Bagian 5

187 21 2
                                    

Aza POV.

Aku menatap sekitar kantin dengan murung, tidak kukira aku akan merasakan sehampa ini.. tanpa Una juga tanpa kabar terbaru Kak Jein. Kecewa, andai sejak dulu klub rebahan sudah diresmikan--aku tau itu tidak mungkin karena anggota dari klub itu hanya aku--, mungkin aku sudah duduk di kursi belakang klub jurnalistik, menatap Kak Jein dari jauh, Ah! sayang sekali!!

"Tidur Aza, udah tidur aja.."

Aku menoleh, menggelengkan kepala pada Dapa, "Kangeen.."

"Nana?"

"Kak Jein.."

"Si anjir, doi kenal sama lo aja kagak,"

Aku cemberut, memainkan sobekan tisu, menggulung sampai menjadi butiran kecil, kemudian melempar lempar ke wajah Dapa, hingga beberapa butiran tisunya masuk kedalam kuah bakso milik Dapa.

"GUE LAGI MAKAN JANGAN GANGGU, TOLONG YA!!" teriaknya mengamuk.

Aza bosan. Aza butuh sesuatu yang dapat membuat diri ini kembali bersemangat, "Aza pengen bolos.."

"Enggak," Dapa melotot.

"Aza pengen bolooss..."

"Enggak!"

"Aza kangen kak Jein!!"

"Heh!!" bentak Dapa membuatku menarik ujung bibir kebawah.

Kantin menjadi sepi, beberapa murid berlari untuk masuk kedalam kelas masing-masing, sebelum pelajaran jam selanjutnya dimulai.

"Gue mau bolos!"

"C*mkem mu!"

"Mas Rara kasar ih! logat jawanya keluar!"

"pokoknya gue mau bolos, gue mau nyusul Una, gue mau ketemu sama Kak Jein! Gue mau pergi sekarang!!" seruku kemudian mendorong bahu Dapa, padahal dirinya diam tenang memakan bakso panas Bi iyem.

"KUAHNYA KENA CELANA GUE, NJIR!!" jerit Dapa hampir di dekat lubang telingaku.

"Maaf eyang.."

"Lo hari ini bermasalah banget tau nggak sih, Ja?" Dapa mulai mengomel, sementara aku berusaha mengelap dan membersihkan lantai yang tertumpah kuah bakso, dan itu tidak sedikit.

"Terserah deh Dap, intinya gue mau bolos, lo ikut? cus, lo nggak ikut? no problem,"

Aku melempar gulungan tisu yang basah, melempar masuk kedalam tempat sampah.

"Lo beneran mau nyusul Una?"

"Maybe,"

"Seriusan?"

"...enaknya susul enggak ya?"

"Nope,"

"Tapi belum telat loh Dap kalau gue beneran ikut,"

"Lo mau dipanggang kak Meera? tau sendiri Kakak lo satu itu galaknya kayak iblis lagi PMS,"

"Dih, sok. Yaudah, gue duluan ya, Dap." Aku melambaikan tangan, meninggalkan Dapa beserta mangkok baksonya yang sudah tidak ada harapan bisa masuk kedalam perut tuannya.

Kemana aku akan pergi? Menyusul Una? haha, ya enggak lah, nanti Una kumintain tolong motoin kak Jein aja. Buat saat ini aku pengen bolos.. tapi ke warung kopi andalan, siang panas seperti ini memang enak cari wifi gratis sambil mantengin cogan.

Hehehehehehe...

***

"Bolos? lagi?" Dahlia melotot garang, menunjukku dengan jari telunjuk durhakanya.

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang