(21) : Rasa yang Bertambah

36 2 0
                                    

Min, 11 Oktober 2020

🍑

"Gimana, Zee? Bisa?" tanya Alfa sambil menundukkan sedikit kepalanya di samping Zee. Cowok itu tadi melihat gestur tubuh Zee yang seperti kebingungan saat melihat soal yang ia berikan untuk dikerjakan oleh teman-temannya.

Cewek yang ditanya itu menggaruk tengkuknya. "Gue rada lupa sih sama soal yang begini. Udah lama nggak liat soalnya."

Tanpa menunggu perintah apapun, Alfa dengan sigap menjelaskan salah satu soal yang menjadi kesulitan Zee. Cewek itu terlihat gemas sekali saat mengakui kalau dia kesulitan. Seperti anak kecil yang malu-malu tapi mau. Lucu!

Sementara Zee, ia dengan fokus memperhatikan Alfa menjelaskan. Dalam benaknya terbersit rasa kagum karena cowok di sampingnya ini benar-benar terlihat menguasai materi olimpiade. Kalau begini sih, tanpa bantuan Zee juga piala bergilir tetap akan jatuh ke tangan SMA Juara 1. Melihat Alfa yang seolah sudah menghafal diluar kepala teknik-teknik mengerjakannya.

Tak terasa olimpiade yang akan diikuti oleh Zee dan teman-temannya hanya tinggal dua pekan lagi. Hal itu membuat Alfa memilih untuk menambah jadwal pertemuan menjadi tiga kali sepekan agar pembahasan materi mereka juga bisa rangkum dengan tepat dan cepat. Menurutnya persiapan yang dilakukan jauh-jauh hari akan lebih memuaskan ketimbang menjadi seorang deadliner. Hal itu juga yang selalu diterapkan oleh mereka sehingga membuat SMA Juara 1 selalu menyabet piala ketika perlombaan olimpiade semacam ini.

Rasa khawatir sedikit demi sedikit menerjang Zee. Cewek itu merasa sangsi untuk mengikuti olimpiade bergengsi ini. Pikirannya melambung jauh ke belakang saat mengingat ketika pertama kali dalam hidupnya kalah dalam salah satu ajang olimpiade yang diadakan bertaraf nasional. Saat itu ia hanya selisih 0,5 poin dengan lawannya yang merupakan sekolah sebelah dan berakhir membuatnya menjadi juara dua.

Waktu itu Lizzie sudah berusaha menenangkannya dan mengatakan kalau apa yang dia capai saat itu sudah membuat SMA Juara 1 bangga. Tapi ia mengelak dan mengatakan "masa gue sekolah di SMA Juara 1 tapi malah dapat juara 2". Apalagi saat mengingat lawannya saat itu sombongnya setengah mati, untung saja ia memang rada pelupa dan sudah tak mengingat wajah lawannya dulu, mungkin kebenciannya akan bertambah beberapa kali lipat jika hal itu terjadi. Lizzie bahkan tak mengerti pemikiran orang-orang yang sering juara di olimpiade karena ia memang sedikit tak bersinar di dunia itu.

"Zee? Lo gapapa?" Suara bass Alfa membawanya kembali ke realita. Tercetak dengan jelas raut bingung ketika melihat air muka Zee yang berubah.

"Eh, nggak kok. Gue gapapa."

Namun jawaban Zee tak membuat Alfa puas. "Lo cemas, ya?"

Zee tersenyum kikuk. "Dikit, sih. Gue takut nggak bisa ngasih yang terbaik buat sekolah. Apalagi gue tau kalau olimpiade kali ini berarti banget buat lo. Harusnya tuh lo nggak milih gue, Fa. Kan masih banyak orang yang lebih pinter di sekolah ini."

Alfa sontak terkekeh. Satu tangannya menepuk bahu Zee pelan. "Lo nggak usah khawatir. Urusan menang dan kalahnya nggak penting. Yang penting itu kita udah ngeluarin tenaga, waktu dan pikiran sekuat mungkin. Gue percaya kok sama kerja keras lo. Lagian ini juga bukan cuma berarti buat gue, emang lo nggak merasa kalau lomba ini berarti untuk lo? Untuk kita semua?"

"Iya, juga sih."

"Nah, makanya, lo jangan ngelakuin ini untuk gue, lo juga jangan ngelakuin ini untuk diri lo sendiri. Kita lakuin ini untuk sekolah."

Melihat ekspresi wajah Alfa yang seolah barusaja mengeluarkan aura positif langsung membuat Zee tersenyum. Walaupun masih sedikit ragu, tapi perlahan-lahan ia pasti bisa menyingkirkan rasa ragunya itu.

NUKA ZEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang