Hai. Selamat hari buruh! Saya up sekarang biar jiwa-jiwa buruh kalian bergejolak. Wkwk. Selamat membaca!! ( ˙︶˘ )-☆
Kulirik meja CS masih kosong. Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 07.45. Biasanya jam segini Rifat udah dateng, batinku. Dia biasanya bahkan sampai di kantor lebih awal dariku. Akhirnya aku berinisiatif mengirim BBM padanya.
Aku: Dimana? Mencret?
Rifat: Kenapa? Kangen ya?
Sialan! Aku nyaris membanting ponsel karena kesal manusia itu kegeeran. Tapi aku ingat aku mati-matian menyisihkan uang gaji demi membeli Blackberry butut ini.
Aku: Tumben belum dateng.
Rifat: Nah kan kangen ☻
Astagfirullah. Aku membanting pulpen.
Rifat: Aku lolos seleksi jadi marketing officer. Aku mulai berangkat pendidikan. Sori ga kasih tau dulu soalnya dadakan juga infonya. ☹
Iya, beberapa hari yang lalu Rifat memang pernah bilang padaku kalau dia ikut tes seleksi marketing officer. Itu adalah salah satu jalan yang paling banyak direkomendasikan oleh para kaunit agar status kami naik jadi pegawai tetap. Karena kalau kami harus melalui jalur lain- misalkan ikut seleksi PPS (Program Pengembangan Staf) atau mengikuti lomba antar kantor wilayah dan memenangkan perlombaan itu- laksana mencari oase di gurun pasir. Bisa sih tapi susaaaaaaahhh banget. Persentase berhasilnya mungkin tidak sampai 50%. Tapi kalaupun lolos jadi marketing officer, jalan untuk jadi pegawai tetap juga tidak langsung ada di depan mata. Tiap marketing officer mempunyai masa percobaan. Tiap tiga bulan sekali mereka dievaluasi apakah berhasil mencapai target atau tidak. Kalau tidak bisa ya ciaobella sewaktu-waktu. Ya, namanya juga nyari duit. Ga ada yang mudah. Kalo pengen gampang pesugihan aja. Kan penduduk Indonesia ada sekitar 250 juta jiwa. Tumbalin aja. Mayan tuh bisa kaya berapa turunan. Hahaha. Iblis!
Aku: Oh gitu. Ya udah deh. Sukses selalu.
Rifat: Udah? Gitu doang? ☹
Aku: Terus kamu minta apa?
Rifat: Ciumnya mana? ☻
Anjeeerr. Najis! Buru-buru ku-delcon kontak Rifat. Tak berapa lama Rifat meng-invite BBM-ku lagi.
Rifat: Gitu aja ngambek elah! PMS ya?
Begitu pesan Rifat begitu aku menerima permintaan undangannya.
Aku: Makanya jangan genit. Mau dibikin mencret lagi?
Rifat: Udah ah. Aku ga lama kok pendidikannya. Kangennya simpen buat nanti.
Anying! Aku menutup ponselku dengan kesal. Saat aku sedang bersungut-sungut, tiba-tiba datanglah Detta- mantan tetanggaku di komplek- dan langsung menduduki kursi CS.
"Lho, Det, kok di sini?" tanyaku kaget. Detta tak kalah terkejutnya dengan keberadaanku.
"Lah, Mbak Mira di sini to?"
"Kamu kerja di Bank Nusantara sejak kapan?"
"Udah 3 bulan ini kok, Mbak. Tapi kemarin-kemarin aku di unit W. Mbak Mira udah lama di sini?"
"Hmm, mayan sih."
Akhirnya kami malah mengobrol sambil menunggu jam buka pelayanan resmi dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Kacung: The Frontline Warrior | TAMAT
General FictionApa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank enak? Apa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank keren? Apa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank pasti banyak duit? Coba deh kamu baca kisah Samira berikut ini. Masih bisa bilang pegawai bank itu enak, ker...