Aza PoV.
"Kok kamu di sini Pril?" Aku menunjuk Pricilia. Iya, Pricilia manusia yang digilai Dapa, teman sd-ku sekaligus tetangga terdekat. Awalnya kita memang bertetangga tapi kita tidak terlalu dekat, hanya sebatas tetangga saja, tapi semenjak aku masuk SMA dan bertemu dengan Dapa, seolah Dapa memaksaku agar dekat dengannya. Kita yang awalnya jarang sekali menyapa, sekarang menjadi lumayan akrab.
"Hai Kak Zada!" sapa Defira ramah, adik Pricilia kedua yang berumur 7 tahun, melambaikan tangannya keudara.
"Hai Fira," sapaku balik.
"hai Pril,"
"Hai Za, kok tumben kesini?"
"Cari tempat ngopi yang baru dong, masa di angkringan jalan mulu, kan kurang estetik." kataku diiringi tawa kecil.
"Hahaha, ini masih siang kok sudah bolos?"
Aku mengayunkan sendok kecil, mengambil potongan kecil cheese cake, memasukkan kedalam mulut, memang niatku menggoda Defira. "Mau?" tawarku begitu puas melihat ekpresinya.
"Mau!!" serunya semangat.
"Zada," panggil Pricilia.
"Ya, bosen sekolah sih, belajar mulu," ucapku asal.
"Kan memang sekolah tempat buat belajar kak Zada.." kata Defira dengan mulut penuh.
"Padahal ini baru tahun pertama lho Za, harusnya kamu rajin-rajin belajar dong, biar bisa masuk universitas kedokteran, sama kayak Kakak kakak kamu. Tuh, Dahlia aja rajin banget, dia adik kamu lho Za. Harusnya kamu lebih rajin dan pinter dong," nasihat Pricilia.
Aku menatapnya datar, ada rasa tidak suka ketika disama-samakan dengan keluargaku. Pricilia menyadarinya, langsung meminta maaf, mengajak adiknya keluar dari Cafe setalah mendapatkan pesanannya.
"Aku cuman bermaksud baik Za, berharap kamu bisa memanfaatkan waktu-waktumu saat ini, jangan disia-siakan begitu aja, cari pengalaman baru Za," katanya kemudian melangkah keluar pintu Cafe, aku tersenyum tipis, aku juga tau maksudnya baik.
TING!!
Lubna
Aku mengheboh ketika nama kontak dari si pengirim pesan tersebut ialah Una. Tadi aku memintanya mengambil foto kak Jein. Seketika aku membuka pesan tersebut rasanya semangat belajarku berkobar-kobar. Senyumku mengembang begitu cepat, serandom inilah diriku. Di pesan selanjutnya terdapat pesan suara. Dengan jantung yang berdebar luar biasa aku menekan layar hp.
"Banguun!! Kamu calon orang sukses!!"
Aku berharap tidak akan pernah bangun dari mimpi ini...
***
"Kak Rama!! tadi kak Zada bolos lagi!" Lapor Dahlia berlari masuk kedalam rumah.
Aku panik, mengejar Dahlia dan berusaha menutup mulutnya, tapi bocah itu berhasil menghindar. "Dahlia!" seruku marah.
"Ih, memang kenyataanya begitu kan? Kak Zada bolos lagi!"
Sebelum berhasil aku mencekik lehernya, Kak Rama sudah lebih dulu menyuruhku untuk tidak melawan, kak Rama marah tapi aku lebih marah lagi, ah, padahal tadi moodku sudah bagus!
"Kak Rama kok juga dirumah?" Aku berusaha balik menyalahkan kak Rama. "Bolos juga?"
"Kakak bukan pemalas kayak kamu, gaada ceritanya keluarga Bunda punya anak pemalas yang suka banget bolos bolos, Kakak pulang karena lagi gaenak badan,"
"Kalau begitu kak Zada bukan anak Bunda dong?" Dahlia menahan tawanya, puas melihatku marah, malah hampir menangis.
"Diam kau Dahlia!" bentakku menunjuk Dahlia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Teen FictionTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...