Bagian 25

64 10 1
                                    

Aza POV.

Aku turun dari atas boncengan motor Dapa, raut kesal terlukis di wajahku, tapi tidak dengan Dapa yang malah menahan tawanya mati matian di sepanjang jalan pulang.

"Lo jangan ngadi ngadi bawa Pricilia ke tempat kayak begitu, mati lo di tangan Kak Cristi!"

"Iya-iya gue nggak bawa dia kesana. Padahal tempatnya ga buruk-buruk amat,"

Aku mendelik, "Ga buruk kata lo!?"

"Lo aja yang udah salah paham duluan Ja!"

"Lo yang bikin gue salah paham! Difilm-film kalau lo bawa temen cewek lo ke rumah tua.. pasti lo bakalan ngapa ngapain temen cewek itu!"

"Contohnya?" Dapa tersenyum jahil.

Aku menendang kakinya, hingga membuatnya hampir kehilangan keseimbangan motornya.

"Lo bakalan ngebunuh gue!"

"Dengan ini?" Dapa mengeluarkan kunci loker sekolah.

Ya bagaimana aku tidak salah paham? Dapa menurunkanku di depan rumah tua, aku sudah lebih dulu berpikiran negatif, kemudian Dapa dengan usil tersenyum seperti seorang psikopat yang menemukan target barunya. Kemudian Dapa berjalan mendekat kearahku, aku sudah parno hampir kulayangkan tasku kewajahnya tepat ketika Dapa mengeluarkan kunci loker sekolahnya itu, kupikir itu pisau panjang guna membunuhku!!

Lalu entah datang dari mana dua pasangan laki-laki dan perempuan memanggil Dapa, Dapa langsung tersenyum dan mereka menyambut kami. Bagian mengejutkannya adalah ketika aku tahu kalau rumah tua itu adalah toko buku. MASALAHNYA RUMAH ITU LEBIH MIRIP GUDANG PENYIMPANAN MAKHLUK ASTRAL.

Kedua pasangan itu adalah kenalan Dapa. Dan.. alasan Dapa mengajakku kesini.. karena dia memintaku memilihkan beberapa buku kesukaan Pricilia. Manusia satu itu berniat membelikan gebetannya setumpuk buku kamus dan rumus.

"G-gue kan gatau apa yang bakalan lo keluarin! Udah ah! Mau masuk rumah! Tambah masuk angin gue ntar!"

Aku berbalik, mau mengambil dua langkah maju kedepan dan masuk rumah tapi Dapa lebih dulu menarik lenganku.

"Apa!!?" tanyaku galak.

Dapa terkekeh, mengeluarkan dua gantungan kunci dan satu notebook, "Apa nih? suruh kasihin Pricil?"

Dapa menggeleng, "Ini buat lo, gancinya satu-satu buat lo sama Nana,"

Aku terkejut mendengarnya, bukan terkejut yang 'WAH' tapi terkejut yang 'Oh..'

"Serius?"

Dapa mengangguk, menunggu reaksiku selanjutnya, aku ikut mengangguk, tersenyum singkat, "Thanks,"

"Iya, sama-sama, Btw semangat terus ya belajar sama Nana-nya,"

"Thanks banget Dap!"

Setelahnya aku masuk kedalam rumah, sementara Dapa menjalankan motornya pergi keluar dan menghilang tepat setelah melewati pagar rumah Pricilia.

Secara tak sadar aku tersenyum, 'Manis banget sih, kayak kentang goreng kemasukan madu'

***

"Aza, aza, aza!!" Una bangkit dari duduknya. Heboh sekali ketika aku datang dengan wajah bangun tidur.

"Kemarin lo dibawa kemana sama Dapa?"

"Kemana?.... lupa,"

Una kecewa, kecewa sekali dengan jawabanku. Aku tertawa sekilas sebelum akhirnya aku menguap lebar.

"Ini dari Dapa.." aku memberikan ganci bergambar animasi bunga matahari. Una mulai heboh lagi, "Apaan nih!?"

"Kemarin diajak beli itu,"

Unpredictable UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang