Aza POV.
Aku kembali masuk kedalam kelas, membereskan semua buku-buku, memasukkannya kedalam tas sebelum akhirnya aku keluar dari kelas aku menendang bangku Una yang tadinya duduk bersama Samuel.
"Aza!!" panggil Dapa. Aku tak menoleh, terus berjalan menuju gerbang sekolah. Bodo amat dengan pelajaran selanjutnya, mood belajarku hilang, moodku untuk satu kelas dengan Una sudah hilang. Les? Bahasa inggris? apalagi itu, menyerah saja.
"Toh kalau memang Una engga nganggep aku temen.. dia gabakal sedih aku pergi!"
***
"Azaaa.." Dapa mengetuk jendela balkon kamar. Aku masih berada di balik selimut tebal sambil menutup mata berusaha tidak mempedulikannya. Mau tiga kali, sepuluh kali atau bahkan seribu kali Dapa memanggil namaku tidak akan ku bukakan jendelanya.
Dapa sama saja. Setelah dipikir-pikir dia tak beda jauh dengan Una! Memanfaatkan aku, berteman denganku hanya karena ingin dekat dengan Pricilia.
"Zaaaaaaaa, bukain dong.. dingin lho di luar.. gerimis Zaaa!!"
Sudah tau dingin dan aku tidak akan membukakan jendelanya kenapa tidak pulang saja si Dapa!?
"Azaaaaaaa.., lo nangis Za? Lo butuh bahu enggak? sini sandar ke gue ajaa..--"
Aku berjalan membuka gorden kamar, iya, hanya gordennya saja. Dapa sedikit terkejut, melihatku berdiri sambil memeluk selimut hangat, mataku merah.
"Lo.. nangis beneran Za?"
Aku kembali menutup gorden jendela kamar.
Kecewa..
Aku menutup seluruh wajahku dengan selimut. Rasanya kacau sekali hari ini.. Andai aku tau sejak awal Una dekat denganku hanya karena ingin dekat dengan si sialan Ari.. pasti aku tidak akan berharap kepadanya..
Andai sejak awal aku lahir dengan otak yang cerdas dan nilai psikologi yang bagus.. pasti sejak awal aku tidak memerlukan Una untuk membantuku belajar!!
Andai, dan andai.
Aku hancur. Sudah jelas kalau akhirnya aku hanya akan menjadi ekor Meera, menjadi anjing piaraannya, ikut ke Amerika dan belajar di sana. Melihat Una dan Ari berjalan bersama dengan kemenangannya.
Siapa yang peduli? Hidup di dunia hanya untuk belajar. Belajar untuk mendapatkan nilai, Nilai untuk dibanggakan. Jika kau dibanggakan dengan semua nilai itu.. maka kaulah pemenangnya.
"Hancur.."
***
Author POV.
Aza menyembunyikan wajahnya kedalam jaket milik Dapa. Tertidur pulas karena semalam dirinya kebanyakan menangis. Tidak ada yang peduli dengan itu, bahkan Dapa hanya bisa menghela nafas panjang.
"Masalah cewek memang kebanyakan drama," Cetus Derry yang entah sejak kapan ada di samping Dapa.
"Sana pergi lo tetangga," usir Dapa.
"Yeuu, main bentaran elah.., kenapa ni si Zada? Nangis?"
Dapa menggeleng, "Tidur, dah lah sana minggat!" usirnya kembali.
Derry memayunkan bibirnya, Dapa menatapnya jijik. Tak lama setelah Derry keluar dari kelas Dapa muncullah Sherly. Dapa punya perasaan tak enak tentang ini.
"Hai Zada!"
Aza menggeliat dalam tidurnya. "Habis bertengkar ya Za? Sama Lubna? Iyakan? Kan gue udah bilang kalau Lubna itu suka ngegoda semua cowok! Ngambil semua cowok!! Harusnya sejak awal lo berhenti berteman sama si Lubna Za!!"
