Aza POV.
"Za nggak minta Kakak anterin ke Cafe?"
"Kak Zada nggak ke Cafe?"
"Kamu engga belajar Za?"
Aku melempar hpku ke meja belajar. Layarnya langsung berubah hitam. Kak Rama, Kak Jihan, Meera bahkan Dahlia keluar-masuk kamarku dan menanyakan ulang pertanyaan yang sama.
Kimi inggi ki Cifi dik? Kimi gi bilijir dik?
Aku juga ingin belajar sore ini!! Tapi si Una mengingkar janjinya dengan seenak jidatnya! Padahal aku sudah rajin sekali!
"Dek ada temenmu," kata Kak Jihan membuka pintu kamar. Aku segera keluar, membiarkan hpku yang mati diatas meja belajar sendiri, menunggu kabar dari Una? huh, bodo amat! Rasa-rasanya aku tidak bisa menang kalau di bandingkan dengan Ari!
"Hai Za!"
"Hmm"
"Nana mana?"
"Dirumah Ari"
"Ngapain?"
Aku menatap Dapa sinis, "Belajar bareng dialah!!!" seruku.
Dapa terkejut, menggeser kursi ruang tamu, mengambil jarak agar tidak terlalu dekat denganku, takut jika aku menyemprotnya lagi.
"Lo nggak ikut?" tanyanya.
"Enggak, males."
"Lo marahan sama Una?" tanya Dapa lagi. Padahal sudah jelas sekali aku lagi marahan sama Una, harus banget ya di tanyain lagi!?
"Ck,"
"Oh bener, ah.. bakalan ada drama nih! Cewek itu kalau udah marahan pasti ribet banget!" "udahlah Za, lo aja yang minta maaf.."
Aku mengerutkan dahi, menaikkan sebelah alisku. "Gue? minta maaf?! Gak!!!"
"Hmmm.. yaudah terserah, eh Za gue mau anterin dong nanti ke rumah Pricilia, anterin ya?"
Aku dengan malas mengangguk.
"Anterin yang ini buat Cristi yang ini buat Ari.." kata Mama memberikan plastik kresek.
"Dahlia ajalah yang ngaterin ke rumah Ari! Zada mau nganter kerumah Kak Cristi sama Dapa!"
"Heh, Kamu anterin ke rumah Ari sekalian mintain selai Nanas yang Kakak bikin disana," kata Kak Rama.
"Selai Nanas?"
Kak Rama mengangguk. "Iya boleh tante!" seru Dapa yang tiba-tiba muncul dibalik punggungku, menyambar plastik kresek yang harus dibagikan kerumah Kak Cristi a.k.a Pricilia.
Mau tak mau aku menunggu Dapa di depan rumah Pricilia karena katanya Dapa bawa motor jadinya sekalian diantar kerumah Ari.
"Assalamualaikum.. Tante!!!" salamku sambil sedikit menggedor pintu rumah.
Pintu rumah terbuka, seorang Ari berkaos putih dan celana hitam muncul, "Apa?"
"Nih dari Bunda," kataku menyerahkan plastik kreseknya.
"Bilangin makasih ya,"
"Ya sama-sama.."
"Mau masuk?" tawar Ari. Aku berjinjit, melihat ada siapa di ruang tamu karena dari tata bicaranya Ari.. seperti ada tamu.
"Siapa Ghie?"
Aku diam di tempat, oh iya, ini masih sore berarti masih ada Una!
"Enggak usah!"
"Ada Lub--"
"Nggak usah! Saya mau balik! Bye!!"
"Waalaikumsalam.."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Fiksi RemajaTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...