(20) : Terganggu

29 2 2
                                    

Sab, 3 Oktober 2020

🍑

"Liat ke sini!" protes Zee ketika menjelaskan materi impuls dan momentum kepada Nuka yang sedang mencuri-curi kesempatan untuk meminum Hot Choco pesanannya.

"Apaan sih, gue kan pengen minum doang."

"Kalo sekali dua kali ya gue nggak masalah. Tapi lo daritadi nggak dengerin gue jelasin materi ini." Zee menghela napas kasar sambil memamerkan pelototan kepada Nuka. Hari ini cowok itu sering Zee pergoki tak fokus sampai-sampai ia jadi capek berkoar-koar sendirian.

"Iya, iya ini gue dengerin. Tapi gue minum dulu sekali lagi," ucapnya sambil terkekeh jail kemudian kembali menyeruput cangkir di depannya. Mau tak mau Zee hanya memutar mata kemudian kembali menjelaskan ketika cowok itu kembali fokus.

"Ini, lo disuruh nyari momentum. Lambangnya itu P besar, nanti lo tinggal masukin rumus yang ini, terus ganti sama angka yang ada di soalnya. Masa kayak gini udah berulang-ulang kali loh gue jelasin, ini tuh rumus dasar banget. Gue bisa kena gampar Pak Arif kalo ulangan lo kali ini anjlok lagi."

Nuka mencibir. "Gak sampe kena gampar juga kali, lebay lo." Kemudian tangannya meraih buku yang disodorkan Zee dan mengerjakan sesuatu di sana.

Cewek yang hari ini tetap konsisten mengucir rambutnya itu memilih menyenderkan punggungnya di tubuh sofa cafe yang empuk setelah menyuruh Nuka mengerjakan soal. Hari ini mereka memang mengadakan proses belajar bareng di cafe karena perintah dari Nuka. Katanya cowok itu tak mau belajar di rumahnya lagi kalau Atlas masih menginap di sana. Zee juga tak mengerti kenapa. Padahal kemarin fine-fine aja. Atlas juga orangnya asik diajak cerita ditambah wajah cowok itu yang sedikit menyejukkan mata yang membuatnya betah di sana.

Matanya menyelusup memandang ke seluruh penjuru cafe yang di desain sedemikian aesthetic dan instagramable ini. Rasa ingin berfoto di salah satu spot quote di sisi kanan Zee begitu menggebu-gebu. Sepertinya setelah menyelesaikan aktivitas belajar ia akan meminta Nuka untuk menjadi fotografernya hari ini. Lumayan untuk feed instagram dan juga pamer ke Lizzie kalau sekarang di daerah dekat sekolahan mereka ada cafe bernama Comfycav yang lagi fenomenal.

Tempat, oke. Harga, terjangkau. Suasana, nggak perlu diragukan. Pengunjungnya juga ramai yang menandakan kalau tempat ini cukup laris di mata muda-mudi. Hanya saja di sini nggak ada seblak. Jadi tetap saja mengurangi penilaian Zee terhadap cafe ini.

"Zee." Fokus Zee teralih saat Nuka menyerukan sesuatu kepadanya. Ia menaikkan alis bertanya. "Kalo rumusnya udah ditulis, terus kayak gimana lagi?"

"Seriously? Lo nanya ini? Tadikan gue udah jelasin, Nuka!!" ucap Zee dengan nada menangis yang dibuat-buat. Itu seperti kode untuk Nuka agar bisa mengerti kalau soal yang dikerjakannya saat ini tak sesulit saat seorang cowok mengungkapkan isi hati ke gebetannya. Plis deh!

"Ya, gimana. Orang gue masih gak paham." Nuka menyeruput Hot Choconya sekali lagi.

"Sini." Zee mengambil alih pulpen yang masih bertengger di tangan Nuka lalu menggeser buku yang saat ini ada dibawah kuasanya. "Perhatiin baik-baik!"

"Galak banget mentor gue," bisik Nuka pada dirinya sendiri. Tentu saja cewek di depannya itu tak sampai mendengarnya. Ia kemudian kembali fokus.

"Rumusnya kan udah lo masukin, terus ini sisa diganti sama angka yang ada di soalnya doang." Zee menggerak-gerakkan pulpennya ke arah buku sambil terus berkomat-kamit yang terlihat lucu di mata Nuka. Cewek itu memang totalitas sekali mengemban tanggung jawab yang diberikan Pak Arif padanya.

"Kerjain cepet!" perintah Zee kembali menyerahkan perkakas menulis itu ke hadapan Nuka.

Zee perlahan menetralkan emosinya yang kelewat greget pada Nuka. Masalahnya ini cuma satu, Nuka betul-betul kehilangan fokus sekarang. Zee tak sebodoh itu kalau tak menyadari bahwa Nuka kepergok melamun saat ia menjelaskan barusan. Dia lagi mikirin apa sih? Kan, keponya kambuh lagi.

NUKA ZEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang