25 • Pesona Anak Baru

816 96 4
                                    

Beberapa minggu setelah resmi dikukuhkannya Detta menjadi CS di unitku dengan diterimanya SK penempatan baru, unitku kedatangan pegawai baru lagi bernama Aya. Dia bertugas jadi admin KUR alias petugas yang menangani nasabah khusus pinjaman KUR aja. Tapi mengingat unitku ramai dengan nasabah-nasabah yang ga sabaran, tentu jabatan itu hanya terlampir di SK saja. Pada praktiknya, Aya tetap diminta melayani semua nasabah CS tanpa kecuali di bawah bimbingan Detta.

"Mbak, ini gimana?"

"Mbak, aku kudu gimana dulu?"

"Mbak, kok menunya jadi gini?"

Segala pertanyaan itu dilontarkan Aya di minggu pertama dia bekerja menjadi admin KUR slash CS gadungan. Untung Detta tipe orang yang sabaran sehingga dia bisa mengajari Aya sampai bisa mandiri sedikit demi sedikit. Untungnya Aya juga tipe orang yang ga mau ngerepotin orang lain sehingga tiap ada kesempatan dia pasti membantu Detta sembari belajar hal-hal berkaitan CS yang harus dia pelajari.

"Wah, pegawainya baru lagi ya?" Kata seorang nasabah, ibu-ibu paruh baya, pada Aya.

"Iya, Bu." Aya tersenyum ramah.

"Udah nikah belum, Mbak? Apa punya pacar gitu?" Lah si ibu kepo.

"Emang kenapa, Bu?" Aya malah balik tanya.

"Mau saya jadiin mantu. Abisnya mbaknya cantik." Aya tersenyum malu-malu.

Aku mendecak sebal dari meja teller. Lah, aku sekian lama nangkring di meja teller kenapa ga ada yang nanyain udah punya pacar apa belum apalagi nawarin dijadiin mantu lebih-lebih muji cantik.

Tapi kuakui Aya emang cantik sih. Kulitnya putih bersih. Tubuhnya tinggi semampai dengan berat badan proporsional. Meski hidungnya ga mancung tapi orang-orang pasti banyak yang mau jadi pacarnya. Bahkan suatu hari ada seorang nasabah yang datang ke kantor sambil terang-terangan membawa coklat untuk Aya. Aku jadi bingung. Ini orang antara ga ngerti situasi apa saking ngebetnya demen sama Aya. Dikira lagi masuk acara Katakan Cinta kali ya.

"Wah, ada coklat. Punya siapa nih?" Kataku saat kami beristirahat di hari Jumat. Kalo hari Jumat kantor kan ditutup jadi kami tak harus istirahat bergantian. Kami- para pegawai cewek; aku, Detta, Aya, Mbak Ziya, dan Bu Listiana- beristirahat di ruang belakang yang cukup luas untuk makan bersama dari bekal masing-masing yang dibawa dari rumah.

"Makan aja, Mbak, udah." Kata Detta. Dia sudah mencomot satu butir coklat berbentuk bulatan kecil dari toples yang diletakkan di tengah meja tempat kami makan.

"Seriusan nih? Punya siapa sih ini ih?" Aku sok-sokan bertanya padahal sudah ikut mencomot dua butir coklat sekaligus tanpa malu-malu. "Ih, ini enak loh. Apa karena gratis ya?" Kataku setelah mencoba coklatnya. Yang lain tertawa mendengar gurauanku.

"Aya abis kedatengan cowoknya tuh tadi sampe bawa coklat segala. Cieeee~" ledek Detta. Aya yang mukanya sudah merah padam mengkitik-kitik pinggang Detta sampai Detta mengaduh kegelian.

"Aku tuh malu tau, Mbak." Aya menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Masa sampe bawa coklat ke kantor segala sih?"

"Bener itu coklat dari pacar kamu, Dek?" Bu Listiana dan Mbak Ziya berbarengan bertanya. Mereka hanya mengambil masing-masing satu butir coklat. Bu Listiana beralasan dia sudah tua jadi menghindari yang manis-manis. Sementara Mbak Ziya mengaku tak begitu suka dengan coklat. Dia lebih suka keripik daripada coklat. Hmm, kalo aku sih suka apa saja yang gratis.

"Bukan-" Aya mengibas-ngibaskan tangannya. "Dia bukan pacarku. Dia itu cuma tetangga. Rumahnya juga deket sini." Sebagai informasi, rumah Aya memang dekat dengan kantor sehingga dia yang kini datang paling awal. Sementara aku, sejak adanya Detta, malah jadi sering mepet datang. Pasalnya Detta juga sering sekali datang menjelang jam-jam buka kantor. Kami janjian berangkat bersama meski tak sekomplek lagi. Biasanya Detta yang nyamper ke rumahku lalu kami naik motor masing-masing ke kantor. Perempuan emang ribet. Detta mengajakku berangkat bersama agar dia punya teman telat katanya. Sialan. Terkadang kami sampai harus terpaksa menumpang presensi di unit lain. Sedangkan Mbak Ziya punya cara jitu agar dia tidak telat presensi. Kartu ATM yang digunakan sebagai alat presensi dititipkannya pada Aya yang selalu berangkat kantor paling pagi. Emang ya, kacung itu idenya ada aja demi gaji yang nggak dipotong.

Balada Kacung: The Frontline Warrior | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang