Bagian 34 -End

367 12 0
                                        

Author PoV

Naskah drama persahabatan mereka belum usai disini, masih banyak yang harus dan akan dilakukan kedepannya. Cewek bernama Lubna Fairuzia itu kini perlahan menyadari pentingnya merawat pertemanan, Oksana Zada sahabatnya sangat berharga. Bahkan, usut punya usut, beasiswa yang menaunginya selama bersekolah disini adalah donasi dari yayasan milik keluarga Aza. Kabar setengah baik datang dari mantan partner olimpiadenya, Aghie. Cowok itu diterima di universitas nasional terbaik di Indonesia. Yap, setengah baik karena itu adalah pertanda jika Una tidak akan lagi bisa bertemu dengannya sebebas selama ini.

"Belajar yang rajin dan susul gue ke univ itu, Na." Aghie mengelus puncak kepala Una sesaat sebelum melangkahkan kakinya masuk kedalam bus yang akan mengantarnya ke luar kota.

Una tersenyum tipis, tapi tunggu ada sesuatu yang mengganjal, "G-gue?"

Semua orang tahu dan hafal kalau Aghie selalu menyebut dirinya dengan sapaan "saya", Una mengernyit dan sontak saja membuat Aghie mengulas senyumnya. "Iya, lucu ya kalau saya pakai sapaan gue?"

"Enggak lucu, aneh!"

"Udah ah, gue cabut dulu!" Aghie menyalami Galen dan Bagus. Mereka berdua mendapar amanat dari orang tua Aghie yang tidak bisa mengantar ke terminal. Satu pelukan terakhir menjadi tanda perpisahan mereka.

"Ati-ati, Bro!" pesan Galen.

"Jangan belok!" titah Bagus yang membuat Aghie ber-hah. "Kalau nggak belok, busnya bakal nabrak kali, Gus?!"

"Maksud gue, jangan belok soal hati. Lo udah baperin anak orang, jangan kecewain dia. Jaga mata jaga hati!" pesan Bagus yang selevel dengan motivator kenamaan Mario Teguh, tak lupa Bagus melirik Una.

"Paan sih lo?!" cibir Aghie. "Padahal lo sendiri playboy tapi sok-sok'an nasihatin tentang kesetiaan."

"Heh, sssttt!!!! Lo jangan bongkar rahasia gue depan si Lubna dong!" Bagus menggeplak kepala Aghie.

Una dan Galen hanya terkikik kecil.

Lima menit kemudian bus yang tadinya di hadapan mereka sudah berangkat, mengangkut Aghi dan seperangkat barangnya serta penumpang lain menuju kota lainnya.

***

Lubna kini menyesal, duduk sebangku dengan Samuel sama dengan mempertaruhkan peringkat 1-nya di kelas. Samuel diam-diam sangat lihai mencuri jawaban ulangan Una, mengambil buku tugas Una, dan sesekali memotret catatan pelajaran Una.

Parahnya lagi, membiarkan Aza dan Dapa duduk sebangku membuat ruang kedekatan mereka semakin merdu. Ah, merdu? Sepertinya itu bukan kata yang pas. Tapi, ya sudahlah, anggap saja pas.

Una curiga, Aza dan Dapa terlibat sesuatu yang tidak diketahuinya. Oke, Una pernah cemburu soal Wulan, tapi kali ini bahkan ia sangat cemburu melihat kedekatan sahabatnya sampai terkadang lupa kalau satu teman mereka tersiksa duduk di pojokan bersama Sam yang persis seperti serigala berbulu domba.

Aza dan Dapa terus saja diteror pertanyaan, "Kalian pacaran?", "Kalian jalan bareng?", "Kalian ada hubungan apa sih?", "Kalian gak lebih dari sahabat 'kan?", "Kalian berdua kenapa sih?" oleh Una. Tapi jawabannya selalu sama, "Apa sih, Nana! Gak ada apa-apa!"

Oh ya, apakah kalian penasaran dengan nasib orang-orang lain yang pernah hadir di kisah ini juga? Sini dengarlah!

Jein : Karya Jein laku besar, penggemarnya semakin banyak dan Aza masih menjadi salah satunya. Rencananya Jein akan mengambil jurusan jurnalistik di Universitas yang ternyata berbeda dengan Universitas tujuan Aza, Jein juga memperkuat ilmu agamanya, itu membuat Aza semakin menggila setiap kali Jein live di instagramnya. Gebetan? biarkan itu menjadi rahasia Jein dengan Tuhan, karena sejak awal Jein tak pernah tertarik untuk pacaran, cukup menganggumi saja. Tak jarang juga Jein mengisi ceramah Jum'at sore di masjid kompleksnya, diam-diam Aza menyamar menjadi salah satu makmum di masjid, duduk bersila dengan punggung tegak dan telinga yang siap mendengar suara Jein.

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang