Bagian 11

87 15 0
                                    

Aza POV.

Aku duduk di samping jendela luar perpustakaan, mencuri-curi pandang ke arah manusia yang kukagumi. Benar, Jein, maksudku kak Jein. Seperti biasa kak Jein berdiri tegak membaca buku, menyendiri diantara rak buku. Kalau terus dipikirkan.. apa enggak capek berdiri selama satu sampai dua jam disana?

Huuh... harusnya aku balik menyapanya tadi disaat kak Jein menyapa Meera dan Dahlia. Pasti dimata kak Jein aku orang aneh.

Bukannya fokus pada buku dihadapanku mataku malah terfokus pada kak Jein, sesekali tertawa sendiri seperti orang gila. Meera yang berada di sampingku mencubit lenganku, menyuruhku diam karena menganggu orang lain, lebih memalukan lagi kak Jein terlihat mengintipku dari balik sampul buku yang dibaca, Memalukan!

"Kak, Aku mau beli minum, mau nitip apa?"

"Sprite,"

"Dahlia?"

"Coca cola,"

Aku mengangguk, menutup buku psikologi yang baru saja aku baca, meletakkannya disebelah Meera kemudian berjalan keluar. Perpustakaan kota ini sangat besar, selain itu fasilitasnya tidak main-main, taman yang bersih, kantin yang terjamin higenis dan bebas asap rokok. Tapi alasanku untuk keluar bukan karena itu tapi karena kak Jein, benar, aku membuntutinya. Dengan jantung yang terus beregup kencang dan tangan yang bergetar.

"Tenang Aza... Tenang...."

Aku berhenti di satu toko, mengambil 2 Sprite dan 2 Coca Cola dingin, segera membayar sebelum kehilangan bayangan kak Jein.

Telat. Aku telah kehilangan sosok kak Jein, rasanya sedikit menyesal, tapi tidak apa karena kemungkinan juga kak Jein akan kembali ke perpustakaan dan lanjut membaca buku lagi. Ehehehehehhe.. melihat sosoknya dari belakang aja udah bikin hampir jantungan apalagi kalau dilihat langsung dari depan. AZA BISA MENGGILAAA!!!!

"Sadar Aza! gaboleh berlebihan! kak Jein sama kamu itu cuman sebatas fans sama idola! Gaboleh berlebihan!"

"Kamu nyebut saya?"

Aku menoleh. Pernah mengira bayangin rasanya bisa ketemu bias? bisa berhadap-hadapan sama bias? seneng pake banget 'kan? Aku juga.

"J...Jein..."

"Temennya kak Meera 'kan?"

"I-iya,"

"Kamu suka sama adik kelas?"

Aku mengangkat alisku, "Hah? adik kelas?"

"Eum, enggak,"

Enggak? Terus maksudnya suka sama adik kelas itu apa? aku 'kan kelas satu, jadi ya ngga punya adik kelas.. owh, atau kak Jein pikir aku suka sama Dapa karena memang tahun kelahiran Dapa beda sebulan sama aku. Aku lahir bulan Desember, kalau Dapa awal Januari. "Enggak kok, Aku--eh, Saya.. enggak pernah suka sama adik kelas,"

Karena aku sukanya sama kak Jein, G.

"Owh,"

Terdiam, kak Jein menatap Coca cola di tanganku, seperti sedang mengirim kode secara tidak langsung, "Kenapa?"

"Eh, enggak,"

"Oke.., kak mau minum--"

"Boleh."

-_-

.

.

.

"Makasih,"

Meski kak Jein pakai masker dan topi tapi aku bisa melihat senyum kaku yang perlahan mengembang. HATIKU MELEDAK!!

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang