Bagian 4

234 29 0
                                    

Lubna's PoV

"Lubna?"

"Aghie?" Aku terkejut. Terkejut karena baru saja menabrak Kak Galen——cowok yang diketahui sebagai salah satu sahabat Aghie. Aku bahkan tidak meminta maaf pada Kak Galen. Seluruh perasaanku terfokus pada empat kata, "Cepat Kabur, ada Aghie!"

Namun, Aghie sigap menarik lengan seragamku. "Mau kemana?" tanyanya.

"Aghie, saya minta maaf karena bolos ekskul. Tapi saya punya alasan, jangan hukum saya!" Aku berbicara formal dengan Aghie, itu karena Aghie sendiri yang memulainya. Dia menggunakan bahasa yang sopan sejak pertama kali kami berkenalan. Jadi, tidak pas jika aku tidak menggunakan bahasa serupa padanya.

"Kelas hari ini akan bahas acara besok pagi, saya harap kamu datang. Sudah ada surat dispensasi supaya kamu bisa meninggalkan pelajaran di kelas besok."

"Hah?" Aku terkejut lagi, "Ada acara apa emang?"

"Makanya kalau ada kelas olim itu masuk, biar lo tahu agendanya apa." Kak Galen menyambar sekaligus memrotes, "Lo nggak minta maaf?"

"Iya, maaf udah bolos." Aku menunduk. Sedetik kemudian Dapa mencolek bahuku, "Gue duluan aja apa gimana, nih?"

Aku melirik Dapa, menghela napas, dan mengangguk. Kuserahkan titipan Aza padanya, "Jangan dimakan di tengah jalan!"

"Yoi," kata Dapa. "Permisi, Bang, Kak, Mas. Saya duluan."

"Ya," jawab teman-teman Aghie. Oh ya, jika aku belum memberi tahu sebelumnya, dihadapanku sekarang ada empat orang laki-laki kelas 12 jurusan IPA. 3 diantaranya adalah Aghie, Kak Galendra——yang katanya terganteng seangkatan, dan Kak Fathir——yang konyol sampai terkadang dipanggil Patrick——dari 12 IPA 3 dan Kak Bagus si Alumnus paskibra provinsi tahun lalu dari kelas 12 IPA 1.

Keempatnya sangat dekat hingga menamai grup mereka sendiri sebagai PunahKawan. Aku tahu apa itu Punakawan, kalian pun mungkin jua tahu. Iya, yang di pewayangan namanya Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong itu. Tapi kalau PunahKawan? Entahlah nanti coba kucari tahu, kalau ada waktu luang. Kalau ada loh ya.

"Buset deh, maksud gue lo nggak minta maaf udah nabrak gue?" ralat Kak Galen seraya melipat tangan di depan dada. Ucapan itu diiringi kikikan kecil Kak Patrick dan Kak Bagus. Sedangkan si Aghie sendiri hanya diam.

"Oh, iya. Maaf Kak Gal, tadi saya nggak sengaja."

"Nah gitu dong!"

Aghie merangkul Kak Galen dan mengeratkan rangkulan di leher temannya itu, dengan suara tipis yang nyaris berbisik Aghie berbicara, "Bisa saya dulu nggak yang ngobrol?" tanyanya dengan tatapan ingin mencekik Kak Galen.

Ada dua pernyataan yang kuambil dari kejadian barusan. Satu, Aghie kalau bercanda agak menyeramkan. Dua, Aghie bahkan tetap menggunakan sapaan formal pada kawannya sendiri.

"Iya dah iya." Kak Galen menepis rangkulan Aghie. Aku tahu kok mereka sedang bercanda.

"Besok ada seminar jurnalistik di Graha Swastika. Seminar kepenulisan, dari setiap ekskul harus diwakili dua orang. Semua anak olim pilih kamu buat wakilnya, sebagai konsekuensi sudah bolos dua kali. Atau jika nanti sore kamu bolos lagi, artinya kamu bolos tiga kali."

"Hah? Kok saya?" Aku terkejut lagi dan lagi.

"Anak olim kebanyakan nggak suka ikut seminar kepenulisan, boring. Karena kamu nggak masuk kemarin, jadi mereka mutusin supaya kamu yang mewakili mereka. Jam tujuh tepat, kumpul di basecamp jurnalistik dan bawa alat tulis. Kamu nggak bisa menolak, TITIK."

Jam pertama besok adalah mata pelajaran dengan guru yang kurang kusukai, jadi tidak masalah. Toh kalau nanti aku bosan saat seminar, aku kan bisa tidur sambil duduk, Aza pernah mengajariku langkah-langkahnya.

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang