Min, 19 Apr 2020
🍑
"Yakin lo dek udah sembuh?" tanya Raidan menurunkan kaca jendela mobil untuk melihat adiknya dengan jelas.
Zee mengangguk. "Iya, Bang. Lagian juga udah berapa hari libur, gue nggak mau nyalin catatan terlalu banyak."
Napas Raidan berhembus pasrah, mengomeli Zee saat ini tidak akan berpengaruh apa-apa. "Yaudah, nanti kalo ada apa-apa kabarin gue ya. Nanti sore gue jemput. Bye."
Zee tersenyum sambil mengangguk kemudian berjalan masuk ke gerbang sekolah. Ia setengah berlari menuju ke kelas karena ingin buru-buru mengetahui pelajaran apa yang tiga hari ini ia lewatkan.
Kelas belum terlihat ramai, ia berjalan ke arah bangkunya kemudian menyimpan tas di sana. Zee melirik jam yang menggelang di tangannya, masih ada 20 menit sebelum jam masuk.
"Vin, liat catatan lo dong," seru Zee pada Gavin yang sedang sibuk memainkan hp di bangkunya.
Cowok berkacamata itu menoleh kemudian tersenyum sambil membawa tumpukan bukunya ke bangku Zee. "Nih, sesuai pesanan lo semalam. Ada beberapa tugas juga tuh, sama ulangan Bahasa Inggris lo disuruh ngadep langsung sama Bu Ningsih."
Zee sedikit menganga mendengar penjelasan Gavin itu. Kan, baru 3 hari ia absen karena sakit, tugas dan catatan sudah seperti skripsi yang harus ia selesaikan dalam waktu singkat. Zee menatap nanar tumpukan buku di depannya." Sebanyak ini? Astaga, gue jadi nyesel sakit."
Gavin hanya terkekeh kemudian menepuk pelan tumpukan bukunya sekali lagi, "gue balik lagi ya."
Zee mengangguk sambil tersenyum, "thanks ya, Vin. Lo emang ketua kelas terbaik deh."
Setelah Gavin meninggalkan bangkunya, gadis itu mulai melakukan kegiatan menyalin catatan yang cukup banyak. Belum lagi ada beberapa tugas dan ulangan harian. Ia sangat menyesal karena beberapa hari yang lalu nekat pulang sambil hujan-hujanan karena menunggu Bang Raidan terlalu lama. Alhasil ia pulang dengan menorobos hujan dan itu yang membuatnya terbaring lemah di kasur selama 3 hari.
Zee tahu catatan sebanyak ini tak akan selesai dalam satu hari, tapi ia beruntung karena tempo menulisnya yang bisa dibilang lumayan cepat jadi setidaknya sehari ia bisa menghabiskan minimal 3 buku catatan. Untung saja Gavin berbaik hati meminjamkannya dan tak keberatan kalau bukunya dibawa pulang, ia jadi lebih lega.
"Heh, minggir!"
Tengah serius menggaris sesuatu di bukunya, kepala Zee langsung mendongak mendengar suara yang lebih terdengar seperti perintah itu. Ia memicingkan mata melihat siapa pemilik suara yang berdiri di sampingnya. Beberapa kali ia mengerjap, ia sama sekali tak tahu siapa cowok yang masih menenteng tas itu.
Mungkin itu adalah salah satu murid di kelas lain, karena ia memang tak banyak tahu murid-murid yang kelewat banyak di sekolahnya ini.
"Maaf, kenapa ya?" tanyanya bingung.
"Minggir! Gue mau duduk," tukasnya tanpa basa-basi. Ia langsung menaruh tas ransel berwarna hitam miliknya ke atas meja dengan sekali sentakan keras.
Alis Zee semakin berkerut dalam, apa-apaan ini? Siapa dia? Kenapa tiba-tiba datang dan menyuruhnya pindah dari bangkunya sendiri?
"Ini, kan bangku gue, kenapa lo nyuruh gue pindah?" Zee benar-benar menghentikan aktifitas menulisnya karena sama sekali tak mengerti situasi saat ini.
"Whoa, ada apa nih pagi-pagi buta terjadi keributan." Tiba-tiba suara Gavin terdengar menjadi penengah diantara kegaduhan yang terjadi di bangku Zee.
KAMU SEDANG MEMBACA
NUKA ZEE
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM BACA! HANYA CERITA FIKTIF ANAK SMA YANG PASTI BAKAL BIKIN BAPER] ❤️❤️❤️ __________ Tak ada yang paling menyebalkan selain diberi keharusan untuk menjadi mentor belajar seorang murid baru di sekolahnya. Zidney Chalondra atau bia...