(17) : Insiden yang Sama

30 2 2
                                    

Min, 6 September 2020

🍑

Zee paling tak suka dengan kebiasaan keluarganya yang setiap akhir bulan harus kumpul keluarga besar seperti ini. Bukannya ia jual mahal dengan anggota keluarganya, ia hanya malas mendengarkan berbagai macam perbandingan tentang dirinya dan Keisya yang selalu membuat telinganya panas.

Masih ingat dengan Keisya? Itu, si nenek sihir yang hobi sekali meminta Zee mengerjakan tugas sekolahnya, dan yang paling jago berakting kalau kemauannya tak dituruti.

Sebenarnya Zee tak begitu tergila-gila dengan pujian, ia juga tak iri dengan Keisya yang bahkan lebih sering meminta bantuannya mengerjakan tugas dan bahkan bisa dibilang ia lebih pintar dari cewek itu, namun tetap saja dibanding-bandingkan dengan seseorang itu rasanya nggak banget. Apalagi bukannya dibela, ia justru sering sekali disuruh berubah agar bisa setara dengan Keisya.

Kalau nggak mau memuji, seenggaknya jangan menjatuhkan.

Zee tak mau mempedulikan anggota keluarganya yang lain dan hanya memilih untuk mengemil beberapa kue-kue manis yang sudah tersedia di sana.

Restoran yang sudah di sewa oleh Om Jordan yang merupakan Papa Keisya itu lumayan besar dan mewah, terdapat beberapa prasmanan yang menyajikan makanan-makanan berat dan juga dessert enak. Namun Zee tak begitu nafsu makan makanan berat sehingga hanya mengemil beberapa kue untuk mengganjal perutnya.

Niat awal Zee mengambil tempat sendiri untuk menyembunyikan diri dari kerumunan keluarganya malah gagal karena Keisya yang menghampirinya tiba-tiba. Zee mencoba tak mempedulikan sambil terus memasukkan kue ke dalam mulutnya.

"Bokap gue mahal-mahal nyewa restoran ini supaya kita bisa ngumpul bareng, tapi lo malah menyendiri kayak gini," ucap cewek itu kemudian ikut duduk di salah satu kursi di samping Zee.

Zee menoleh sejenak. "Restoran ini disewa buat makan-makan juga, jadi gue tetep nggak nyia-nyiain uang bokap lo, kan?"

Keisya tersenyum singkat.

"Btw, lo masih deket sama temen sebangku lo itu? Siapa namanya, mmm.. Nuka, iya," tanya Keisya setelah beberapa detik tak ada yang membuka obrolan.

"Kenapa emang? Gue sama dia temen sebangku jadi emang deket," jawab Zee. Sebenarnya ia dan Nuka tak bisa disebut dekat juga, cowok itu masih belum terlalu menerima keberadaannya sebagai seorang teman.

Keisya mengangguk-angguk. "Pantesan dia ambil andil banget waktu itu."

Zee terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa.

Tiba-tiba tanpa persetujuan siapapun, Keisya menyeletukkan satu kalimat yang membuat semua orang menoleh ke arahnya dan Zee. "Tante Dinda, Zee lagi deket sama cowok yang bikin dia nggak mau lagi ngebantu Keisya ngerjain tugas!"

Mata Zee membelalak menatap nenek sihir satu itu. Apa-apaan kalimatnya barusan? Kenapa dia sengaja sekali ingin memperkeruh suasana? Semua orang kali ini benar-benar menghentikan aktifitasnya dan berjalan menuju tempat mereka duduk.

Tatapan Zee berfokus pada satu orang yang juga ikut berjalan ke arahnya, kepala Zee sontak menggeleng-geleng. "Nggak gitu, Ma. Keisya ngomongnya suka ngawur."

Zee tersenyum getir ke arah mamanya yang juga menatapnya dengan tatapan tak bersahabat. Lagi-lagi Keisya cari muka di depan mamanya, bukan hanya satu orang kali ini semua anggota keluarganya tahu kalau selama ini dia dijadikan babu oleh Keisya dengan mengerjakan tugas-tugasnya itu.

"Emang bener kok, Tan. Zee sendiri yang bilang sama aku tadi," ujar Keisya lagi. Andaikan saat ini tak ada mama dan papanya Keisya, Zee ingin sekali menjambak rambut yang sudah dicatok habis-habisan itu kemudian dia rusakin serusak-rusaknya. Tega banget dia mempermalukan Zee di depan keluarga besarnya begini.

NUKA ZEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang