Author POV.
Cahaya matahari masuk melalui jendela kamar Aza. Gadis berumur lima belas tahun yang mempunyai dunia sendiri di balik tidur pulasnya pagi ini, bahkan suara alarm dari hpnya juga tak mampu membangunkannya.
Aza, begitu panggilan akrabnya, nama panjangnya Oxana Zada yang ber-arti Perempuan yang ramah dan beruntung. Berbeda jauh dengan namanya, Aza adalah anak keempat dari lima bersaudara, keluarganya bisa dibilang cukup mampu atau malah benar-benar mampu. Gadis berperawakan tinggi dan besar membuat dirinya biasa dibilang mirip sekali dengan ayahnya, padahal tidak. Jangan lupakan gingsul khasnya dan setitik tahi lalat di hidungnya.
Aza bukan remaja yang rajin sekali berangkat ke sekolah pagi-pagi, persis seperti hari ini. Hari senin pukul tujuh lebih empat menit dan upacara akan dimulai pada pukul tujuh lebih empat puluh, dan seorang Aza masih berpetualang bersama pangerannya di dalam mimpi. Dan ya, tidur ialah salah satu hobi terbaik dari yang terbaik seumur hidupnya.
Alarm ketiga berbunyi, kali ini Aza mengerjap, membuka matanya kemudian menggapai hpnya yang berada di atas kepalanya.
"Uhm, tujuh lebih enam menit, s*alan," lima kata untuk ucapan pagi ini, ditambah satu kata kasar yang membuat pagi ini terasa lebih sempurna dan menandakan seorang Aza masih normal.
Dirinya bangkit, membuka gorden jendela kamar, membiarkan sinar matahari benar-benar masuk dan menyinari kamarnya bak kapal pecah. Aza mengambil handuk, mengusap wajah kusutnya dengan air dingin dan memulai persiapan pergi kesekolah dalam waktu.. dua puluh menit, kalau saja pagi ini dia bisa menelatkan sepuluh menit, tentu saja dia akan lebih lama rebahan dan mengulang mimpi indahnya, sayangnya.. kakaknya sudah mengomel di dapur sana karena Aza tidak memunculkan diri sejak jam 6 pagi tadi, dan selama itu kakaknya menunggu Aza.
***
Aza POV.
Aku menuruni anak tangga, dengan rambut yang sudah terikat kuda padahal masih setengah basah, dan tas ransel merah maroon yang cukup berat. Pemandangan pagi pertama yang kulihat setelah keluar dari kamar, adalah keempat saudaraku sedang fokus membaca buku pelajaran di ruang makan, Uhm, bukan tipeku sama sekali, aku tidak pernah membaca buku didepan meja makan, kecuali buku komik dan novel.
Perkenalkan, kakak pertamaku, Jihan yang telah masuk ke Universitas kedokteran utama, kedua Rama (juga) Universitas kedokteran utama, ketiga Meera, satu sekolahan denganku tapi dia kelas akhir dan yang kelima Dahlia, adik paling menyebalkan semuka bumi yang terdaftar sebagai siswi SMP negeri terpercaya, percayalah Dahlia selalu mendapatkan nilai A di setiap pelajarannya, kecuali seni.
Mereka semua adalah anak dari kedua orang tuaku yang sangat membanggakan, begitu juga denganku, aku Oxana Zada kelas 10 IPS, lalu, apa yang membanggakan dariku? aku masih normal, lebih normal dari pada keluargaku, dan aku tidak bercanda, walaupun nilai ujianku benar-benar dibawah rata-rata.
"Makan sarapanmu kemudian masuk kedalam mobil!" seru Meera menutup buku pelajaran, wajahnya begitu merah karena marah.
Aku mengendikkan bahu, asalkan tidak ditinggal aku iyakan.
"Ck, aku seharusnya sudah sangat malu mempunyai kakak kandung sepertimu," ceplos Dahlia menutup bukunya, mengikuti Meera dengan tatapan tajam yang menusukku.
"Seharusnya kamu bangga, Lia!" teriakku.
"Ya, ya! Terimakasih karena telah lahir di dunia ini!" seru Dahlia di ambang pintu rumah, tangannya melambai, mengucapkan salam singkat begitu mobil jemputan dari SMP-nya sudah datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Novela JuvenilTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...