Bagian 12

77 17 4
                                        

Lubna's PoV

Pagi tadi, pembina ekskul olimpiade mengirim pesan ke grup whatsapp. Beliau meminta setiap tim olimpiade membuat nama tim masing-masing. Tujuannya tidak lain agar membuat mereka lebih bersemangat.

Jadi, di jam istirahat ini, aku menyingkir ke perpustakaan sekolah. Lagi pula, Aza dan Dapa belum juga baikan, kalau aku hanya mengajak bicara salah satunya, takutku aku justru dikira memihak salah satu dari mereka.

Aku datang ke perpus bukan untuk meminjam, membaca, ataupun mengembalikan buku. Aku hanya kesana dan membawa notes kecil yang muat di saku.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di perpus karena hanya berjarak satu gedung saja dari kelasku. Aku masuk dan mulai mencari sudut ternyaman.

Ah, ketemu!

Dua meter sebelum mencapai tempat duduk di pojokan itu, rupanya orang lain juga hendak mengambil duduk disitu. Aku tersenyum tipis, mengangguk permisi untuk mencari tempat lain. Tapi, orang itu justru menahanku. "Oh, silakan. Duduk aja! Kayanya kamu yang lebih dulu ingin duduk disini."

"Enggak kok, Kak. Aku cuman pengin lihat tempat duduknya aja. Lucu, hehe." ——Padahal enggak.

"Lucu? Menurutmu tempat duduk ini bisa ngelawak?" orang itu menatapku dengan tatapan cringe.

"Enggak, lah! Kak Gavin ini ada-ada aja. Yaudah, aku pergi dulu Kak. Mau duduk disana." Aku menunjuk tempat duduk yang lain.

Kak Jein mengangguk, "Okey. Oh ya, teman kamu yang suka sama tulisanku itu adiknya kak Meera bukan?"

"Hah—anu, itu, eum..." Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana, jadi kujawab saja, "Iya, hehe."

"Tolong bilangin ke dia, di launching bukuku yang baru dia harus datang. Gramedia Cendekia Plaza, sebagai ucapan terima kasih atas cola-nya kemarin."

Kelopak mataku terbuka lebar, Aza diundang? Aza? Bagaimana bisa? Dan cola? Cola apa? Kemarin? Kemarin ada kejadian apa diantara mereka?

"Iya, Kak Jei—Eh, maksudku Kak Gavin." Aku nyengir, salah fokus gara-gara terlanjur syok dengan kejadian barusan.

"Katanya kamu bukan fansku," Kak Jein terkekeh. "Kamu juga datang aja, ada giveaway buku dan stationary, Kok. Masalah tiket, nanti saya kabari lewat kak Meera."

"Oh, iya, Kak. Aku bakal sampein ke Aza. Pasti dia seneng banget deh."

"Oh, namanya Aza."

"Loh, aku pikir Kakak udah tahu. Tadi katanya sempat dikasih cola 'kan?" Aku jadi bingung sendiri.

"Kemarin cuma nggak sengaja ketemu. Itupun aku ngira dia temannya Meera."

Ah, yaudahlah! Toh cepat atau lambat Kak Jein pasti tahu kalau namanya adalah Aza. Aku buru-buru berpamitan agar tidak keceplosan banyak hal lagi, Kak Jein mengangguk dan aku segera pergi.

Kali ini aku memilih tempat duduk dibawah AC, lalu menyapukan pandangan ke seluruh penjuru perpustakaan, berharap akan ada ide untuk nama tim olimpiadeku dengan Aghie.

Entah kenapa, saat sampai di rak buku yang ada di seberangku itu pandanganku terkunci pada satu buku berwarna merah muda, buku karya Felix Siauw dengan titel "Udah, Putusin Aja!"

Aku jadi mendadak ingat soal Wulan, mantan Aghie.

"Wulan," ucapku sambil mendengus. "Wulan itu bulan ya?"

Ah, tunggu-tunggu.

Wulan?

Bulan?

Aku menemukan nama tim yang sempurna sekarang. Aku harus menemui Aghie.

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang