Tak terasa jam pertama telah usai. Buk Rika pun telah keluar dan akan diganti dengan guru mata pelajaran yang selanjutnya. Aku hanya diam ditempatku. Disini benar-benar asing bagiku. Bahkan seseorang yang duduk disebelahku pun Aku tak tahu namanya. Tak ada yang berbicara. Kecuali, mereka yang sudah saling mengenal.
Aku berpikir keras ditempatku. Bagaimana caranya Aku mengajak dia berbicara. Setidaknya mengetahui namanya saja tidak masalah bagiku. Namun, rasanya lidah ini terlalu keluh untuk mengucapkan sebuah kata. Kata sederhana namun sulit untuk terucap.
Aku kembali berpikir dan merutuki kebodohanku. Kenapa rasanya sangat sulit agar suara ini keluar. Kenapa tiba-tiba Aku seperti orang yang tak pandai berbicara. Ah, rasanya Aku ingin pergi saja dan kembali ke sekolah lamaku.
"Pagi" Tiba-tiba sebuah suara dari arah pintu mengusik pemikiranku. Ternyata seorang guru bertubuh besar, ya seperti itu nyatanya. Namun tiba-tiba guru tersebut mengatakan satu kalimat yang membuat aku langsung kebingungan.
"Kita hari ini ulangan ya" Ingin rasanya aku berkata yang tidak-tidak kalau saja dia bukan guru. Bagaimana bisa, Aku yang baru pertama masuk langsung disambut dengan ulangan dadakan.
"Kok gitu mendadak buk? Minggu lalu Ibuk gak ada bilang kalau hari ini" Sebuah suara seorang laki-laki menyahut dengan nada tidak setuju dari daerah belakang.
"Mau ulangan atau tidak? Kalau tidak silahkan keluar. Pintu disebelah sana" Guru itu berkata dengan nada galak sambil menunjuk kearah pintu keluar.
"Tapi buk kelas kami kedatangan murid baru" Tiba-tiba datang suara lagi dari daerah belakang. Aku melihat kembali kearah belakang. Ternyata itu Ridho.
"Tidak ada alasan apapun. Keluarkan kertas selembar sekarang" Sepertinya ulangan dadakan ini akan tetap berlanjut. Guru yang ada didepan ini pasti salah satu guru yang tidak disukai murid, Mungkin saja tebakanku benar.
Semuanya mengikuti perintahnya tanpa satu kata pun untuk kembali membantah. Habislah riwayatku, Bagaimana bisa aku mengerjakan soalnya sedangkan Aku sudah sebulan tidak sekolah karena mengurus administrasi kepindahanku. Tidak ada jalan lain sepertinya Aku harus berbuat sesuatu.
"Ekhem, maaf nama kamu siapa? Aku Narra" Ah akhirnya, suara ini keluar juga setelah lama aku berdiam diri. Aku mengulurkan tanganku kesebelahku.
"Aku Malika Dylia. Panggil Malika aja" Dia membalas uluran tanganku. Ternyata tidak buruk juga berkenalan.
"Itu guru apa ya? Aku bingung soalnya aku sudah sebulan tidak mengikuti proses belajar"
"Ah itu buk Rina, guru Akuntansi. Jangan heran, dia emang begitu. Tapi tenang aja, ulangan dengan dia selalu openbook kok, jadi aman terkendali"
"Aku bisa lihat buku kamu juga?" Aku berkata dengan ragu-ragu. Namun, ternyata dibalas dengan tawa olehnya.
"Yaelah santai aja, boleh kok. Oh iya, ngomongnya jangan kaku gitu. Lo gue aja ngomongnya biar lebih santuy"
"Ah oke"
Sudah hampir dua jam, akhirnya Aku dan Malikapun selesai. Ternyata tidak buruk juga. Untung saja, Aku cepat memahaminya jadi tanpa kesulitan untuk mengerjakan soalnya. Tiba-tiba suara bel pun berbunyi dan buk Rinapun keluar dari kelas. Sepertinya ini bel istirahat.
"Hai Narra, Mau kekantin bareng gak?" Sebuah tepukan di bahuku dari belakang membuatku terkejut.
"Ah iya, boleh"
"Nama gue Vita, ini Nisa" Sambil tertawa dia memperkenalkan dirinya dan teman disebelahnya padaku. Ceria, satu kata yang terbesit dikepalaku untuk menilai Vita. Akupun mengikuti mereka kekantin.
Sepanjang perjalanan menuju kantin, semua tatapan kembali menatap kearahku. Ah kali ini tidak terlalu aku pikirkan. Mungkin saja, karena aku orang baru yang terlihat.
Sesampainya dikantin, suara riuh dari seluruh murid yang berkumpul disini terdengar dengan jelas. Ada beberapa yang melihat kearahku. Berbisik-bisik sambil menatap kearahku.
"Lo mau beli apa?" Suara Vita mengejutkanku.
"Samain aja dengan kalian"
Aku, Vita, dan Nisa pun mencari tempat duduk yang kosong. Untung saja masih ada yang kosong didekat pojokan. Kamipun menyantap makanan yang sudah dipesan tadi. Namun, datang seseorang yang aku kenal dan seseorang yang wajahnya kurang jelas karena berdiri dibelakang.
"Narraaaaaaaa" Dengan suara yang melengking dia memanggil namaku. Aku berpikir kenapa suaranya menjadi toa sekarang. Dia mendekat dan memeluk leherku.
"Angel, suara lo setelah setahun kita gak ketemu lagi kok jadi toa sih" Aku berkata sambil melepaskan pelukannya di leherku. Yang benar saja, Aku sedang makan dan dia datang memeluk leherku. Ah iya, Dia Angel, sahabat aku dimasa SMP kelas VIII. Namun, semenjak naik kelas IX kami sudah tidak terlalu dekat tapi masih berkomunikasi. Tapi kadang-kadang.
"Toa gimana sih Narra. Oh iya, lo kok gak bilang sih jadi pindah kesini. Kalau gak Rafi yang ngasih tau mana gue tahu lo pindah kesini" Oke, sekarang dia ngomel-ngomel kearahku dengan tatapan kesal. Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Biar suprise kali Ngel"
"Oh iya, Nih Rafi. Gak sapaan dulu? Atau gak kenalan balik lagi nih" Dengan nada menggoda Angel mencolek-colek daguku. Aku hanya memutar bola mataku dengan malas menanggapi perkataannya.
"Hai Narr" Sebuah suara dan uluran tangan menyapaku. Dia Rafi, seseorang yang tersembunyi dibelakang Angel tadi.
"Hai juga Raf" Aku tersenyum kikuk kearahnya. Sudah lama tidak bertemu. Ah, lebih tepatnya sudah setahun semenjak saat itu.
Rafi adalah seseorang dimasa laluku. Ya, dia adalah mantanku. Karena satu hal, yang membuat kami tidak bisa. Satu perbedaan yang memang benar-benar membuat kami tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte (SUDAH TERBIT!!!)
Teen FictionGUYS CERITA INI SUDAH TERBIT DENGAN JUDUL BERBEDA JIKA BERMINAT BISA DICEK di : GUEPEDIA https://www.guepedia.com/Store/lihat_buku/MjA0Nzg= TOKOPEDIA https://tokopedia.com/guepedia/all-that-remains-are-memories BUKALAPAK https://www.bukalapak.com...