Cewek identik dengan kumpul-kumpul. Kumpul-kumpul identik dengan ngegosip. Ngegosip identik dengan dosa. Jadi kesimpulannya dimana ada cewek ngumpul berarti disitulah ada dosa. Termasuk kalo ada sosialisasi pegawai Bank Nusantara. Sosialisasi kali ini membahas tentang APU-PPT yang bahkan aku tak tahu itu apa karena sejak awal sosialisasi aku sibuk diajak ngobrol oleh Mbak Sofi yang duduk di sebelahku. Dia cukup senior karena dia masuk ke Bank Nusantara dua tahun lebih awal daripada aku. Dia juga teller. Sama sepertiku. Unitnya juga terletak tidak jauh dari unitku. Kami juga sempat ditempatkan di kantor kas. Bedanya aku di kantor kas rumah sakit sementara Mbak Sofi di kantor kas pajak. Tapi itu membuatku cukup mengenal Mbak Sofi karena setiap hari kami selalu berangkat dan pulang bareng naik mobil jemputan kantor.
"Eh eh, udah tau belum-" entah kenapa klausa ini selalu jadi pembuka sebuah dosa bernama ghibah. Dia setengah berbisik padaku. "Riana dikeluarin dari Bank Nusantara."
Aku mengerutkan glabela. Riana? Riana siapa? Yang aku tahu Riana itu yang nyanyi Umbrella. Under my umbrella ella ella e e e e... Oh, itu Rihanna deng. Tapi secara pelafalan kan sama aja.
"Riana-" Mbak Sofi jadi salah tingkah karena melihatku tak paham karakter yang sedang dia bicarakan denganku. "CS di unitku, Non."
Oh.
"Oh-" aku pura-pura tahu saja demi melihat binar mata senang di wajah Mbak Sofi yang berharap perghibahan ini bisa berlanjut. Apakah aku ikut berdosa, ya Allah, kalau aku menanggapinya? Aku hanya membantunya menghilangkan kebosanan karena aku juga bosan terjebak di banking hall kantor cabang- yang beralihfungsi sebagai aula saat sosialisasi- hingga pukul 19.00 padahal perut sudah menjerit minta diisi. Kalau bukan karena APU-PPT apalah itu aku pasti sudah kabur sedari tadi. Ini ga ada konsumsi apa? Laper cuk!
"Eh, mantan deng. Mantan CS di unitku," ralat Mbak Sofi. "Dia udah bye sejak minggu kemarin."
"Emang dia kenapa, Mbak?" tanyaku yang sejujurnya tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan ini. Pasalnya aku bahkan tidak kenal makhluk bernama Riana Riana ini. Pernah lihat mukanya saja tidak. Lantas apa manfaatnya menggosipkan orang yang bahkan aku sendiri tidak tahu? Kalau menggosipkan orang yang kutahu kan setidaknya aku bisa pegang kartu asnya kalau-kalau dia suatu saat membuat masalah denganku. Ya, aku memang agak sebiadab itu kadang. Manusiawi.
"Loh, kamu ga tau?" Mbak Sofi membelalak. Wajahnya yang agak ke-Arab Arab-an itu tetap terlihat cantik meski lelah. Make up-nya pun juga masih on point. Aku? Jangan ditanya. Baru istirahat makan siang saja bedakku entah terhempas kemana. Apalagi lipstik. Eyeliner juga ikut luntur. Aku malas retouch karena- ya, mukaku mau dimake up kayak apa juga ga bakal berubah jadi cantik. Kecuali kalo ada nasabah ganteng. Sialnya probabilitas kedatangan nasabah ganteng di unitku itu sama kayak probabilitas ketemu artis Hollywood di kotaku. 0%!
"Dia kan kena kasus, Non." Alih-alih memanggil namaku, Mbak Sofi lebih sering memanggilku 'Non'.
"Kasus apa?"
Mbak Sofi mendecak. "Itu loh. Ada nasabah yang lapor ke unit kalo dia sering kehilangan uang di tabungannya padahal ga pernah ambil. Begitu dilihat ternyata pengambilannya via ATM. Nah, si nasabah bingung dong karena dia ga pernah minta dibikinin ATM. Diusut-usut ketemulah ternyata si Riana yang menyalahgunakan wewenangnya sebagai CS untuk penerbitan kartu ATM. Jadi Riana bikin kartu ATM atas nama si nasabah padahal dia ga pernah ngasihin itu kartu ke pemilik rekening dan malah dia pake sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Kacung: The Frontline Warrior | TAMAT
Fiksi UmumApa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank enak? Apa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank keren? Apa kamu berpikir bahwa jadi pegawai bank pasti banyak duit? Coba deh kamu baca kisah Samira berikut ini. Masih bisa bilang pegawai bank itu enak, ker...