Aza bangun. Dengan rambut dan muka yang berantakan+kusut ia menatap Sherly dalam-dalam.
"Lo bener Sher. Gue capek. Bisa pergi nggak? gue ngantuk."
Sherly berkedip, "Sorry? Za gue belum selesai ngomong--"
"Sher, gue lagi gamau ngomongin Lubna Fairuzia. Jadi, lo bisa minggir nggak?"
Sherly yang belum benar-benar selesai mengatakan sifat-sifat buruk Una mengerling malas, tancap gas.
"Za--!!"
"Sherly, gue tau lo seneng liat pertemanan gue sama Lubna hancur, dan gue tau habis ini lo mau deketin gue dan ngambil si Ari balik, gue tau lo sama-sama suka sama si Ari. Sher, lo tuh gaada bedanya sama Lubna, udah, gue ngantuk."
Sherly terdiam sejenak, menghentakkan kakinya kesal, "Tanpa gue lo ga bakal bisa tau kejelekan Lubna yang lainnya tau nggak!?"
Aza tak peduli. Ia menyembunyikan kembali wajahnya kedalam lipatan jaket Dapa.
Sherly masih diam ditempat, Dapa yang melihatnya memberikan tatapan seenggak suka mungkin.
"Apa lo lihat-lihat!?"
"Eh sorry ya!! Buat apa gue ngelihatin cewek modelan kayak lo!? Mendingan gue ngelihat monyet di bonbin!"
"Oh Lo nyamain gue sama monyet!?"
"Sorry, MONYET lebih cantik dari pada LO!!"
"Jaga mulut lo ya!!"
"Jigi milit li yi!!"
.
.
.
Aza POV.
Aku melempar tas ke lantai kamar Meera. Merebahkan diri di kasur ranjang Meera, menatap langit-langit kamar Meera.
Meera memutar kursi belajarnya, menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan aku menyerahkan semua buku dan kamus milik Meera.
"Kok--?"
"Selesai."
"Udah di kerjain semua?"
Aku menggeleng, "Kayak yang Kak Meera bilang.. Zada nyerah. Aku nyerah."
Meera tau sedang ada masalah, ia menarik tanganku, "Kamu udah berusaha 'kan?"
Aku menggeleng, berusaha menahan air mata agar tidak tumpah namun gagal. Meera memelukku erat, menepuk punggungku pelan-pelan.
"Kamu udah berusaha Za.."
Masih dalam pelukannya perlahan aku menyesali semuanya. Kalau tau akhirnya akan seperti ini? Kenapa nggak sejak awal menyerah saja untuk berusaha?
"Ikut aku dan kamu bakalan jadi kebanggaan keluarga Za.."
"mulai lah buat berubah ya Za, itu bakalan ngebuat kamu lebih mudah nantinya disana.."
"aku ngga nyuruh kamu buat berhenti nyukain apa yang kamu suka.. Aku cuman nyuruh kamu buat berhenti ngejar sesuatu yang ga berguna, yang enggak menghasilkan apa-apa, ya?"
Aku tak paham. Yang kulakukan hanya mengangguk saja, mengiyakan semua ucapan Meera yang secara tak sadar mulai menghipnotisku untuk berubah.
.
.
.
Lubna🌻
Una lo pasti seneng|
Gue ga bakal ganggu lo lagi sekarang.|
Lo bisa sepenuhnya menghabisin| semua waktu istirahat, pulang sekolah dan hari mingguan sama Aghie.
SendGue sayang lo Una|
DeletedGue benci banget sama lo An***g!|
SendTapi lo tau nggak sih Na bagian| terlucunya?
Selama ini gue percaya lo bisa jadi| sahabat gue.. Ternyata enggak.
Tapi gapapa, gue ga sedih kok. Gue| seneng punya Fake friends kayak lo..
SendBahagia ya, Fairuzia.|
SendAnda memblokir Lubna🌻
ketuk untuk membatalkan

KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Teen FictionTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...