8 • CS Itu Singkatan Dari Customer Service Bukan Cuma Santai

1.7K 172 0
                                    

Setelah beberapa bulan ditempatkan di payment point polres, aku akhirnya dipindahtugaskan ke kantor kas yang bertempat di sebuah rumah sakit daerah. Oh, jangan bayangkan bahwa kantor yang kutempati itu seperti layaknya sebuah gedung bank pada umumnya yang punya banking hall dengan flyer warna-warni yang bergelantungan di atas meja teller yang berderet-deret atau kursi nasabah yang disusun rapih. Tidak, tidak, tidak! Tidak ada itu semua. Kantor yang kutempati itu hanya seluas kurang lebih 2x3 meter dan penuh sesak dengan kertas-kertas, printer, komputer, meja, dan kursi sehingga lebih mirip gudang dari sebuah kantor bank. Kantor-miripd-gudang itu letaknya persis di sebelah apotek. Jadi para nasabah yang melakukan transaksi di sana harus menunggu dengan para pasien rumah sakit yang hendak menebus obat.

Di sana hanya ada aku sebagai teller, Pak Chairul sebagai supervisor (kedudukannya sama seperti kaunit di unit), dan Pak Arman sebagai CS. Awalnya ada Mbak Hesti yang membimbingku untuk melakukan transaksi tapi Mbak Hesti hanya menemaniku tak lebih dari seminggu. Selebihnya aku belajar sendiri dari catatan yang ditinggalkan Mbak Hesti untukku agar dipelajari.

Pekerjaan di kantor kas agak sedikit lebih rumit karena ini pertama kalinya aku bertransaksi online menggunakan jaringan khusus Bank Nusantara. Tidak seperti di payment point yang segala transaksinya manual dan hanya ada uang masuk, di kantor kas hampir semua transaksi perbankan bisa dilayani. Sebut saja pencairan cek dan giro, penarikan dan pembuatan deposito, pembuatan rekening tabungan, setoran simpanan dan pinjaman, penarikan simpanan, hingga pembayaran pajak dan pembuatan payroll (gaji). Hanya pengajuan permohonan pinjaman yang tidak dapat dilayani karena kantor kas sebenarnya masih menginduk pada kantor cabang sehingga permohonan pengajuan pinjaman dilimpahkan ke kantor cabang sebab tidak ada petugas kredit di kantor kas.

Awalnya aku agak kagok saat pertama kali bekerja di sana. Beruntungnya nasabah tidak terlalu banyak sehingga memberiku kesempatan untuk lebih berhati-hati. Tapi entah apes atau apa, tetap saja aku nombok tiga ratus ribu di hari pertama aku bekerja dan nombok lagi beberapa kali setelahnya meski tidak sebanyak di awal.

"Kasnya ditutup aja, Dek Mira!" perintah Pak Chairul padaku saat jam menunjukkan pukul 15.00. Jam tutup kas di bank memang jam 15.00 sementara untuk pelayanan nasabah hingga pukul 16.00.

"Iya, Pak." Aku memang sudah menghitung dan menata uang kas hari itu bahkan sebelum Pak Chairul menyuruhku. Aku tersenyum dan merasa yakin tidak ada kendala hari ini.

"Sudah dihitung kasnya?" tanya Pak Chairul memastikan.

"Hmm, tinggal uang recehannya aja, Pak. Yang lain sudah," jawabku.

"Ya sudah. Dilanjutkan dulu saja. Nanti kalau sudah bilang ke saya ya."

Aku mengangguk sementara Pak Chairul kembali ke mejanya lalu menelepon seseorang lewat ponselnya. Aku melirik meja sebelahku. Di sana Pak Arman sedang asyik membaca koran.

Makmur bener nih orang. Dari pagi ga ada kerjaan. Gabut doang nih, ucapku dalam hati, penuh rasa iri.

Ya, kantor kas memang jarang sekali menerima pelayanan nasabah misalnya untuk pembukaan rekening atau sekadar membuka blokir kartu ATM. Jadi wajar saja kalau pekerjaan CS tak sebanyak pekerjaan teller. Itu, jujur saja, menerbitkan rasa iri dalam hatiku. Pasalnya Pak Arman ini, 'kan, pegawai senior. Otomatis statusnya juga sudah menjadi pegawai tetap. Sudah tentu dia mendapat gaji yang lebih besar beserta tunjangan-tunjangan pegawai lengkap. Lah, kalo dia dapet gaji gede begitu tapi kerjanya gabut gitu, 'kan, tidak adil buatku.

Aku jadi teringat ucapan Mbak Hesti waktu aku pertama kali ditempatkan di sana dan bertanya kenapa CS-nya pegawai senior? Bapak-bapak pula. Padahal biasanya yang ditempatkan di frontline itu adalah pegawai-pegawai baru yang masih muda. Aku jadi curiga jangan-jangan itulah alasan kenapa pelayanan nasabah di kantor kas sangat sepi. Ya bagaimana mau ada nasabah datang untuk buka rekening kalau yang melayani bapak-bapak tua yang sudah tidak menarik, berkumis tebal, dan tidak ramah? Mana kadang dia tidak mengerti urusan CS itu apa. Gaptek parah! Sampai-sampai aku yang harus turun tangan membantu.

Balada Kacung: The Frontline Warrior | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang