Tiga puluh empat

27.1K 1K 4
                                    

Lia memperhatikan suaminya yang tengah sibuk bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Namun, laki-laki itu masih asyik berkutat di depan monitor.

Tangannya terulur untuk memijat bahu sang suami. Ia tersenyum tipis. Tidak menyangka jika laki-laki yang dulu ia anggap kakak dan selalu ia cintai diam-diam. Bahkan, sampai ia rela menyerahkan harta berharganya untuk laki-lakinya, kini sudah menyandang status sebagai suami dan ayah untuk anak-anaknya.

Siapa sangka di balik sifat buruk Al di mata orang, ia adalah sosok suami sekaligus ayah yang bertanggung jawab untuk Lia dan anak-anaknya.

Al yang merasa pijatan pada bahunya pun mendongak. Ia tersenyum tipis melihat istri cantiknya.

"Kenapa, Honey?" tanya Al.

Lia tersadar. Ia menggeleng sembari tersenyum. "Tidur, kerjanya di lanjut besok," ucap Lia.

"Kamu kenapa belum tidur?" tanya Al. Matanya melirik jam dinding yang ternyata sudah pukul sepuluh malam.

"Tidak bisa tidur," ucap Lia. Ia memeluk Al dari belakang.

"Perlu olahraga malam, Honey?" tanya Al berbisik.

Lia mencubit pinggang suaminya itu. "Anak sudah tujuh, Mas!" ucap Lia.

Al tidak peduli. Ia berbalik kemudian mengangkat tubuh istrinya. Merebahkan di ranjang mereka. Tanpa basa-basi, Al langsung mencumbui sang istri. Lia sendiri pun tidak bisa menolak sentuhan dari suaminya itu.

•••

Pagi harinya, Lia kembali bangun terlambat. Ya, itu semua karena ulah suaminya yang tidak mau berhenti.

"Mommy, kaus kaki Zie yang putih mana?"

"Di laci, Kak," sahut Lia sedikit berteriak.

"Honey, pasangin dasi aku."

Lia menghela napasnya pelan. Kali ini suara suaminya yang begitu menggelegar.

"Key, tolong jagain Ryan sebentar. Mommy mau ke daddy dulu," ucap Lia saat melihat Key yang berjalan mendekat.

Key mengangguk. Gadis itu berjalan mendekati meja makan. "Selamat pagi, Ryan," sapa Key sembari mencium pipi sang adik.

Ryan tertawa menanggapi ucapan kakak perempuannya.

"Anak udah tujuh, pakai dasi aja masih di pasangin," ucap Lia ketus sembari memakaikan dasi.

Al terkekeh mendengar gerutuan sang istri. Dengan cepat ia mencium sekilas bibir Lia. "Masih pagi, bibirnya jangan di majuin. Bikin aku nafsu," ucap Al yang di hadiahi tatapan tajam dari Lia.

"Sudah sana ke meja makan, aku mau panggil anak-anak," ucap Lia.

Al mencium pipi istrinya dan berjalan menuju dapur. Sesampainya di sana, ia melihat sudah ada triplet dan Ryan yang sudah duduk manis di kursi masing-masing.

"Selamat pagi, Dad," sapa triplet.

"Pagi kembali, triplet," sahut Al seraya menarik kursinya. Ia mendudukkan dirinya.

"Twins, sudah siap? Cepat keluar, daddy sama kakakmu yang lain sudah menunggu," ucap Lia sembari mengetuk pintu kamar twins.

"Iya, Mom," sahut mereka.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan dua anak laki-laki yang memiliki paras wajah yang sangat mirip dengan seragam sekolah yang sama.

Twins mencium pipi sang ibu. "Selamat pagi, Mom," ujar mereka kompak.

Lia tersenyum. "Pagi kembali, Sayang. Cepat langsung turun. Mom mau panggil Vian dulu," ucap Lia.

Twins mengangguk dan langsung berjalan menuju lantai bawah.

Lia pun beralih ke kamar yang berada tepat di samping kamar twins. Belum sempat ia mengetuk pintu, tiba-tiba pintu sudah terbuka lebar dengan anak laki-laki yang sudah siap dengan seragam dan tas sekolahnya.

Vian tersenyum melihat sang ibu. Ia mengecup pipi ibunya dan mereka berjalan ke bawah bersama.

Merasa anggota keluarga sudah terkumpul. Mereka pun memulai rutinitas pagi mereka. Ya, sarapan bersama.

DADDY [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang