Aza POV.
Aku menatap layar hp dengan serius, mengabaikan semua percakapan Meera, Dahlia, Jihan dan Rama yang berkali kali melontarkan pertanyaan kepadaku. Satu sendok terakhir suapa sop ayam masuk kedalam mulutku, aku meneguk teh hangat kemudian menaruh mangkok kotor dan gelas ke cucian piring.
"Zada berangkat dulu," aku melambaikan tangan dengan malas dan tergesa gesa kearah keempat saudaraku.
"Naik apa?" tanya kak Rama.
"Dijemput temen Zada,"
"Si monyet?" tanya Dahlia. Aku mengangguk, mau dipanggil monyet, koala ataupun kukang terserah Dahlia, toh dia tidak mengolok olokku.
"Samlekom!"
"SALAM YANG BENER!!" teriak kak Rama.
"Assalamualaikum.." ulangku kemudia di jawab oleh keempat saudaraku dengan kompak.
Aku mengambil helm di atas lemari, membuka pintu rumah kemudian menghampiri seorang Dapa dengan helm hitam setengah wajahnya.
"Lama banget njir,"
"Ya sabar dong, lo sih telpon gue jam setengah lima, gue belum bangun jam segitu, lu pikir gue Una?"
"Jam setengah lima ya waktunya sholat subuh! lo nggak subuhan!?"
Aku mengambil ancang ancang naik keatas boncengan Dapa, "Ya gue subuhan terus lanjut tidur,"
"Parah lo Za.. Za.."
"Cabut ah Dap, dilihatin Abang gue itu,"
Dapa menyalakan mesin motor, mulai menjalankan motornya sampai keluar halaman rumah. Aku bernafas lega.
"Tumben lo ngajakin berangkat bareng Dap,"
"Naon, ga kedengeran!"
"Tumben lo ngajakin bareng!!"
"Ga kedengeran!!"
Aku mengambil nafas dalam dalam, "TUM BEN LO NGA JA KIN BA RENG!!"
Dapa menatapku sinis lewat spion motornya. "GAUSAH NGEGAS SU!"
"MALU DILIATIN ORANG ZA!!"
Aku mendelik, mencubit lengan Dapa yang terlapisi jaket kulit hitamnya, "Yaudah ntaran aja,"
"APAA!?!"
"ENTARAN AJA ****!!!"
.
.
.
"Bilang apaan sih lo tadi Za?" Dapa melepas helmnya, wangi parfum menusuk hidungku.
"Gue bilang tumben lo ngajakin gue bareng,"
"Iya sekali kali kan gue baik hati ke elo,"
Aku tertawa singkat, jalan bersampingan dengan Dapa menuju kelas, "Btw lo semprotin parfum ke kepala atau ke baju sih Dap?"
Dapa menyibakkan rambutnya, menyisir rambutnya dengan jari tangannya, "kenapa? wangi ya? kelihatan lebih ganteng ya?"
Aku menatap Dapa ngeri, "Ganteng dari mana? mau kemana mana masih gantengan Masyaallah kak Jein lah!"
Plak!!
Dapa memukul kepalaku, hampir membuatku jatuh tersungkur dengan posisi wajah duluan, "Heh!!!"
"Gila lo ya?! Gini gini kakak kelas pada demen sama gue tau nggak?"
Aku menggeleng, "Enggak tau dan gamau tau, "
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Ficção AdolescenteTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...