Aza POV.
Aku menghela nafas lega begitu Una dan Dapa menghilang dari balik pagar rumah. Aku memang sengaja menyuruh mereka pulang karena akan ada acara syukuran keluarga sore ini, dan Bunda menyuruhku untuk tidak bersembunyi di dalam kamar atau main bersama Dapa. Hem, Ayah dan Kakak Bundaku akan datang bersama anaknya yang membanggakan.
"Tata aqwa ini ke meja," suruh Kak Jihan.
Tanpa disuruh dua kali aku menata air mineral ke meja ruang tamu. Belum ada lima menit aku menyelesaikan tataan pintu rumah diketuk.
"Zadaaaa!!" pelukan erat menyambutku begitu aku membuka pintu rumah.
"Tan--te.."
"Ma, jangan di depan pintu," kata sosok seorang laki laki dari balik punggung Tante.
"Biarin lah Za, Mama kan kangen Xana,"
Aku berusaha mengenal dua wajah kembar ini. Sekarang aku ingat, Arsa dan Arza. Kita memang jarang bertemu terakhir kali saat aku berumur 10 tahun, itupun aku diculik dan dibawa ke Bandung karena selalu ribut dengan Meera.
"Kak Arsa, Kak Arza!" sapaku girang.
"Hai,"
Aku mempersilahkan mereka masuk, menyelusuri setiap ruangan didalam rumah termasuk kamarku.
"Za," panggil kak Arza.
"Oit?"
Kak Arza menggeleng, "...eng.. engga jadi,"
"Xana aku pinjem kamarmu ya!" Kak Arsa melemparkan tubuhnya keatas kasur empukku bahkan sebelum aku iyakan/larang.
"Gue jug--"
"Za! Cowok pergi, ini kamar cewek!" usir Arsa. Arza menatap saudara kembarnya tidak suka, "mentang-mentang lo cewek!"
"Memang! Memang!"
Aku turun kebawah lagi, membiarkan kak Arza dan kak Arsa menguasai kamarku. Aku duduk bersila di samping Meera dan Dahlia, kedua Kakakku yang lainnya mengobrol dengan Ayah dan Om.
"Kak?"
Meera menoleh, menaikkan sebelah alisnya. Dia terlihat murung, seperti kurang sehat dan sedikit canggung ketika Tante menanyai tentang sekolah dan nilai Meera, padahal setahuku Meera selalu membanggakan nilai sekolahnya kepadaku.
"Jadi, Meera mau kepikiran ngelanjutin sekolah dimana?"
Meera tersentak, "Eh-Uhm.." dengan ragu-ragu Meera menjawab, "Kayaknya bakalan ke Amerika Tante,"
"Kok jauh banget?"
"Atau ke Jepang.."
Aku mendelik tidak percaya, kenapa dia begitu ingin keluar negeri? Dia bahkan diam-diam mengajakku ke Amerika dengan cara liciknya.
"Kalau Zada?"
"Ak--"
"Kalau Zada pastilah ikut Kakaknya," kata Bunda.
"Eh?? Enggak k--"
"Hahah, dari dulu Zada memang suka ngikutin kakaknya," tambah Bunda.
Aku terdiam, melirik kak Meera. Mungkin Bunda sudah tau tentang itu..
"Mau ke jurusan apa?"
"Kalau enggak Matematika ya Bisnis."
"Kalau Zada?"
"Aku eng--"
"Kalau Zada pastinya ya psikologi!" lagi lagi Bunda memutus ucapanku.
"Bunda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Us
Genç KurguTujuh puluh lima persen orang yang mengetahui persahabatan antara Aza dan Una merasa bingung. Kenapa dan bagaimana bisa seorang Oxana Zada alias Aza yang hobinya rebahan, corat-coret buku, dan ngopi itu bisa bersahabat dengan Lubna Fairuzia alias Un...