Aza POV.
Aku menggigit ibu jari, menggertakkan gigi, memijat kening, menarik nafas panjang dan mengeluarkannya.
"Sumpah Dap, gue takut banget Una bakalan tau..."
"Shuut, diem bentar Za, gue bentar lagi menang,"
Aku menendang tulang kering Dapa, kemudian bangkit meninggalkannya di dalam kelas, sibuk mengaduh dan memanggil namaku.
"Una.." sapaku ketika punggung Una terlihat di depanku, berjalan dengan lesu.
"Lo kenapa Na?" tanyaku menghampirinya.
"Aza.., engga gue gapapa,"
"Muka lo kusut kek baju belum disetrika begini lo bilang ga apa apa? bilang ke gue, gimana? kenapa?"
"Haha, gue kasih tau tapi lo juga harus kasih tau ke gue kenapa dan gimana lo sama Dapa bisa baikan dan ada masalah apa kemarin kemarin itu,"
"Yaudah gausah,"
"Yeuuu, dasar!"
Una tertawa kecil, biasanya di jam istirahat begini Una akan pergi ke perpustakaan, tidak ada salahnya juga aku ikut dengannya untuk menikmati angin siang hari di samping jendela paling pojok(sebenarnya itu tempat favorit ka Jein.)
"Lo mau ke perpus Na?"
Una mengangguk, "Iya, lo mau ke UKS Za?"
Aku meringis, "Enggak lah, Gue mau ikut elo aja ke perpus,"
"Tumben," katanya.
"Biarin kali, siapa tau kan ketemu kak Jein,"
Una hanya tertawa menanggapiku, selanjutnya kita berdua pergi ke perpustakaan, sementara Una mencari buku aku duduk di meja pojok, menopang dagu sambil melihat sekitar. Ketika itu aku mengingat ucapan Meera diluar kamarku sebelum kita berangkat ke sekolah.
Belajar Aza.. Belajar Aza.. Belajar!!
"Benci banget.." lirihku.
"Za," panggil Una.
"Eh iya?"
"Gue duduknya disana, lo mau ikut atau disini aja?"
"Em.. disini aja, eh, Una boleh minta tolong ambilin buku itu.." aku menunjuk buku bersampul putih dibagian rak atas.
Una mengambilkan dengan senang hati, senang sekali melihat temannya akan membaca buku pelajaran(setidaknya bukan Novel)
"Thanks,"
Seperti kata Bunda, Beliau bilang aku akan masuk jurusan Psikologi. Buku bersampul putih ini sekarang berada di hadapanku, di lembar pertamanya terdapat tulisan pengantar kemudian dilembar kedua hingga terakhir. Aku pusing.
Awalnya aku memang berpikir akan tidur atau melihat Jein saja yang kebetulan sedang memperhatikan Una(?)
Tapi kedua hal itu tidak membuatku merasa baik baik saja dan melupakan masalah ini, tidak.
"Unnghh... yakali minta tolong Una.. pasti Una langsung curiga, kalau Dapa.. engga deh, Dapa udah banyak ngebantu.."
"GUE BISA GILA KALAU BEGINI!!"
"SHUUUTT!!!"
***
"Kak Zada!" panggil Dahlia sambil mengetuk keras pintu kamarku, hm, lebih tepatnya meneriaki namaku sambil mendobrak paksa.
"Apa!!"
"Dahlia mau ke Cafe! Ikut nggak!?"
Aku berlari mengambil hoodie hitam, topi hitam juga dompetku. "Aku siap," kataku membuka pintu kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
TienerfictieTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...