Sudah berlalu beberapa hari setelah kejadian kemarin. Sudah saatnya juga libur telah usai. Sudah saatnya kembali memulai aktivitas seperti seharusnya. Kembali dengan pelajaran dan tugas. Kembali pada kehidupan sehari-hari.
Hari ini hari pertama sekolah setelah usainya semester 1. Hari ini permulaan semester 2. Aku sudah berada di pekarangan sekolah pagi ini. Aku melewati koridor dan terus berjalan menuju kelas. Sesampainya dikelas sudah lumayan yang datang.
Aku meletakkan tasku. Aku terduduk diam ditempatku. Aku menghela nafasku kasar. Aku menelungkupkan wajahku dilipatan tangan. Aku masih kepikiran. Tentang kejadian yang lalu.
Sudah beberapa hari kami tidak ada komunikasi. Tidak ada satupun yang memulai. Semenjak hari itu. Semenjak perdebatan kami. Kami saling diam. Walaupun Aku tahu dia aktif di media sosial. Tetap saja Aku tidak ingin memulai duluan.
Aku masih merasa kesal padanya beberapa hari ini. Aku merasa kenapa jadi dia yang marah?. Aku sudah berkata jujur padanya. Lalu? Kenapa dia menjadi marah padaku.
"Gila. Masih pagi udah rebahan aja tuh kepala" Sebuah suara membuatku mengangkat kepalaku. Vita sedang menatapku penuh seksama. Setelah menatapnya. Aku kembali menidurkan kepalaku diatas meja.
"Lo kenapa Narr?" Tanya Vita bingung terhadap ku.
"Gapapa"
"Lah terus masih pagi udah lemes aja tuh wajah. Kenapa?"
"Lagi ngantuk" Aku sedang tidak berbohong untuk jawabanku yang satu ini. Aku memang sangat ngantuk. Bisa dikatakan semalam Aku hanya tidur sekitar 4 jam. Aku benar-benar insomnia tadi malam.
Aku tidak lagi mendengar suara Vita. "Mungkin udah pergi" pikirku. Aku menutup mataku perlahan. Hingga tak sadar Aku sudah tertidur pagi ini.
***
"Narr bangun" Sebuah tangan mengguncang bahuku. Seakan tersadar Aku pun menegakkan tubuhku. Aku menyandar dikursi. Aku menatap seseorang yang membangunkanku.
"Lama banget lo tidur" Vita menatapku kesal. Aku hanya menatapnya diam. Ntah sudah berapa lama Aku tertidur. Aku menatap sekitar.
"Udah jam berapa? Kita gak belajar?" Aku menatapnya bingung.
"Udah jam 9.30. Kita freeclass hari ini soalnya kan hari pertama masuk setelah libur"
Ternyata Aku sudah begitu lama tertidur. Hingga tak sadar akan sekitar. "Kaya orang mati aja kamu tidur" begitu kata mama kalau Aku sudah bangun dari tidur panjangku. Aku merentangkan tanganku dan mulai meregangkannya. Sangat pegal akibat kujadikan sebagai bantal selama tertidur.
"Kantin yuk. Gue lapar banget" Aku sejenak berpikir sebelum kemudian menyetujui perkataan Vita.
Sesaat kami keluar kelas. Aku sekilas melihat kearah kelas Adrian. Tidak ada satu orang pun didepan kelasnya. "Dia sekolah gak ya?" Batinku. Kemudian Aku mengikuti langkah Vita kekantin.
Kami mencari meja yang biasa kami tempati. Kemudian memesan makanan untuk mengisi perut kosong kami. Saat pesanan datang kami langsung menyantapnya.
Aku menatap meja depan. Tempat yang dulu Aku dan Adrian beradu pandang. Aku menghela nafas kasar. Aku jadi teringat Adrian. Aku berpikir keras Aku harus bagaimana?.
"Jadi kangen"
Lama berpikir, Aku pun memutuskan untuk menemuinya nanti dikelasnya. Sepertinya Aku memang harus menekan egoku. Tidak baik juga begini lama-lama.
"Vit gue kekelas Adrian dulu ya" Vita menatapku bingung seolah bertanya kenapa?. Seakan mengerti dengan tatapan bingungmya Aku melanjutkan ucapanku "Ada yang mau gue omongin kedia. Gue duluan ya" Aku segera meninggalkan Vita tanpa menunggu jawabannya.
Aku melangkahkan kakiku menuju kelas Adrian. Tidak terlalu tergesa-gesa. Namun, sedikit lebih cepat dari langkah biasanya. Jantungku terus berdetak dengan cepat. Aku sedikit ragu sebenarnya menemuinya. Pasalnya Aku tidak pernah membujuk seseorang sekali pun.
Sesampainya Aku didepan kelasnya. Aku melihat Angel dan Fanny didepan pintu. Aku tersenyum kearah mereka. Dengan sediki berpikir Aku pun memutuskan untuk bertanya pada Angel.
"Ngel? Adrian sekolah gak?" Angel tersenyum kearahku. Aku hanya menatapnya bingung. Kemudian dia sedikit terkekeh padaku.
"Kenapa tanya-tanya? Lo udah jadian kan sama dia?" Mendengar ucapan Angel Aku tersenyum kikuk. Seolah tertangkap basah. Memang hubunganku dengan Adrian belum banyak yang tahu. Sungguh. Aku pun memutuskan untuk memberitahu Angel.
"Iya udah. Tapi dia ada didalam gak?" Aku menatapnya penasaran. Dia kembali terkekeh kearahku.
"Ada kok ada. Ntar ya gue panggil" Angel berjalan menjauhi keberadaanku. Aku menunggu diluar. Suara deheman menyadarkan ku dan mengalihkan pandanganku.
Aku menatapnya diam. Tiba-tiba nafasku tercekat begitu juga dengan suaraku. Rasa ragu mulai kembali menyelimutiku. Dengan segala keberanian yang masih ada Aku pun memutuskan untuk mengajaknya bicara.
"Kita bisa ngomong gak?" Dia hanya menatapku diam. Tanpa suara dia mengangguk tanda setuju. Kamipun duduk disalah satu kursi didepan kelasnya.
Aku pun mulai membuka suaraku."Kamu masih marah sama Aku?" Aku menatapnya yang sedang menatap lurus kedepan. Aku menghela nafas gusar. Dia tidak menjawab apapun. Dia bahkan tidak ingin menatap kearahku.
"Aku minta maaf. Tapi Aku juga gak tahu kamu marah kenapa. Jujur Aku bingung harus gimana. Disatu sisi kemarin Aku masih kesal kekamu karena kamu pakai rahasia-rahasia sama Aku. Tapi disatu sisi lagi Aku gak pengen kita diam-diam gini. Apalagi karena masalah Randy"
Aku menjelaskan dengan satu tarikan nafas. Sungguh Aku sedang gugup saat ini. Terselip rasa ragu di diriku. Namun, Aku sedang tidak berbohong sama sekali. Aku masih menatapnya. Dia masih diam. Aku pun melanjutkan penjelasanku.
"Aku jujur kok pas kamu tanya kemarin. Aku emang gak suka sama Randy. Iya emang awalnya Aku penasaran sama dia. Tapi cuma sekedar penasaran gitu aja. Gak lebih yan" Aku menghela nafas menatapnya. Bahkan dia masih menatap lurus kedepan. Seolah merasa putus asa untuk menjelaskan. Aku berpikir harus berkata apa.
"Coba deh kamu pikir ulang. Kalau Aku sukanya sama Randy kenapa Aku malah terima kamu saat itu? Kalau emang Aku suka Randy seharusnya kan Aku tolak kamu kemarin. Tapi karena Aku suka kamu makanya Aku nerima kamu. Please percaya sama Aku. Aku gak bohong"
Aku mengucapkan kalimat terakhir ku dengan nada yang sedikit bergetar. Rasanya sangat sesak saat ini melihat dia masih mendiamkan Aku. Aku menundukkan kepalaku saat merasa ada air yang akan jatuh dari pelupuk mataku. Air itu berhasil jatuh membasahi pipiku.
Masih diam. Dia masih tidak bergerak sedikitpun. Tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aku sudah merasa putus asa rasanya untuk kembali menjelaskan. Aku semakin menundukkan kepala kebawah. Menatap lantai yang diam tak bergerak.
"Iya Aku percaya" Aku langsung menatapnya saat mendengar suaranya. Aku menatapnya diam.
"Maaf" Ucapku padanya.
"Iya. Aku juga minta maaf"
Dia menatapku tersenyum. Melihat senyuman yang terlukis di wajahnya membuatku ikut tersenyum menatapnya. Seketika rasa lega hadir dihatiku. Tidak menyesakkan seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchalatte (SUDAH TERBIT!!!)
Teen FictionGUYS CERITA INI SUDAH TERBIT DENGAN JUDUL BERBEDA JIKA BERMINAT BISA DICEK di : GUEPEDIA https://www.guepedia.com/Store/lihat_buku/MjA0Nzg= TOKOPEDIA https://tokopedia.com/guepedia/all-that-remains-are-memories BUKALAPAK https://www.bukalapak.com...