'Sulit sekali rasanya untuk terlihat baik-baik saja saat mengingat hal-hal yang membuat diri kecewa'
~Aruna~
🔛➰➰➰➰➰➰➰➰➰➰🔛
Pagi ini aku, Lexa dan Cut memilih untuk pergi ke sekolah bersama. Kali ini Cut yang menjemput kami menggunakan mobil Ayla merah miliknya. Aku heran, mudah sekali bagi mereka untuk membawa kendaraan beroda empat ini. Kalau aku sih jangankan mobil, bawa motor saja cuma berani di sekitar komplek rumah. Dan kini kami sudah berada di parkiran sekolah, dan berjalan menuju ke kelas.
"Cut!" Sebuah suara cowok memanggil Cut dari balik tubuh kami, membuat kami semua memutar pandangan. Ternyata itu kak Danu, kakak kelas 12 IPS 3. Ketua ekskul futsal di sekolah yang terkenal karismatik.
"Kenapa kak?" Kata Cut bertanya. Ini pasti salah satu fansnya.
"Nanti malem jadi kan? Mau di jemput jam berapa?" Pertanyaan kak Danu membuat wajah Cut terlihat lebih seperti orang kebingungan. Kebiasaan. Cut pasti lupa.
"Hah? Eumm jam 7 aja kak." Kata Cut tersenyum kikuk. Dan di balas anggukan yang diiringi senyuman oleh kak Danu. Akhirnya kak Danu berlalu seraya sesekali menoleh untuk sekedar menatap Cut.
"Cut, jangan bilang kamu lupa kalo udah ada janji sama dia?" Aku melontarkan pertanyaanku dengan menatap Cut intens seraya melanjutkan perjalanan kami menuju ke kelas. Cut hanya nyengir dan aku hanya menggelengkan kepala.
"Cut!" Kali ini dia di panggil lagi oleh seorang cowok saat kami sudah berada di koridor kelas. Astaga, lagi?
"Kenapa Rick?" Tanya Cut. Ini Erick, anak kelas 11 IPA 2. Orangnya ganteng, lebih seperti orang cina.
"Eum.. WhatsApp kamu gak di pake lagi ya Cut? Kok chat aku gak pernah di bales lagi?" Aku yakin, Cut sudah bosan dengan Eric. Buktinya Cut tidak pernah membalas pesan Eric lagi. WhatsApp tidak di pakai lagi? Mana mungkin.
"Eh i..iya nih," Jawab Cut yang tentu saja berbohong.
"Kalo gitu boleh minta nomor WhatsApp kamu yang baru?" Kata Eric.
"Eum.. nanti aku kasih deh. Aku mau ke kelas dulu ya, bye!" Ucap Cut yang saat ini sudah menarik tanganku untuk segera meninggalkan Eric. Sedang Lexa hanya mengikuti dari belakang.
"Cut.. Cut. Sebenernya pacar kamu yang mana sih?" Tanyaku seraya meletakkan tasku di bangku. Aku dan Cut satu meja, sedangkan Lexa memilih untuk duduk di belakang bersama anak-anak cowok. Katanya lebih enak duduk di belakang, gak berisik.
"Gue gak punya pacar tuh." Jawab Cut.
"Wajar aja Run, dia kan sama kaya mantan lo. Playboy cewek alias Playgirl kelas kakap." Lexa menyela yang kini tengah berdiri di sebelah mejaku. Benar juga, Kevin. Apa dia sudah di sekolah sekarang? Aku yakin, pasti tadi dia berangkat sekolah bersama Tiara. Memikirkannya membuat dadaku sesak lagi. Bayangan Kevin sedang bersama Tiara tiba-tiba muncul di kepala. Ini masih pagi, tapi moodku sudah agak memburuk saat tak sengaja mengingat ini semua.
"Lexa! Apaan sih. Lo buat Runa keinget Kevin lagi tau gak!" Seruan Cut memecah lamunanku.
"Nggak kok. Santai aja." Kataku menatap mereka bergantian.
"Duh maaf Run, aku gak bermaksud," Ujar Cut dengan raut bersalahnya.
"Iya gak papa," Aku menjawab seadanya saja. Berusaha untuk tetap mengontrol wajah agar raut sedihku tak terlalu nampak. Sulit sekali rasanya untuk terlihat baik-baik saja saat mengingat hal-hal yang membuat diri kecewa. Tapi itu harus dilakukan, karna tidak baik juga bila terlalu sering menampakkan wajah murung dan sedih. Biar bagaimana pun, sekitar juga butuh melihat senyummu. Tak melulu tentang rasa sakitmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVE
Teen FictionSaat mencintai terasa begitu menyakiti, kau hanya perlu memilih pergi. Namun, bagaimana jika dengan kejamnya semesta menyuruhmu untuk tetap melupakan, sedang yang ingin di lupakan malah di takdirkan untuk terus berhadapan dengan mu? Tega memang. Tap...