad?" tanya Zoe sembari menatap wajah Al.

Al mengangguk mantap.

"Telus, yang menang siapa, Dad?" tanya Key.

"Pasti daddy yang menanglah, Key," celetuk Zie.

Mata Key berbinar sembari bertepuk tangan. "Wah, daddy hebat. Bisa kalahin tikus. Kalau Key sudah besal, Key mau sepelti daddy, bisa kalahin tikus."

Aldren meringis mendengar ucapan putri kecilnya. "Sangat polos," batin Al.

•••

Hari terasa semakin malam, Aldren dan Lia bergegas pulang.

"Bunda, Ayah. Kami pamit pulang dulu, ya," ujar Lia.

Lia menyalami Meira dan Frenky. Begitu juga dengan Aldren.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Lia dan Al langsung masuk ke dalam mobil. Sebelum berangkat, Al memastikan seatbelt Zie dan Zoe sudah kencang. Takutnya mereka jatuh saat di perjalanan nanti.

Lia duduk di depan dengan Key yang tertidur di pangkuannya.

Al melajukan kendaraannya membelah jalanan yang tampak ramai di malam hari.

Sesekali Al melirik Zie dan Zoe melalu kata tengah. Memastikan anak-anaknya berada dalam posisi yang nyaman.

Sesampainya di rumah Lia, Aldren membantu Lia menggendong anak-anaknya yang masih tertidur pulas. Ia idak tega untuk membangunkannya.

"Sayang, aku pamit pulang, ya" ujar Al.

"Tidak menginap?" tanya Lia. Pasalnya, ini sudah terlalu malam dan jalanan masih ramai.

Al menggeleng. "Ada kerjaan yang harus aku kerjakan besok. Kalau besok anak-anak bangun, bilang saja aku sudah berangkat ke kantor."

Lia mengangguk. Ia mengantar Al sampai depan. "Hati-hati, Al."

Aldren mencium kening Lia. "Aku sangat menyayangimu, Lee. Aku pulang, hubungin aku kalau ada apa-apa."

DADDY [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang