(5) : Gak Memuaskan

56 3 2
                                    

Sab, 9 Mei 2020

🍑

"Zidney, Nuka, ke ruangan saya sebentar," ucap Pak Arif yang saat itu menenteng mapnya ketika jam pelajarannya hari ini di kelas Zee selesai.

Nuka bangkit terlebih dahulu kemudian di susul Zee yang mengambil langkah beriringan dengannya. Mereka berdua sampai di depan meja Pak Arif dan langsung di sambut dengan ekspresi wajah yang tak dapat diartikan.

"Zidney, kamu udah bantu Nuka belajar seperti yang saya perintahkan kemarin, kan?" tanya Pak Arif.

Zee mengangguk mengiyakan. "Iya, Pak. Kemarin kami juga udah nyempetin belajar setelah sepulang sekolah."

Pak Arif mengusap-usap dagunya seperti sedang berpikir, tatapannya kali ini dialihkan ke Nuka. "Saya heran kenapa rapor kamu sebelumnya nilainya tinggi, dan juga itu kenapa kaki bajunya di luar, masukin!"

Cowok itu hanya menatap Pak Arif datar. "Bapak udah ngeliat sendiri kalo nilai saya jelek." Ia berdecih pelan dan tersenyum sinis. "Sampai sekarang nggak ada guru yang becus ngajarin saya."

"Nuka! Jaga omongan kamu."

Zee yang saat itu mendengar dengan jelas perkataan Nuka langsung melempar pandangan tak percaya ke arah cowok itu, bisa-bisanya ia bicara seperti itu seolah merendahkan seorang guru.

Pak Arif menarik napas pelan berusaha menenangkan pikiran. Ia sudah puluhan tahun menjadi seorang guru dan sudah puluhan tahun juga ia menghadapi tipe murid seperti Nuka. Jabatannya yang juga merupakan kepala BK membuatnya lebih sering menghadapi murid seperti ini. Ia harus tenang menghadapinya, terpancing emosi hanya akan membuat semuanya menjadi kacau.

Tapi tetap saja bagaimana pun ucapan Nuka tadi sudah kelewat batas, itu sama saja merendahkan dirinya sebagai seorang guru. Ia tetap harus memberikan hukuman pada anak itu.

"Kamu mau hukuman apa atas ucapan yang kamu bilang barusan? Baru kali ini lho saya yang nawarin."

Nuka menaikkan satu alisnya seolah menantang. "Dikeluarin?"

Zee membelalakkan matanya kaget. "Eh, eh, jangan ngomong kayak gitu." Ucapan cowok di sampingnya ini benar-benar tak tahu tempat. Kenapa ia begitu berani berbicara seperti itu dengan posisi sedang berada di ruang guru seperti ini.

Pak Arif tertawa pelan. "Tidak semudah itu. Kalau kamu dikeluarkan itu akan membuat perspektif tentang seorang guru yang nggak pernah becus ngajarin kamu semakin bermekaran di otak kamu, dan itu sama saja saya nggak ngasih kamu kesempatan untuk merubah mindset itu."

Nuka memutar mata malas, kenapa disaat seperti ini ia harus mendengar wejangan yang lebih terdengar seperti dongeng itu. Bikin ngantuk!

"Saya bakal ngasih kamu waktu buat merubah nilai kamu dari sekarang." Mata Pak Arif beralih ke Zee. "Dan kamu, saya percaya kamu bisa mempertanggung jawabakan apa yang kamu jalani saat ini untuk membantu Nuka dalam proses belajarnya, saya masih ngasih kepercayaan itu untuk kamu."

"Kalian boleh keluar."

Setelah melangkah keluar dari ruang guru, Zee tanpa segan menepuk lengan Nuka saat mereka berdua berjalan di koridor untuk kembali ke kelas. "Gue beneran nggak nyangka kenapa lo bisa-bisanya ngomong kayak gitu ke Pak Arif. Dikeluarin beneran tau rasa lo."

NUKA ZEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang