Dua puluh tiga

27.9K 1.5K 8
                                    

Hari berhari, bulan terus saja berganti. Genap sudah empat bulan  pernikahan Aldren dan Lia.

Pria bertubuh tegap dan gagah itu memasuki mansion mewah dengan setelan kerja lengkap sembari menenteng tas kerjanya. Raut wajahnya terlihat sangat lelah.

"Sudah pulang, Mas?" Lia menghampiri Al yang baru pulang dan mengambil alih tas kerjanya.

Ia mendudukan dirinya di sofa. "Anak-anak mana?" tanya Al sembari membuka jas yang membalut tubuh gagahnya.

"Baru saja tidur, mereka kelelahan pulang sekolah langsung bermain."

Al mengangguk. Ia menatap wajah sang istri yang terlihat lelah. "Kau terlihat sedikit pucat, Honey," ujar Al.

Lia menggeleng. "Aku baik-baik saja. Mas mau minum apa?" tanya Lia.

Al menahan lengan sang istri. "Nanti saja. Kau temani aku di sini. Aku kangen," ujar Al sembari memeluk Lia.

Aldren memeluk istrinya erat. "Aku merindukanmu, Honey," ujar Al. Akhir-akhir ini pekerjaannya memumpuk membuat waktunya untuk keluarga sedikit tersita.

"Mas, lebih baik sekarang kau mandi," ucap Lia sembari menahan mual.

Al mengangguk. Ia bangkit dan langsung menuju kamarnya.

Lia bergegas ke dapur untuk membuatkan Al teh hangat. Setelah selesai, Lia membawanya ke kamar.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Aldren dengan celana bokser serta rambut nya yang masih basah. Membuat dirinya terlihat sangat tampan.

Al melihat istrinya yang sedang bersandar pada di sofa sembari memejamkan matanya. Wajahnya terlihat sangat pucat.

Al menghampiri sang istri. "Honey, kau kenapa? Wajahmu sangat pucat," ujar Al khawatir.

Lia menggeleng lemah. "Tidak apa-apa, Mas. Sedikit kelelahan."

"Kita ke rumah sakit, ya?"

Lagi-lagi Lia menggeleng lemah. "Tidak, Aku tidak—"

Lia berlari ke arah wastafel, lagi-lagi perutnya terasa sangat mual, kepalanya terasa sangat pusing. Serta pandangannya yang semakin mengabur.

Al menghampiri sang istri. Ia memijat tengkuk istrinya. "Ke rumah sakit sekarang, tidak ada ba—"

Belum sempat Al menyelesaikan ucapannya, Lia sudah jatuh pingsan. Kepalanya nyaris terbentur jika saja Al telat menahannya.

"Honey, bangun!" ujar Al.

Al menepuk-nepuk wajah Lia. "Honey, jangan buat aku khawatir," ujar Al cemas.

"Shit!" umpatnya.

Al meletakkan kepala Lia secara perlahan, ia meraih kaosnya dan memakainya secepat kilat. Al segera menggendong Lia. Ia harus segera melarikan istrinya ke rumah sakit.

"Jack, Linton!"

"Bi El!"

Suara Al menggema di penjuru mansion.

Bi El datang tergopoh-gopoh di ikutin dua pria berbadan kekar dan tegap "Ada apa, Tuan ... astaga, Nyonya kenapa bisa pingsan?"

"Saya tidak tau, Bi. Jack, Linton, kau siapkan mobil. Kita harus ke rumah sakit," perintah Al.

Jack dan Linton mengangguk patuh dan langsung bergegas menyiapkan mobil.

"Bi El, tolong jaga anak-anak," kata Al sebelum keluar.

Bi El mengangguk. "Semoga tidak terjadi apa-apa," batin Bi El cemas.

•••

Lia membuka matanya perlahan, bau obat-obatan langsung menusuk indra penciumannya.

"Mas," panggil Lia

Aldren menghampiri Lia yang sudah sadar. "Honey."

"Kenapa aku bisa berada di sini?"

"Tadi kau pingsan dan karena panik aku segera membawamu ke rumah sakit."

Pintu ruangan terbuka, menampilkan seorang dokter wanita.

"Biar dokter yang menjelaskan," ucap Al berbisik.

"Dokter, saya sakit apa?"

Dokter itu tersenyum. "Menurut pemeriksaan saya, Ibu Lia tidak sakit. Saat ini ibu Lia tengah mengandung. Untuk lebih memastikan, silahkan periksa ke dokter kandungan."

DADDY [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang