Sen, 2 November 2020
🍑
"Gavin, tolong bawakan buku-buku saya ke ruang guru!"
Pak Dirga melangkahkan kakinya keluar kelas setelah menyelesaikan mata pelajarannya di jam terakhir. Dengan sigap, Gavin mengangguk kemudian melaksanakan perintah guru Pendais yang kerap kali membuat siswi-siswi gagal menundukkan pandangannya karena wajah beliau yang tak bisa ditoleransi kecakepannya.
Bel pulang sebenarnya belum berkumandang, hanya saja memang kebiasaan guru satu ini yang sering membubarkan kelas lebih awal. Hal itu juga yang menambah ketertarikan siswi-siswi di sekolah, selain karena wajahnya yang menjadi pemandangan sejuk di kelas, juga karena beliau pengertian.
Gavin terlihat sedikit kewalahan. Tampaknya jumlah buku yang kelewat banyak tak mampu ditampung oleh tangannya yang kebetulan hanya ada dua. Jadi ia memutuskan mengedarkan pandangan dan tepat menjatuhkan tatapannya ke arah Zee yang sibuk membereskan barang-barangnya untuk pulang.
"Zee!" panggil Gavin. Cewek itu menoleh dan melemparkan tatapan bertanya. "Boleh bantuin gue bawain ini ke ruangan Pak Dirga, nggak? Gue takut nanti tangan gue dua-duanya putus kalo nekat bawa semuanya sendirian."
"Lebay lo." Zee mendengus geli kemudian dengan senang hati membawa beberapa buah buku di tangannya dan akan dikembalikan ke ruangan Pak Dirga.
Sebagian guru di SMA Juara 1 memang hobi mengoleksi buku-buku cetak mereka dan ditaruh di meja masing-masing. Tak banyak, hanya beberapa buku yang memang adalah edisi terbatas agar tak mudah dipinjam seenaknya oleh murid-murid dan tak tahu akan dikembalikan atau tidak.
Zee dan Gavin mulai berjalan keluar kelas sambil menenteng buku di tangan mereka. Karena merasa bosan, Zee memilih mengeluarkan suara lebih dulu. "Vin, Lizzie bakal liburan ke Indo loh."
Gavin yang mendengar itu balas menoleh dengan sedikit ekspresi kaget. "Oh ya? Terus kenapa lo kasih tau ke gue?"
Zee sontak berdecak sebal. "Lo nih bener-bener nggak ada perasaan apa-apa ke Lizzie, ya? Jahat banget lo sama sahabat gue."
"Gue kan cuma nanya kenapa lo kasih tau ke gue."
"Mau tau aja reaksi lo kayak gimana. Ternyata nggak sesuai ekspektasi gue."
Gavin memandang Zee dengan tampang santai. "Emang ekspektasi lo kayak apa?"
"Ya, gue pikir lo bakal nanya dengan antusias kayak 'Wah, serius? Kapan dia balik? Kira-kira kabar Lizzie gimana sekarang?'"
Setelah memastikan Zee selesai berbicara, Gavin langsung menarik napas kemudian mempraktekkan beberapa kalimat terakhir Zee dengan tampang sedikit mengejek. Zee sontak mendelik tajam ke arah Gavin yang malah mengeluarkan cengiran menyebalkan. Sayang sekali sekarang dia tiba bisa menyikut rusuk cowok itu karena keadaan tangannya yang sedang sibuk.
Mereka berdua melanjutkan langkah menuju ruang guru dan menempatkan buku-buku di meja Pak Dirga. Setelah guru itu mengucapkan terima kasih, Zee dan Gavin melangkah keluar. Cewek itu menepuk-nepuk kedua tangannya karena debu yang sepertinya menempel dari buku yang dibawanya tadi membuat kedua telapak tangannya terasa tak nyaman. Ia sepertinya butuh ke toilet sekadar untuk mencuci tangan.
"Vin, lo duluan aja ke kelas, gue mau ke toilet dulu," sahut Zee.
Gavin mengangguk. Namun belum sempat ia melanjutkan langkahnya, ia lebih dulu menahan langkah Zee yang hendak hengkang. "Gue cuma mau kasih tau lo kalau gue serius sama kalimat yang gue ucapin tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
NUKA ZEE
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM BACA! HANYA CERITA FIKTIF ANAK SMA YANG PASTI BAKAL BIKIN BAPER] ❤️❤️❤️ __________ Tak ada yang paling menyebalkan selain diberi keharusan untuk menjadi mentor belajar seorang murid baru di sekolahnya. Zidney Chalondra atau bia...