Tiga puluh dua

21.2K 1.1K 26
                                    

Hari, bulan, tahun, terus berganti. Berbagai macam ujian dan cobaan rumah tangga selalu menghampiri keluarga kecil Al dan Lia. Namun, mereka selalu menyelesaikannya dengan kepala dingin.

Kini, mereka sudah di karuniai tujuh orang anak. Enam laki-laki dan satu perempuan. Menjadi orang tua dari ketujuh anak-anaknya bukanlah hal yang mudah, di tambah lagi dengan segala karakter dan sifat sang anak yang berbeda. Namun, Al dan Lia begitu menikmati peran mereka.

Kini mereka tengah berkumpul di meja makan. Sudah menjadi rutinitas keluarga mereka untuk selalu menyantap sarapan bersama.

"Mom, susu Gevan kenapa panas?"

Zoe yang mendengar ucapan dari Gevan pun menoleh menatap tajam adiknya. "Gevan," tegur Zoe dengan nada datar yang mampu membuat nyali Gevan menciut.

"Mom bangun terlambat, maaf, ya, Nak," ucap Lia sembari mengecup pipi Gevan sebagai permintaan maaf.

Gevan mengangguk pasrah. "Terima kasih, Mom," ucap Gevan. Bagaimana pun ia harus menghargai apa yang sang ibu buatkan untuknya.

Lia tersenyum. Bersyukur anak-anaknya selalu pengertian

Mereka memulai acara sarapan dengan tenang. Seperti biasa, tidak ada yang berbicara saat sedang makan.

•••

Al menemani anak-anaknya bermain di taman belakang rumahnya. Sudah menjadi rutinitas Al untuk menemani sang anak bermain jika hari libur tiba.

"Twins, nendangnya pelan-pelan. Nanti adiknya kena," ucap Lia mengingatkan.

Lia meletakkan nampan yang berisi minuman dan cemilan untuk menemani mereka di waktu luang.

"Kak Zie, main ponselnya cukup," ucap  Lia mengingatkan putranya yang begitu menggilai game yang berada di ponselnya.

Zie menghiraukan ucapan sang mommy. Hal itu mampu membuat Zoe marah. Dengan cepat Ia merampas ponsel milik saudaranya dan menyimpannya pada saku celananya.

"Balikin," pinta Zie.

Zoe mendelik tajam. "Nggak," sahut Zoe.

Zie menghela napasnya. Ia berjalan menghampiri twins dan Vian untuk bergabung.

Di tempatnya, Al dan Lia di buat tersenyum akan tingkah tegas putra sulungnya.

Di kejauhan, seorang gadis cantik tengah asyik bermain dengan sepatu rodanya. Ya, dia Keyra. Putri satu-satunya Al dan Lia.

"Mom, Haus," ucap bocah laki-laki berumur tiga tahun.

Lia tersenyum. Ia mengelap peluh yang mengalir di kening putranya. "Seru tidak?" tanya Lia.

Bocah laki-laki itu mengangguk. "Seru, Mom,"

"Ryan suka?"

Bocah laki-laki yang di sapa Ryan itu mengangguk antusias. Ya, dia Ryan. Putra bungsu Al dan Lia yang kini berusia tiga tahun.

•••

Suara gelak tawa terdengar dari ruang keluarga.

"Kak Zie, Stop! Geli!" pekik Ryan.

Zie semakin gencar menjahili sang adik. Ia kembali menggelitiki perut Ryan yang mampu membuat bocah itu tertawa sembari menjerit.

Key mengambil posisi di samping Zoe yang tengah asyik merebahkan diri di lantai yang beralas karpet bulu itu.

"Kak, ngantuk," ujar Key.

Zoe mengerti. Tangannya terulur untuk mengusap kepala sang adik. Membiarkan gadis cantik itu tidur di pelukannya.

Gevin memilih duduk tepat di samping Vian yang tengah asyik menyantap keripik kentang kesukaannya.

"Mommy sama daddy mana?" tanya Zoe pada Gevin.

Gevin menatap sang kakak sekilas. "Nggak tahu, tadi ke kamar sama mommy," jawab Gevin. Pandangan fokus menatap tv yang menayangkan kartun favoritnya.

"Ck, dasar orang tua," gumam Zoe pelan.

Tatapannya beralih pada wajah damai sang adik yang sudah tertidur di pelukannya Zoe tersenyum tipis. Ia mengelus pipi adiknya. Zoe begitu menyayangi adik perempuannya ini. Bahkan, ia akan melakukan apa pun untuk melindungi adik-adiknya. Terutama Key.

Puas memandangi wajah Key. Zoe memilih menggendong Key menuju kamarnya. Membiarkan Key tidur di kamar.

"Kakak ke kamar dulu," ucap Zoe pada adik-adiknya.

Sesampainya di kamar bernuansa putih itu, Zoe langsung merebahkan Key di atas ranjang dan menarik selimut sampai atas dada. Ia mencium kening Key sekilas kemudian kembali ke ruang keluarga.

DADDY [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang